Angin dingin dari musim gugur terasa begitu mencekam di hidung Bima, ia menelan ludah menantikan ucapan yang akan dilontarkan oleh Yuda.
"Aku... Sebenarnya adalah pangeran dari kekaisaran Mingjoo ini," ucap Yuda dengan nada serius.
Mendengar kata-kata Yuda, Bima tersentak kaget dan ia merasa tak percaya. "Apa?! Pangeran?! Mustahil banget, kamu itu pangeran— tapi kenapa ada disini?" Bima memiringkan kepala.
"Aku akan menceritakannya dari awal, baru aku akan menjawab pertanyaanmu itu— agar kamu tidak banyak tanya..."
…
20 tahun yang lalu, kekaisaran Mingjoo mengalami invasi besar-besaran. Para prajurit dan pejuang yang gugur tak terhitung jumlahnya.
Pada masa itu, Yuda yang masih berumur 5 tahun dibawa lari oleh ibunya meninggalkan istana kekaisaran. Sedangkan sang kaisar tengah sibuk melawan salah satu petinggi neraka— yaitu Lieterie, salah satu simbol dari dosa besar kebohongan.
Dalam beberapa hari, Yuda tinggal disebuah desa yang jaraknya tak jauh dari istana kekaisaran. Desa tersebut bisa dibilang desa yang dilindungi oleh suku naga merah yang terkenal kejam dan membenci iblis.
Setelah mendapatkan kabar bahwa invasi telah usai, Yuda dan ibunya kembali ke istana. Namun... Sang kaisar yaitu Yudi Mingjoo telah berubah drastis.
Dulu... Yudi adalah orang yang terkenal hangat dan tegas, ia juga menyayangi rakyatnya— serta panutan bagi para rakyat.
Namun setelah invasi itu berakhir, Yudi berubah seratus delapan puluh derajat. Ia menjadi orang yang dingin, ia juga dapat dengan mudah dikendalikan oleh seseorang— dan juga... Ia menjadi kejam.
Yuda yang merasakan perubahan itu, ia bertanya kepada kakak perempuannya yang tertua. "Kak? Ayah kenapa?" tanya Yuda polos.
Arin hanya menggelengkan kepala. "Kakak juga tidak tahu, kakak berdiri di garda terdepan melawan scubus-scubus yang muncul. Kakak juga tak begitu memperhatikan bagian dalam istana."
Saat itu, Yuda juga tak ambil pusing. Ia hanya menjalankan kehidupan yang normal sambil menikmati masa kecilnya.
5 tahun kemudian. Yuda mendengar kabar Arin yang gugur dalam peperangan melawan iblis di gua Goo, yang terletak disebelah selatan istana.
Namun, ditengah duka itu— muncul sebuah sekte baru yaitu sekte Tangan Kosong Sembilan Beladiri yang muncul entah dari mana menyelamatkan istana kekaisaran yang diinvasi kembali oleh iblis.
Yuda yang kini mulai menginjak masa remaja, ia penasaran dengan kejadian itu. Ia diam-diam menjadi detektif—ia mengusut tentang terjadinya invasi di istana.
Walaupun ia masih berusia 10 tahun, ia menemukan titik terang— dimana, ia menemukan secarik sapu tangan yang bergambar pedang dan bulan sabit.
"Ini kan... Lambang agama Zenith?!"
Yuda langsung berlari menemui ayahnya dan melapor tentang kejadian itu. Namun...
"Dasar anak kurang ajar! Dari mana kamu mendapatkan izin untuk mengungkap kasus ini?!" Sang kaisar murka.
Yuda yang mentalnya masih belum terbangun— ia merasa sangat ketakutan pada saat itu.
"Prajurit! Asingkan anak ini ke dataran Hoora, jaga ketat ia disana dan jangan biarkan ia pergi meninggalkan dataran itu!" titah sang kaisar.
Brak!
Suara pintu dibanting keras dari luar.
Terlihat, ibu Yuda yaitu Yuni berlari menghampiri putranya. Ia hendak menyelamatkan putra satu-satunya itu, tapi...
Srat
Hanya dengan satu tebasan ringan, kepala Yuni dipenggal langsung oleh Yudi hingga terputus dari badannya.
"IBUUU!" teriak Yuda diseret paksa oleh prajurit.
Putri kedua kaisar yaitu Riana berlari kearah jasad ibunya, ia memeluk tubuh Yuni yang tak berkepala. Isak tangis darinya tak tertahankan.
"AYAH! KENAPA AYAH MENJADI SEPERTI INI?!" teriak lantang Riana membuat Yudi terdiam sesaat.
Nafas Riana tersengal-sengal, air mata jatuh berderai membasahi pipinya. "Padahal dulu ayah menyayangi kita semua, TAPI KENAPA SEKARANG BEGINI AYAH?!" lengkingan keras dari Riana membuat ruangan kaisar mengalami guncangan hebat.
"AKU SUDAH TAHU FAKTANYA, AYAH!" Riana memelototi Yudi. "AYAH LAH YANG MEMBUNUH KAK ARIN! TAPI KENAPA SEKARANG AYAH MEMBUNUH IBU?!" Riana tampak sangat murka. "TIDAK PUAS KAH AYAH DENGAN KEMATIAN DARAH DAGING AYAH SENDIRI?!"
Riana menundukkan kepalanya. "Sampai-sampai... Ayah tega membuang anak ayah sendiri ke dataran Hoora yang terkenal sangat kejam," Gumam Riana terdengar pelan.
"KEMANA AYAHKU YANG DULU—"
"Berisik..." Gumam Yudi.
Yudi mengangkat pedangnya lalu mengayunkannya dengan cepat.
Srat
Kepala Riana juga ikut terpenggal.
"Bakar jasat mereka berdua, aku tak ingin melihatnya berserakan bagaikan sampah." titah sang kaisar, lalu ia duduk kembali ke singgasana-nya.
Beberapa hari kemudian, di dataran Hoora.
Yuda dilempar oleh prajurit ditengah ilalang yang menjulang setinggi 3 meter. Yuda dijaga ketat oleh para prajurit yang berjaga di batas dataran Hoora dan hutan yang mengelilinginya.
Yuda merasa sangat frustasi, ia melihat dengan jelas ibu dan kakaknya yang mati ditangan ayahnya sendiri.
"Aku harus kabur... Aku harus kabur..." gumam Yuda sambil berlari mencari jalan untuk keluar dari kerumunan ilalang-ilalang itu.
Beberapa kali ia mencoba, namun ia tak membuahkan hasil. Ia selalu ditangkap oleh para prajurit lalu diseret kembali ke tengah dataran Hoora.
3 tahun kemudian, ketika musim dingin datang.
Salju mulai berjatuhan satu persatu, hawa dingin yang menusuk tulang membuat Yuda tak tahan untuk bertahan diri di cuaca seekstrem itu.
Selama masa pengasingan, Yuda tak diberi makan ataupun minum, ia hanya memakan belakang besar yang kadang muncul dihadapannya. Ia juga meminum air dari mata air yang ia temukan, namun karena musim dingin telah tiba— tak ada satupun hewan yang muncul, air juga telah membeku sepenuhnya.
Disuatu malam, salju mulai menyelimuti dunia dengan tebal. Yuda bertekad untuk keluar dari sana secara diam-diam.
Yuda berjalan sambil mengendap-endap, Yuda menyibak sedikit salju dan ilalang yang menghalangi langkahnya.
Sampai suatu ketika...
Yuda melihat tidak ada yang menjaga, ia pergi meninggalkan dataran Hoora hanya dengan modal nekat.
Yuda berlari dan terus berlari tanpa arah, hingga suatu ketika Yuda bertemu dengan seorang dari suku barbarian.
Nasib baik Yuda diselamatkan oleh barbarian itu, ia dibawa ke desanya. Disana— Yuda disambut hangat oleh para suku barbarian, Yuda diberi makan yang enak, serta tempat tidur yang sangat nyaman.
Ia juga diajarkan oleh kepala suku barbarian tentang sihir es. Dari sana lah Yuda mendapatkan kekuatannya.
Namun, para prajurit yang sadar kalau Yuda sudah ada di dataran Hoora— mengejar Yudi keseluruh arah.
Salah satu prajurit menemukan Yuda sedang berada di desa para barbarian, dan malam harinya desa tersebut di-luluh lantak-an oleh para prajurit kekaisaran.
"Berlarilah terus keselatan, kamu akan selamat jika kesana." bisik kepala suku ke Yuda. "Bawalah ini, anggap ini adalah hadiah bagi perpisahan kita." Kepala suku memberikan sebuah cincin, yang mana cincin itu adalah suatu sayap peri— media sihir.
Yuda hanya mengangguk, lalu ia pergi meninggalkan desa para barbarian itu.
Yuda terus berlari tanpa henti, ia juga terus bersembunyi lalu kemudian berlari lagi hingga musim dingin berakhir.
Matahari mulai terlihat di ufuk timur, Yuda tersengal-sengal karena ia tidak kuat untuk berdiri lagi. Ia sudah berlari selama 3 hari dan ia pun kehabisan bekal yang ia bawa dari desa barbarian. Tak lama, ia pun pingsan.
Sinar mentari menghangatkan dunia, es mulai mencair dan menyerap kedalam tanah. Yuda membuka mata, betapa kagetnya ia melihat seekor Yeti berbulu hitam lebat sedang duduk disebelahnya.
"Tung... Tung, tung tung?" ucap Yeti.
Yuda tak paham apa yang Yeti itu ucapkan, ia hanya menggelengkan kepala.
Yeti merasa sangat sedih karena Yuda tak paham apa yang ia bicarakan. "Tutu tung tu tung!" Yeti berjongkok dihadapan Yuda.
Yuda yang merasa takut, ia menyeret tubuhnya hingga ke dinding gua. "Jangan, jangan makan aku!"
Yeti menghela nafas berat. "Tutu tu tung ng tung." Yeti menyodorkan daging yang telah ia bakar sejak tadi ke Yuda.
Walau Yuda tak paham ucapan Yeti, tapi Yuda mengerti kalau Yeti ini memberikan makanan kepadanya.
"Kamu... Memberikan makanan ini untukku?"
Yeti mengangguk cepat. "Tung!"
Dengan ragu, Yuda mengambil daging itu. Kemudian ia memakannya dengan lahap.
"Wah! Enak!" ucap Yuda dengan senang, kemudian ia memakan daging itu dengan lahap.
Selesai makan, Yeti kini berjongkok membelakangi Yuda. Ia menyuruh Yuda untuk menaiki punggungnya.
Yuda menurut, lalu ia menaiki punggung Yeti.
Perasaan nyaman bagaikan ia diranjang dengan selimut yang halus, Yuda terlelap dalam gendongan Yeti.
Yeti membawa Yuda kesebuah hutan yang penuh dengan makanan, mereka akhirnya tinggal bersama hingga pengujung musim panas.
Yeti kembali menggendong Yuda, Yeti mengantarkan Yuda ke hutan dekat dengan akademi Hongtie dan menurunkan Yuda disana.
"Tung..." Yeti menggaruk pinggangnya, kemudian ia mengeluarkan sekantung yang penuh dengan emas dan menyodorkannya ke Yuda.
Yuda bingung harus bilang apa, tapi batinnya bertanya, "darimana ia mendapatkan uang sebanyak ini?" tapi Yuda tak ambil pusing, ia mengambil kantung yang berisi emas itu.
Yeti itu menunjuk kearah Akademi yang ada ditengah gunung— didepan mereka.
"Kamu... Ingin aku masuk akademi ini?" tanya Yuda menengok kearah akademi yang berada ditengah gunung Hongtie dan bukit disebelahnya.
Yeti hanya mengangguk.
Yuda tersenyum lalu ia memeluk Yeti. Terimakasih ya, aku berjanji akan mengunjungimu nanti.
Yuda akhirnya berpisah dengan Yeti dan memasuki akademi.
…
"Seekor Yeti yang hanya bisa bicara 'tung tung'... Apa jangan-jangan itu si Kentung?" batin Bima.
Ia tak berani menanyakannya lebih, mungkin suatu saat akan terkuak sendiri.
"Ceritamu cukup panjang, aku jadi ngantuk," Bima menguap. "Jadi... Intinya kamu itu pewaris sah dari kekaisaran ini?" tanya Bima.
"Betul," kata Yuda mengangguk. "Maaf untuk sebelumnya, aku bersifat dingin kepada kalian karena aku masih tidak percaya dengan kalian."
"Yah wajar saja kalau begitu kejadian yang kamu alami,"
"Jadi... Aku harus gimana?" tanya Bima.
"Aku ingin menjalani jalan Tiran, aku ingin kamu bergabung denganku dan membentuk pasukan revolusi." Yuda menjulurkan tangan.
Bima melipat tangan di dada. "Aku tidak suka menjadi bawahan, dan aku juga benci harus menjalani jalan Tiran yang kamu mau,"
"Tapi, karena ini berkaitan dengan Zenith dan sekte sialan itu— aku akan bergabung, tapi aku tidak mau menjadi bawahanmu."
Yuda memiringkan kepala. "Kata siapa kamu harus jadi bawahanku?" Yuda menatap Bima. "Aku mau kita menjadi sekutu, aku akan menghabisi kaisar dan kamu yang menghabisi Zenith..."
Bima terdiam seketika. "Kalau saja bukan karena Zenith, aku pasti sudah menolaknya," batin Bima.
"Tapi, aku masih tidak yakin denganmu... Karena kebanyakan para orang-orang kelas atas akan menusuk sekutunya ketika ia sudah mencapai tujuannya." Bima masih berusaha menolak, tapi ia berharap Yuda memberikan keyakinan padanya untuk saling bekerja sama.
"Ah, begini saja... Bagaimana kalau kita mengadakan sumpah sedarah? Dengan begitu, kita akan menjadi sadara se-sumpah, gimana?" usul Yuda.
Bima tersenyum. "Baiklah, ayo kita bersumpah." Bima menyayat tangannya dengan batu runcing, begitu pula dengan Yuda.
Yuda meminum darah yang menetes dari tangan Bima, begitu pula Bima meminum darah yang menetes dari tangan Yuda.
"Dengan meminum darah satu samalin, kami bersumpah menjadi saudara se-sumpah sampai akhir hayat. Dan kami juga berjanji agar melindungi satu sama lain, saling membantu, dan saling menjaga layaknya seorang saudara kandung." ucap keduanya dengan bersamaan.
Kini telah resmi, Yuda dan bima adalah saudara se-sumpah.
"Omong-omong, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Bima. "Kita masih berstatus sebagai murid, kita juga nggak bisa keluar dari sini. Gimana caranya mau menghancurkan Zenith?"
"Zenith telah membibit di akademi ini, aku mau kita menghancurkan skala kecil agama Zenith di akademi ini, gimana?" tanya Yuda.
"Darimana kamu tahu?"
"Kamu ingat aku pulang larut malam waktu itu?"
"Ah! Kejadian itu? Aku ingat!" ucap Bima memukul pelan telapak tangannya.
"Aku adalah salah satu korban Zenith, aku masih hapal betul wajah para bajingan itu. Jadi... Untuk sekarang, ayo kita pergi keruang kepala akademi untuk mencari tahu tentang identitas para guru dan murid yang terlibat."
"Baiklah, ayo." ucap Bima melangkah bersama Yuda keruang kepala akademi.
Disana, mereka meminta data para guru dan murid dari Tora— sang kepala akademi. Lalu Yuda menunjuk siapa saja orang yang terlibat, mulai dari korban dan pelakunya.
Mungkin, ini adalah akhir dari prolog perjalanan Bima. Bima kini telah selangkah menuju balas dendamnya. Ia bertekad kalau ia akan menghancurkan dewa kegelapan sekaligus dewa kematian— yaitu Diablo Mattdarkanon.
Bersambung...