Bab 26, Kembali ke Aurenya

Langit pagi di desa Aurenya tak banyak berubah.

Masih ada embun di rerumputan, bau tanah basah yang menenangkan, dan tawa anak-anak yang berlarian di tepi ladang. Tapi satu hal berbeda pagi ini:

Bendera kerajaan berkibar di depan balai desa.

Bukan karena desa ini diserbu. Tapi karena desa ini, untuk pertama kalinya, menjadi tuan rumah suara rakyat.

---

Aryan menuruni kereta kuda kerajaan tanpa pengawalan berlapis. Di belakangnya, Lana berjalan perlahan, mengenakan pakaian sederhana—gaun abu lembut seperti debu tanah yang dikenalnya dulu. Kalensa dan beberapa anggota Dewan Muda turut hadir, bersama rakyat desa yang telah berkumpul sejak subuh.

Wajah-wajah mereka penuh rasa penasaran. Ada yang cemas, ada yang senang, ada pula yang curiga. Tapi satu hal pasti: mereka tak pernah melihat seorang raja datang tanpa takhta.

---

Di dalam balai, kursi-kursi kayu telah disusun melingkar. Tak ada panggung tinggi. Tak ada pelayan. Hanya lingkaran tempat berbicara dan mendengar.

“Forum ini bukan tempat memerintah,” ucap Aryan. “Tapi tempat mendengar. Dan aku datang untuk belajar dari kalian.”

Seorang petani tua berdiri pertama.

“Kami tak butuh janji, Yang Mulia. Kami sudah terlalu sering diberi janji dan lupa bagaimana rasanya percaya.”

Aryan mengangguk. “Maka aku tidak datang membawa janji. Aku datang membawa ruang. Untuk bicara, menolak, dan menuntut.”

Seorang pemuda berdiri. “Jika kami benar-benar boleh menuntut, maka turunkan pajak panen. Kami bekerja keras, tapi hasilnya masih dipotong untuk keluarga bangsawan yang tak pernah menengok ke sini.”

Lana mengangkat suara. “Aku tahu rasanya. Dulu aku juga berdiri di ladang. Dan kau benar, tidak seharusnya kerja keras dibayar dengan sisa yang tidak layak.”

Forum pun mulai terbuka. Satu per satu, rakyat bicara. Tentang sekolah, tentang harga pupuk, tentang pernikahan paksa, bahkan tentang betapa selama ini mereka tak pernah merasa punya suara.

Dan untuk pertama kalinya, seorang raja tidak menyela. Ia mendengar.

---

Tapi di sudut ruangan, berdiri seorang pria muda. Bajunya sederhana, wajahnya tenang, tapi matanya tajam: utusan dari Perhimpunan Dalam Bayangan. Namanya Darel.

Ketika forum mulai mereda, Darel berdiri.

“Aku senang raja datang. Tapi aku bertanya—mengapa semua ini baru terjadi sekarang? Mengapa hanya saat beliau jatuh cinta pada gadis desa, tiba-tiba kami jadi penting?”

Ruangan mendadak hening.

Aryan memandangnya. “Itu pertanyaan yang adil.”

Darel lanjut, “Bagaimana kami bisa percaya bahwa ini bukan sekadar drama cinta kerajaan? Bahwa ratu masa depan kami… bukan hanya alat lembut untuk mengikat kami?”

Lana berdiri. Pandangannya tak gentar.

> “Aku tidak datang untuk diangkat jadi lambang.

Aku datang karena aku berasal dari kalian.

Dan aku tidak akan membiarkan kisahku dijadikan alat untuk membungkam kalian.”

“Aku tidak punya darah bangsawan. Tapi aku punya luka yang sama. Dan dari luka itu, aku memilih untuk berdiri—tidak untuk mengatur… tapi untuk menuntut bersama.”

---

Kalensa berdiri perlahan.

“Kita semua bisa bertanya. Tapi jangan biarkan pertanyaan kita berubah jadi batu. Karena jika batu dilempar ke ruang dialog… maka kita akan kembali ke ruang sunyi tempat rakyat hanya bisa mendengar perintah.”

Darel diam. Ia tak berkata apa-apa lagi. Tapi matanya mencatat: Lana terlalu kuat untuk dibungkam hanya dengan tuduhan.

---

Forum ditutup menjelang senja. Saat Aryan melangkah keluar, seorang gadis kecil menarik jubahnya.

“Apakah sekarang suara kami… benar-benar bisa masuk ke telinga kerajaan?”

Aryan berlutut. “Jika tidak, maka aku tak layak jadi raja. Dan jika kau merasa belum didengar… datanglah lagi. Bicaralah lagi. Bahkan jika aku tak hadir, biarkan forum ini tetap hidup.”

Gadis kecil itu tersenyum malu. “Namaku Zara.”

Aryan tersenyum. “Maka biarkan sejarah mencatat bahwa pada hari ini, seorang gadis bernama Zara menjadi awal dari suara rakyat yang tak lagi sunyi.”

> Dan di desa yang dulu hanya latar bagi cinta diam-diam,

kini tumbuh suara yang keras dan jujur.

Mereka yang dulu menanam padi,

kini mulai menanam perubahan.

To Be Continued...