Seketika Raagnol terbangun. Kepalanya terasa berat dan pandangannya kabur. Ia mendapati dirinya berada di sebuah ruangan dan duduk terikat di sebuah kursi kayu yang dingin.
Ia tidak mengingat jelas apa yang terjadi setelah dirinya dibawa pergi. Namun, rasa sakit yang mencuat di tengkuknya, menandakan bahwa sebelumnya ia dibuat pingsan.
Sekelilingnya tampak dipenuhi dengan alat-alat penyiksaan. Terlihat ada tang, rantai, cambuk tua, dan pisau berkarat. Diperjelas dengan diterangi oleh remang-remang cahaya lilin.
Raagnol tahu jika ia terus berdiam diri di sini, hal buruk bakal menimpa dirinya. Apalagi tadi dia mengaku sebagai penyihir, bukan pencuri.
Terdengar suara langkah dengan samar mendekati tempat dimana ia duduk. suara itu berasal dari balik pintu besi yang tepat berada di depannya. Dengan segenap tenaganya, ia mencoba untuk melepas tali yang mengikatnya. Namun, tali itu terlalu kencang. Ia bahkan tak bisa menggerakkan tangannya sedikit pun.
Pintu pun terbuka secara perlahan. Di baliknya muncullah Kapten Raztro bersama tiga orang prajurit
"Wah... si anak kecil sudah bangun nih..." Ejek Kapten Raztro.
Raagnol menatap tajam, lalu membantah ejekan itu. Ia masih bersikeras mengatakan bahwa dia bukan lah anak kecil.
"Arahkan alat itu ke bocah ini." Perintah Kapten Raztro.
Dengan jelas, salah satu prajurit itu maju membawa sebuah batu yang berwarna hitam pekat. Batu itu pun diarahkan tepat satu meter di depan dirinya.
Tiba-tiba, batu itu bersinar dengan terangnya. Batu yg berwarna hitam pekat, justru berubah menjadi batu bercahaya yang sangat terang.
"HAHAHA! Jadi begitu cara kerja alat ini." Tawa Kapten Raztro, seolah-olah baru pertama kali melihat hal ini.
"APA MAKSUDNYA INI?" Tanya Raagnol kebingungan.
Kapten Raztro pun tertawa melihat Raagnol, seakan ada hal lucu yang sedang terjadi. Kapten Raztro pun menjawab pertanyaan Raagnol.
"Maksudnya? Hah... Itu artinya kau memang jelas-jelas seorang penyihir."
Raagnol terkejut mendengar hal itu. Dunianya seakan-akan berhenti berputar. Ia tidak menyangka akan semua ini. Ia hanya mengaku sebagai penyihir untuk melindungi orang-orang di panti, dan ternyata ia memang adalah seorang penyihir.
“ITU TAK MUNGKIN! Bagaimana kalian bisa yakin hanya dari batu itu?!” serunya.
"Batu ini adalah alat pendeteksi sihir. Apabila ada orang yang memiliki mana dalam radius satu meter, maka batu ini akan bersinar ketika beresonansi dengan mana." Jelas Kapten Raztro dengan santainya.
"TIDAK MUNGKIN, BAGAIMANA KALAU KALIAN SALAH MENANGKAP ORANG?" Raagnol bertanya kembali.
"Tentu saja kami tidak akan salah menangkap orang. Manusia biasa tak memiliki mana. Mana hanya dimiliki oleh manusia yang terikat dengan sihir, dan jelas manusia yang terikat dengan sihir adalah penyihir."
Mendengar penjelasan Kapten Raztro, Raagnol terdiam tak bisa membantah lagi. Ia masih tak percaya jika dirinya ternyata adalah seorang penyihir. Ia tak merasakan kekuatan apapun dalam dirinya.
"Sepertinya sudah jelas ya... bocah. kau adalah seorang penyihir, dan besok kau bakal dijatuhi hukuman mati. bersenang-senang lah dengan sisa waktumu." Ujar Kapten Raztro sambil tertawa kecil, lalu membalikkan badan.
Ia pun memerintahkan tiga prajurit tadi untuk membawa Raagnol ke sel tahanannya. Kapten Raztro pun meninggalkan mereka, karena ia masih ada urusan setelah ini.
Tanpa basa-basi lagi, ketiga prajurit itu membawa Raagnol ke sel tahanan. Mereka melewati lorong-lorong batu yang gelap dan lembap. Suasana penjara begitu sunyi, tak ada suara lain selain gema langkah kaki mereka.
Namun tiba-tiba...
Dua prajurit di depan Raagnol terhuyung lalu tumbang, darah mengalir dari punggung mereka. Raagnol terkejut. Satu-satunya prajurit tersisa kini berdiri di belakangnya, memegang belati berlumur darah.
"Raagnol, tidak usah banyak tanya. Ikut aku..." Ucap prajurit satu itu
Raagnol yang kebingungan dengan apa yang telah terjadi, hanya menuruti apa yang dikatakannya. Ia bahkan tak mengenali suara prajurit itu.
Mereka mengendap-endap mengikuti lorong penjara itu. Mengatur napas dan langkah untuk menghindari perhatian prajurit lain.
sampailah mereka pada satu pintu, pintu besi berkarat yang tampaknya adalah sebuah jalan keluar. Sang prajurit mengeluarkan sekumpulan kunci. Ia mencoba satu per satu kunci tersebut. sepertinya ia baru saja mencuri kunci-kunci itu.
...
...
...
...
...
"Uups... Ada penyusup ya?"
Suara itu jelas sekali terdengar seperti suara Kapten Raztro. Ia telah berdiri di ujung lorong, memandangi mereka dalam diam. Tidak ada suara langkah. Tidak ada peringatan. Hanya tatapan dan senyum penuh ancaman.