Sampai darah membeku dan udara membusuk

Sorak penonton menggema dari setiap tribun, begitu pula matahari yang menyemangati kedua tim untuk bertarung.

"Aku akan coba melawan si Varka itu," ucap Bima.

"Eits... Kayaknya kamu harus lawan si penyihir itu, deh. Dia kelihatan bahaya banget," usul Ted.

Meilin mengangguk. "Aku setuju sama si bodoh itu... Karena mobilitas-mu lebih cepat dari aku, kamu pasti bisa lawan penyihir itu biar nggak ganggu kita."

"Terus, kalian?" Tanya Bima.

"Aku akan lawan si Varka, sisanya urus keroco-keroco yang hanya figuran itu." kata Ted dengan yakin.

Bima dan Ted memandangi Yuda.

"Apa?" tanya Yuda. "Jangan coba mengaturku, aku bisa sendiri," ketusnya.

"Sudah lah, pertarungan sudah di depan mata. Ayo kita fokus." ucap Litzie sambil tersenyum.

Yuda memakai cincin bermotif sayap kristal dengan empat buah sayap. Ia menatap lawannya dengan serius.

"Aku pasti akan mengalahkan mereka," batin Yuda. "Dan aku akan membalas perbuatan si pedang terkuat itu."

Jun mengangkat tangannya. "Siaaaaap!" seru Jun.

"Pengaktifan sayap peri!" ucap Yuda pelan. "Sayap peri es utara, diaktifkan." Seketika empat buah sayap muncul dari punggung Yuda.

Sayap yang cantik bagaikan kristal dan aura biru yang terpancar membuat siapa saja terpana hanya dengan melihatnya sedikit.

Bima dan Ted menghunuskan pedang. Meilin memasang kuda-kuda, lalu Litzie memegang tongkat pendeknya dengan penuh keyakinan.

Jun menjatuhkan tangannya dengan cepat. "MULAI!" teriaknya sambil melesat keluar dari tengah arena.

Litzie mengangkat tongkat setinggi langit. "Hembusan angin!" seketika kecepatan mereka semua bertambah.

Bima dan Meilin melesat ke arah yang berlawanan, sedangkan Ted melesat ke arah tengah— mencoba memburu Varka.

Penyihir lawan menyeringai. "Heh, ternyata lawanku adalah pemegang pedang," gumamnya. "Baiklah, aku Forzi si penyihir es akan melawanmu."

Forzi merapal mantra dengan cepat, kemudian lingkaran sihir muncul dari bawah kakinya, sedetik kemudian es menyebar ke sekitarnya.

Bima hanya tersenyum. Es itu mungkin akan membuatnya terpeleset—tapi sayangnya, Bima berlari bukan menapaki tanah. Tapi, ia melesat di udara, jarak telapak kakinya dengan tanah hanya setengah senti dari tanah—yang membuat siapa saja tak akan sadar kalau ia sedang melayang.

Forzi terkejut. "Ke-kenapa tak berefek?" batinnya yang tak menyadari kalau Bima melayang.

Dengan panik, ia mengaktifkan sihir barrier untuk dirinya sendiri. Tabir sihir mulai terlihat menyelimuti dirinya, namun—

Plak!

Sebelum sihir itu sepenuhnya melindungi dirinya, ia ditampar oleh Bima—yang membuat barrier itu tak sempat aktif.

Forzi terpental. Tapi ia berhasil menahan dirinya agar tidak jatuh. "Sial, kenapa bisa begini?" batinnya. "Tidak... Aku harus fokus." ucapnya sambil bangkit membenarkan posisi berdiri.

Bima tak memberikan Frozi napas, ia melesat kembali kearah Frozi.

Melihat Bima yang melesat kearahnya, Forzi kembali merapal mantra dengan cepat. "Dinding es!" teriaknya. Seketika dinding es yang menjulang tinggi muncul di hadapan Bima.

Namun, dinding itu tak bisa menghentikan langkah Bima. Ia melompat tinggi lalu melesat kembali dengan kecepatan penuh.

Bima mengayunkan pedangnya dengan keras. Forzi hanya bisa menahannya dengan tongkat yang ia pegang. Namun naasnya, lantai di arena retak dan kaki Frozi terpendam ke lantai arena karena sangking kuatnya ayunan Bima.

"Si-sial..."

Forzi dipukuli bertubi-tubi oleh Bima. Keringat Bima bercucuran. Bukan karena lelah, tapi karena ia tak tahan menahan tenaganya.

Sebelum pukulan terakhir dilayangkan, Forzi sudah pingsan.

Yuda dan Meilin sibuk melawan tiga orang, dan Litzie fokus memberikan buff pada mereka.

Yuda dan Meilin tampak tenang, mereka tak merasakan tekanan sama sekali. Yang membuat Bima lega melihatnya.

Tapi Ted... Dia sedikit terdesak.

"Gila... Kekuatan macam apa ini?!" batin Ted.

Ted terus menahan serangan Varka, sampai—

Trang! Brrrp~, Trang! Brrrp~

Sangking beratnya serangan Varka, membuat Ted terkentut-kentut ketika menahan serangannya.

Mendengar suara kentut itu, para penonton terbahak. Tawa mengisi seluruh arena.

"Apa-apaan dia itu? Apa dia kesatria kentut?"

"Haha, kocak banget!"

"Pasti habis ini dia langsung berak, hahaha."

Ejekan terdengar ke telinga Ted. Namun apalah daya, ia kini lebih merasa malu daripada marah.

"Kenapa harus begini, sih?!" batin Ted. "Sumpah, aku jadi nggak fokus."

Serangan demi serangan ia tahan, tapi kentut tetap terdengar.

Mendengar kentut itu berkumandang terus-menerus, membuat Varka menjadi murka. "Apa-apaan kamu ini?! Kamu mengejekku ya?!"

"Kalau begitu, terimalah serangan terkuatku!" teriak Varka.

Serangan itu berhasil dihalau, tapi Ted terpelanting jauh sambil terdengar—

Brrrrrrrrrrp~

Kentut panjang mengiringi tubuh Ted yang melayang diudara.

Tawa terus bergema dari setiap penjuru arena, namun pertarungan tetap berlangsung.

Sebelum Ted mendarat, Varka melesat cepat.

"TED!" teriak Bima dari kejauhan.

Tanpa sadar, Bima mengeluarkan sulur dari dalam tanah—mengikat kaki Ted dan melemparkannya ke arah Litzie.

Penonton terkejut. Namun Litzie mencoba berakting. "Untung aja sihirku nggak telat!" katanya sambil menodongkan tongkat.

Penonton pun mengira itu sihir milik Litzie.

Bima sedikit lega karena akting Litzie sempurna.

Tak tinggal diam, Varka lanjut memburu Ted. Tapi Bima melesat, ia menepis serangan Varka yang hendak mengayun kearah leher Ted.

Trang!

Kedua pedang beradu dengan sangat keras. "Lawanmu adalah aku!" Bima melotot ke arah wajah Varka.

Varka menyeringai lalu mundur. "Menarik... Kamu sepertinya layak menjadi lawanku. Sebagai hadiah, aku akan melawanmu dengan sekuat tenaga."

Bima menyeringai. "Kalau begitu, aku akan melawanmu dengan seperempat kekuatanku."

"Dasar sombong!" Varka melesat.

Serangan demi serangan ia lancarkan. Tapi ia merasa ada yang salah. Ia terus menyerang, tapi merasa tertekan. Setiap tebasannya—terasa seperti ia menebas sebuah angin, padahal Varka yakin kalau ia mengenai badannya.

"Hanya segini kemampuanmu?" Bima menyeringai.

Mendengar kata-kata dari Bima, Varka merinding di sekujur tubuh.. Ia mundur beberapa langkah. Tapi Bima terus memburunya, seperti singa yang berlari mengejar buruannya.

Bima terus mengayunkan pedang, membuat Varka kewalahan.

Bima sengaja membuka celah. Varka mencoba menusuknya—namun, Varka terjebak dalam jebakan Bima. Karena itu hanyalah pancingan agar Varka menyerangnya.

Bima menghindar kearah kanan, lalu menendang keras tubuh Varka, membuat tulang rusuknya patah.

Sejurus kemudian, Bima memukul Varka hingga terbang dan berguling-guling.

Emosi Varka meledak, Wajahnya memerah, napasnya berat, matanya bergetar.

"Sungguh menarik, haha," tawa Varka kecil. "Aku tak perlu menahan diri lagi. Akan aku tunjukkan kekuatan absolut yang sebenarnya!"

Varka bangkit. "Raaaarrrrggghh!" raungan Varka membuat seluruh arena merasa tertekan, para penontonpun menutupi telinganya satu persatu.

Tubuhnya membesar, uratnya keluar, darahnya menghitam, asap hitam keluar dari tubuhnya.

Itu adalah...

"Bayangan darah iblis?!" seru semua orang di arena.

Bersambung...