Bab 17, Jalan Pulang yang Tak Sama

Minggu keempat di Darsena terasa seperti babak baru yang tak berujung.

Lana kini terbiasa bangun sebelum matahari muncul. Ia menyapu halaman asrama, lalu membantu memasak untuk penghuni lainnya. Setelah itu, barulah ia bersiap ke pusat pelatihan literasi dan kepemimpinan — program yang ia ikuti setelah lolos ujian awal secara mengejutkan.

Ia bukan lagi hanya "gadis dari Aurenya", tapi salah satu murid dengan pertumbuhan paling pesat.

Namun setiap malam, ia tetap duduk sendiri di sisi jendela, menulis:

> "Hari-hari ini melelahkan, tapi aku tahu, ini bukan tentang menjadi sempurna. Ini tentang menjadi cukup kuat untuk tidak goyah saat dunia meragukan kita."

---

Di minggu kelima, Lana mendapat kabar bahwa ia termasuk tiga murid yang diundang ke sesi privat bersama salah satu tokoh reformasi pendidikan paling terkenal di negeri itu — Nyonya Raveena.

"Siapa dia?" tanya Lana pada teman sekamarnya, Alena.

"Katanya dia dulu penasihat pribadi istana. Tapi berhenti karena tidak setuju dengan sistem lama. Sejak itu dia mengajar di akar rumput."

Lana terdiam. Jantungnya berdetak lebih cepat. Jika Raveena benar-benar mantan penasihat istana, maka ia bisa saja tahu tentang Aryan... atau Lana.

---

Sesi pertemuan berlangsung di rumah kecil yang asri di tepi danau. Lana datang paling awal, gugup tapi siap.

Nyonya Raveena tidak seperti yang ia bayangkan. Perempuan itu mengenakan baju sederhana, wajahnya tidak terlalu tua, tapi matanya memancarkan kebijaksanaan yang membuat Lana merasa sedang duduk di depan sebuah cermin masa depan.

“Lana, ya?” sapanya ramah. “Kau berasal dari Aurenya”

Lana mengangguk, duduk.

“Dan... jika aku tidak salah, kau adalah gadis yang dicintai oleh Raja kita?”

Lana membeku.

Raveena tertawa pelan. “Tenang. Aku tidak diutus siapa-siapa. Aku hanya penasaran pada seorang gadis yang membuat Raja berani menantang seluruh sistem.”

Lana menunduk. “Saya tidak bermaksud jadi penyebab masalah. Saya... hanya jatuh cinta.”

“Dan karena cinta itu, kau memilih untuk tumbuh, bukan lari. Itu sudah membedakanmu dari ratusan perempuan lain yang memilih diam.”

Raveena mengambil sebuah buku dari rak di belakangnya.

“Kau tahu, menjadi pendamping pemimpin itu bukan hanya tentang berdiri di sisinya saat sorak-sorai terdengar. Tapi juga berdiri tegak saat hujatan datang. Saat rakyat lapar. Saat keputusan yang dia ambil membuatmu ikut dibenci.”

Lana menatap lurus. “Aku siap untuk itu. Tapi... apakah mereka siap menerimaku?”

“Belum tentu,” jawab Raveena jujur. “Tapi cinta yang dilandasi rasa cukup... akan memberi kekuatan melampaui keraguan.”

---

Setelah sesi itu, Lana berjalan sendiri menyusuri tepi danau. Ia membawa buku pemberian Raveena — buku tentang sejarah perempuan-perempuan tangguh di balik raja-raja besar. Beberapa tak pernah disebut di catatan sejarah. Tapi mereka ada. Menjadi fondasi yang diam, tapi kokoh.

Lana tersenyum kecil. Untuk pertama kalinya, ia tidak ingin jadi tokoh utama dalam cerita siapa pun. Ia hanya ingin menjadi alasan cerita itu tidak runtuh.

---

Malam itu, ia menulis:

> “Jika aku harus menjadi tembok dalam badai, maka aku ingin menjadi tembok yang tidak retak — bukan karena kekuatan, tapi karena keyakinan bahwa aku dibangun oleh cinta yang tidak dipaksakan.”

---

Sementara itu, jauh di istana, Aryan duduk dalam pertemuan Dewan kecil. Ratu Dowager menyampaikan perkembangan diplomasi dengan kerajaan Valer — sebagian berhasil, sebagian belum.

“Apa yang kau akan lakukan, Aryan?” tanya sang Ratu. “Kalensa mulai didekati oleh utusan dari kerajaan lain.”

Aryan menatap lurus. “Aku tidak berniat menghalanginya. Tapi aku juga tidak akan melepaskan cinta yang kupilih — hanya karena istana takut pada perubahan.”

Ratu Dowager tersenyum samar. “Mungkin kau memang sudah menjadi raja. Tapi pertanyaannya… apakah rakyat siap menerima raja seperti dirimu?”

Aryan menatap keluar jendela.

> “Jika tidak sekarang, maka aku akan membuat mereka siap. Karena aku tidak berjuang untuk masa lalu — aku berjuang untuk masa depan. Dan di masa depan itu, Lana ada.”

To Be Continued...