Fajar menyelimuti istana Victoria dengan kabut tipis. Namun suasana di dalam tak senyap—hari ini adalah hari penentuan.
Para anggota Dewan akan berkumpul. Ratu Dowager akan memimpin rapat terbuka, dan rakyat yang terpilih—baik dari desa maupun kota—diperkenankan hadir sebagai saksi.
Raja belum resmi. Tapi pewaris takhta... akan segera ditentukan jalannya.
---
Di kamar tamu istana, Lana berdiri di depan cermin. Gaun birunya sederhana, dan rambutnya dikepang ke belakang seperti biasa. Tapi kali ini, matanya tidak lagi ragu.
Ratu Dowager datang tanpa diundang, diam-diam masuk ke dalam ruangan.
Lana menoleh. Mereka bertatapan lama.
“Aku pernah membenci perempuan sepertimu,” ujar sang Ratu tiba-tiba.
Lana tetap tenang. “Kenapa?”
“Karena aku dulu seperti itu. Tapi aku menyerah pada dunia yang bilang aku harus tunduk. Lalu aku melihat kau berdiri… dengan cara yang kuinginkan dulu, tapi tak pernah kulakukan.”
Ratu mendekat, menatap Lana dari dekat.
“Jika kau berdiri di samping Aryan, dan dia naik takhta… maka seluruh kerajaan akan berubah.”
Lana menatap lurus. “Jika perubahan itu membawa kebaikan, bukankah itu berarti kita sudah menunggu terlalu lama untuk melakukannya?”
Ratu tersenyum kecil. “Kau tidak pernah belajar diplomasi, tapi bicaramu menusuk seperti pedang.”
“Karena aku tidak punya pedang, Yang Mulia. Aku hanya punya kejujuran.”
---
Di ruang rapat agung, suasana penuh ketegangan.
Aryan duduk di tengah aula bersama Ratu dan para anggota Dewan. Lana hadir di kursi kehormatan, tidak jauh dari Kalensa yang duduk tenang sebagai wakil kerajaan tetangga.
Ratu Dowager membuka suara.
“Hari ini, kita bukan hanya meresmikan Raja. Kita juga memilih… seperti apa kerajaan Victoria akan dilihat oleh masa depan.”
Salah satu anggota Dewan bangkit. “Kami menghormati Raja Aryan. Tapi kami tidak bisa mendukung pernikahan yang merendahkan derajat istana.”
Aryan berdiri. “Apakah derajat istana hanya diukur dari silsilah? Bukan dari siapa yang berani berdiri di samping kebenaran?”
Anggota lain bangkit. “Tapi rakyat butuh panutan! Bukan romansa dari desa.”
Ratu Dowager mengetuk tongkatnya. “Tenang.”
Lalu ia berdiri.
“Saya, sebagai ratu, ingin memberikan suara terakhir. Dan suara saya adalah…”
Seluruh ruangan menahan napas.
Ratu menoleh pada Lana. Tatapan mereka bertaut.
“…aku memilih Aryan, dan aku menerima Lana. Karena ia telah menunjukkan bahwa cinta sejati tidak memohon tempat — ia membuktikan dirinya layak untuk berdiri.”
Suara gemuruh di ruangan. Beberapa bersorak, sebagian masih terkejut.
Tapi ketika Kalensa berdiri dan berkata, “Aku, Kalensa dari Valer, mendukung keputusan ini,” maka suara-suara itu mulai luluh.
Satu per satu anggota Dewan mulai angkat tangan, menyetujui.
Dan akhirnya… mayoritas pun setuju.
---
Setelah pertemuan usai, Aryan dan Lana berdiri di balkon istana, memandang rakyat dari atas. Matahari mulai naik—dan cahaya mentari jatuh tepat di wajah mereka.
“Apa kau yakin dengan semua ini?” tanya Lana.
Aryan menatapnya. “Tidak. Tapi aku yakin padamu.”
Lana tersenyum, dan saat itu, teriakan rakyat menyebut nama mereka.
Untuk pertama kalinya, bukan karena drama, bukan karena gelar.
Tapi karena cinta mereka akhirnya diterima.
> Dan di bawah mentari yang sama, tempat pertama kali mereka bertemu,
kini mereka berdiri… sebagai pasangan yang mengubah kerajaan,
bukan dengan perang, tapi dengan keyakinan bahwa cinta bisa menaklukkan segalanya.
To Be Continued...