Chapter 3: Lantai Tertinggi dan Dasar Yang Terendah

Chapter 3: Lantai Tertinggi dan Dasar yang Terendah

Cahaya putih menembus kelopak mata Seika. Ia perlahan membuka matanya, mendapati dirinya terbaring di sebuah ruangan rumah sakit. Atap putih polos menyambut pandangannya, dengan suara mesin pemantau detak jantung yang stabil.

"Ah, ini rumah sakit, ya?" gumam Seika lemah, sebelum terdengar suara pintu terbuka.

Arden masuk dengan wajah lega, membawa setangkai apel dalam kantong plastik. "Akhirnya kamu sadar juga. Kamu tidur dua hari, tahu?"

"Dua hari? Aku pikir cuma sebentar…"

"Setelah pertarungan itu, kamu langsung pingsan. Kami nyaris nggak sempat menangkapmu saat kamu jatuh dari armor itu."

Seika duduk perlahan. "Bagaimana dengan pasukan Destroyer?"

"Mereka mundur. Luka yang kamu berikan cukup dalam. Kami berhasil mengamankan wilayah."

Seika menarik napas lega. "Syukurlah."

Arden lalu meletakkan apel di meja samping. "Ngomong-ngomong, karena insiden itu, pihak Asosiasi Pahlawan ingin kamu bergabung."

"Hah? Aku kan nggak punya lisensi."

"Betul. Jadi kamu ditempatkan di kelas pemula, tingkat terendah. Tanpa lisensi, tanpa jalur akademi. Tingkat kayu, tanpa bintang."

"Wah, keren ya. Paling bawah."

"Tapi kamu punya hak akses sebagai anggota. Itu sudah cukup bagus, mengingat kamu nggak ikut jalur resmi."

---

Beberapa hari kemudian, Seika berdiri di depan gedung megah Asosiasi Pahlawan. Gedung itu memiliki sepuluh lantai, masing-masing berisi fasilitas pelatihan, laboratorium, ruang pertemuan, hingga kantin yang tersebar di beberapa lantai.

"Jadi ini sekolah pahlawan, ya? Besar juga."

Lantai pertama diperuntukkan bagi pemula seperti Seika. Lantai kedua hingga keempat diisi pahlawan tingkat kayu dan perunggu. Lantai kelima hingga ketujuh diisi oleh pahlawan perak dan emas. Lantai delapan hingga sepuluh adalah tempat elit dan para jenderal clan.

Setiap anggota dinilai berdasarkan sistem medali dan bintang.

Medali:

Perunggu: Anggota biasa dalam suatu clan.

Perak: Komandan dalam clan.

Emas: Pemimpin clan.

Bintang:

Tanpa bintang: Tingkat kayu.

1 Bintang: Perunggu.

2 Bintang: Perak.

3 Bintang: Emas.

4 Bintang: Platinum.

5 Bintang: Berlian.

6 Bintang: Adamantine.

Seika memulai karirnya dari bawah. Namun cobaan pertamanya bukan misi, melainkan… teman sekelas.

---

"Hey, lihat siapa yang datang. Si tanpa bintang!"

Seika baru saja masuk ruang kelas saat suara keras itu menggema. Enam orang berdiri dengan tangan terlipat, senyum sinis menghiasi wajah mereka.

Mereka adalah sekelompok pahlawan muda yang memiliki medali perunggu dan rata-rata sudah mencapai 1 hingga 2 bintang.

Nama-nama mereka: Ceyla, Drest, Marven, Orlan, Faye, dan Niko.

Ceyla, pemimpin kecil mereka, melipat tangan sambil mendekati Seika. "Kamu tahu, di sini bahkan pel janitor punya lebih banyak bintang dari kamu."

Seika tersenyum datar. "Wah, pel janitor keren juga ya."

"Jangan sok santai!" Drest menendang kaki meja Seika, membuat buku catatannya terjatuh.

Marven menertawakan itu. "Eh, jangan gitu. Nanti buku langkanya rusak. Siapa tahu dia ngoleksi buku 'Bagaimana Menjadi Pahlawan Tanpa Bintang'."

Faye menambahkan dengan nada mengejek. "Kayaknya buku kayak gitu nggak laku deh."

Orlan melemparkan bola kertas ke kepala Seika. "Eh, jangan sedih. Kalau kamu butuh tandatangan pahlawan bintang dua, aku bisa kasih, loh. Tapi kamu harus memintanya dengan merangkak, ya."

Niko, yang jarang bicara, hanya menatap Seika dengan pandangan merendahkan. "Kamu sih cuma numpang di sekolah ini."

Seika memungut bukunya perlahan. "Aku nggak masalah dicengin. Tapi, coba deh jangan ngerepotin bola kertas. Itu nggak salah apa-apa."

"Wah, ada yang mulai berani, nih," kata Ceyla, wajahnya sedikit kesal. "Kamu tahu diri aja, ya. Yang tanpa bintang kayak kamu, nggak pantas ikut pelatihan bareng kami."

"Kalau nggak pantas, kenapa Asosiasi nerima aku?"

"Karena kamu kebetulan di lokasi serangan. Cuma keberuntungan."

"Keberuntungan, ya? Semoga kamu juga beruntung pas nanti di lapangan."

Suasana memanas, namun instruktur keburu masuk ke dalam kelas. Enam orang itu berhenti mengganggu dan kembali ke tempat duduk mereka, tapi tatapan meremehkan mereka tetap menusuk Seika.

---

Hari-hari berikutnya, perlakuan mereka semakin menjadi-jadi. Kadang mereka menukar nomor locker Seika sehingga barang-barangnya dipindahkan diam-diam, mencoret namanya di daftar peserta pelatihan, atau menyembunyikan sepatu latihannya.

Pernah suatu kali, Ceyla dan Drest sengaja melemparkan cat biru ke seragam Seika saat di kantin, membuatnya menjadi bahan tawa seluruh ruangan.

"Wah, si tanpa bintang sekarang punya bintang biru di bajunya!" ejek Marven.

Orlan dan Niko kompak mengacungkan jempol dengan ekspresi mengejek. "Cocok tuh, warnanya."

Seika hanya mengusap noda di seragamnya sambil tersenyum tipis. "Eh, jadi keren juga ya, kayak desain limited edition."

"Dasar keras kepala!" gerutu Faye.

---

Meski diganggu terus-menerus, Seika tidak pernah membalas. Ia tetap menghadiri semua pelatihan, tetap mengikuti semua kelas dengan tenang. L-88 yang selalu terhubung dengannya sesekali memberi saran.

"Rekomendasi: Menyerang balik."

"Nggak perlu. Aku mau lihat seberapa jauh mereka mau main."

"Catatan: Kesabaran Anda terhitung di atas rata-rata."

"Kadang, biarin orang mikir mereka di atas itu lebih lucu."

L-88 diam sejenak, sebelum akhirnya memberikan notifikasi kecil. "Dicatat. Anda tampaknya menganggap konflik sosial sebagai hiburan."

"Tepat sekali."

---

Namun di balik senyumannya, Seika tahu ia harus membuktikan dirinya suatu hari nanti. Bahwa bukan medali, bukan bintang, dan bukan status yang menentukan siapa pahlawan sebenarnya.

"Kita lihat siapa yang akan tertawa paling akhir."

To be continued...

-Arc Awal Dari Segalanya Berakhir-

Thanks For Reading :)