Bab 16, Mahkota yang Tak Lagi Berat

Langit Kerajaan Victoria tampak kelabu saat Aryan memasuki gerbang istana.

Ini adalah pertama kalinya sejak kepergiannya yang panjang, ia melangkah kembali ke dunia yang dulu begitu asing — kini ia kembali, bukan sebagai Raja yang pergi, tapi sebagai pria yang sudah menemukan alasan untuk memimpin.

Sir Elbar menunduk saat melihatnya dari jauh. Para pengawal istana yang dulu pernah melayani Aryan tampak ragu: antara kagum dan kebingungan. Sosok yang selama ini dikabarkan menghilang, kini kembali — dan lebih tegak dari sebelumnya.

---

“Ratu.”

Aryan melangkah masuk ke aula utama. Ratu Dowager sudah menunggu, duduk di singgasananya. Di sisi kanan berdiri Putri Kalensa, anggun seperti biasa.

“Kau kembali,” ucap sang Ratu, suaranya dingin namun tak mengandung kemarahan.

“Aku datang… bukan untuk tunduk. Tapi untuk bicara,” jawab Aryan tegas.

Kalensa menoleh, matanya menyimpan emosi yang tidak biasa — bukan cemburu, bukan dendam, tapi pengakuan akan keberanian.

“Aku ingin memperjuangkan cinta yang selama ini dianggap kelemahan oleh istana,” lanjut Aryan. “Aku ingin menikahi Lana. Gadis desa dari Aurenya.”

Seisi ruangan sunyi.

Dewan mulai berbisik. Ratu Dowager mengangkat tangan, memanggil hening.

“Aryan,” katanya pelan. “Kau tahu bahwa pernikahanmu bukan hanya tentang hati. Ini tentang menyatukan dua kerajaan yang telah lama berselisih. Putri Kalensa… telah setuju menunggu. Tapi Dewan tidak.”

“Jika Dewan tak bisa melihat bahwa cinta seorang raja kepada rakyatnya adalah bentuk paling luhur dari kesetiaan, maka aku tidak layak memimpin.”

Salah satu anggota dewan berdiri. “Dan jika kau menikahi gadis tanpa gelar, bagaimana rakyat percaya bahwa istana masih menjaga martabat kerajaan?”

Aryan menatapnya tajam. “Apa yang lebih bermartabat: menikahi karena takdir atau karena cinta yang jujur? Apa rakyat lebih percaya pada cerita dongeng atau pada raja yang hidup seperti mereka?”

---

Kalensa melangkah maju. Semua mata menoleh.

“Jika boleh saya bicara,” katanya.

Ratu Dowager mengangguk, meski matanya menyipit.

“Raja Aryan mungkin telah menolak aku. Tapi ia mengajari aku sesuatu yang tidak pernah kudapatkan di istana ini: keberanian untuk mencintai tanpa alasan selain kebenaran.”

Aryan menatap Kalensa. Mereka saling mengangguk — untuk pertama kalinya, benar-benar saling mengerti.

“Jika cinta membuatnya menjadi pemimpin yang lebih baik… maka biarkan ia memperjuangkannya. Karena seorang raja tidak ditentukan oleh siapa yang ia nikahi, tapi oleh bagaimana ia berdiri untuk yang ia cintai.”

---

Diam. Lalu Ratu Dowager berdiri.

“Kau tidak akan mudah menyatukan dua kerajaan tanpa perjanjian pernikahan,” katanya.

“Aku akan menyatukannya dengan diplomasi, bukan perjodohan. Dengan kepercayaan, bukan pengorbanan hati.”

“Kau yakin gadis itu bisa bertahan di sini?” tanya sang Ratu.

“Aku tidak akan membawa Lana ke istana untuk mengubahnya menjadi bangsawan. Aku akan mengubah istana… menjadi tempat yang pantas untuk gadis sepertinya.”

Suasana kembali hening. Ratu Dowager menatap dalam ke mata anaknya. Lalu, perlahan ia duduk kembali.

“Buktikan dalam satu bulan. Jika kau bisa membuat rakyat dan kerajaan tetangga menerimamu tanpa menikah dengan Kalensa… maka Lana akan diterima sebagai permaisuri. Tapi jika gagal…”

Aryan menatap lurus. “Aku tidak akan menyerah. Bahkan jika aku harus kehilangan mahkota.”

---

Malam itu, Aryan duduk di balkon kamarnya. Udara dingin, tapi hatinya terbakar.

Caspar mendekat, membawa secarik surat — balasan dari Lana yang akhirnya sampai.

> *Raja Aryan,

Suratmu sampai padaku tepat saat aku hendak menyerah. Tapi kata-katamu menegakkan hatiku.

Aku belum menjadi siapa-siapa. Tapi aku sudah belajar satu hal penting:

Jika aku mencintaimu, maka aku harus berani menjadi lebih dari sekadar seseorang yang kau cintai. Aku harus menjadi seseorang yang cukup kuat untuk berdiri di sampingmu, bahkan saat seluruh dunia menolak kita.

Jadi, perjuangkan apa yang kau yakini. Karena aku akan melakukan hal yang sama — untuk diriku, dan untuk kita.

Di bawah mentari, aku akan menunggumu.*

– Lana

Aryan menutup surat itu dan menggenggamnya erat.

> "Mahkota ini bukan lagi beban. Tapi janji. Dan aku akan memenuhinya… demi gadis yang mengubah arah hidupku hanya dengan satu tatapan di bawah mentari."

To Be Continued...