Chapter 9 - Si Bintang Satu Yang Istimewa

Beberapa minggu setelah misi penyelamatan melawan Crystal Beast, kabar tentang Seika mulai menyebar luas di asosiasi. Bukan hanya karena kecepatannya yang nyaris melampaui logika, tapi juga karena ia berhasil menuntaskan misi solo yang bahkan tim pahlawan tingkat rendah nyaris gagal menyelesaikannya.

Suatu pagi yang cerah, Seika dipanggil ke aula utama. Kali ini bukan untuk menerima misi, melainkan untuk mengikuti upacara evaluasi peringkat.

Arden menatap Seika yang berdiri santai di hadapannya.

"Seika, setelah evaluasi ulang berdasarkan misi terakhirmu… kamu resmi naik dari tanpa bintang menjadi Bintang 1. Selamat.”

Seluruh aula bergemuruh oleh tepuk tangan. Bahkan para pahlawan tingkat rendah yang sebelumnya memandang remeh Seika kini menatapnya dengan campuran kagum dan heran.

Tiba-tiba, sosok yang familiar muncul di hadapan Seika. Mereka adalah enam orang yang dulu sering membully-nya.

Ceyla, Drest, Marven, Orlan, Faye, dan Niko

Ceyla : Dulu sering menjambak rambut Seika dan menyembunyikan peralatannya.

Marven: Spesialis menjatuhkan buku catatan Seika setiap hari.

Orlan: Suka menjelek-jelekkan Seika di depan umum dan menyebarkan rumor.

Faye: Pernah mencoret nama Seika dari daftar latihan kelompok.

Niko : Sering memanggil Seika dengan julukan ejekan seperti "tanpa bintang tak berguna."

Drest : Paling sering menertawakan Seika saat gagal dalam pelatihan praktis.

Mereka kini berdiri dengan wajah penuh penyesalan.

"Seika… bisakah kami bicara?" Lance maju dengan ekspresi sungkan.

Seika menatap mereka sebentar, lalu mengangguk kecil. "Oke. Kalau kalian mau minta maaf, aku dengar."

Ceyla menarik napas dalam. "Kami sadar kami dulu keterlaluan. Kami suka ngebully kamu… kami pikir kamu nggak akan pernah berkembang… tapi ternyata kami salah besar."

Drest menunduk. "Aku… aku nyesel udah ngejatuhin barang kamu tiap hari."

Marveb memelototi lantai, suaranya lirih. "Aku nyebarin gosip tentang kamu… dan sekarang aku malu sendiri."

Orlan berujar, "Aku ngehapus nama kamu dari latihan karena aku pikir kamu cuma buang-buang tempat…"

Faye menahan air mata. "Aku sering bilang kamu itu 'tanpa bintang bodoh'… tapi sekarang kamu malah jadi pahlawan hebat."

Niko, yang biasanya paling vokal, kini hampir tidak berani menatap mata Seika. "Aku… aku… nggak tahu harus ngomong apa. Aku terlalu sering ketawa saat kamu jatuh."

Keheningan melingkupi mereka. Mata-mata lain di aula memperhatikan dengan canggung.

Namun Seika hanya tersenyum kecil. "Oke, aku maafin kalian semua."

Mereka semua sontak mengangkat kepala, tampak tidak percaya.

"Serius? Kamu nggak marah?" tanya Melva, matanya masih berkaca-kaca.

"Marah? Yah, dulu sih sempat kesel, tapi sekarang aku sadar… Kalau aku tetap marah, aku nggak akan pernah maju. Lagipula, aku juga harus membuktikan kalau 'tanpa bintang' bukan berarti 'tanpa masa depan'."

Ceyla tersenyum lega. "Terima kasih, Seika…"

Drest menggaruk kepala, "Kalau suatu hari kamu butuh bantuan, bilang aja ya."

Seika hanya melambaikan tangan santai. "Santai, aku ini nggak pendendam."

Arden, yang sedari tadi memperhatikan, berjalan mendekat dan menepuk bahu Seika. "Kamu benar-benar sudah dewasa. Kalau semua orang kayak kamu, mungkin nggak bakal ada lagi yang di-bully."

"Yah, aku kan istimewa," jawab Seika sambil nyengir.

Tiba-tiba, dari kerumunan terdengar bisikan.

"Itu dia… pahlawan tanpa bintang yang sekarang jadi bintang satu."

"Iya, dia dijuluki ‘Si Bintang 1 yang Istimewa.’"

"Katanya meskipun baru bintang 1, kecepatannya udah ngelewatin beberapa pahlawan bintang 3."

"Dan kekuatan override-nya bisa ngalahin boss yang biasanya buat tim tingkat menengah."

Bisikan-bisikan itu semakin meluas, dan tanpa disadari Seika menjadi pusat perhatian.

"Eh, kenapa tiba-tiba jadi heboh gini?" gumamnya pelan.

L-88 menanggapi, "Popularitas Tuan meningkat 300% dalam waktu satu minggu. Julukan baru: Si Bintang 1 yang Istimewa."

"Kenapa harus pakai embel-embel 'istimewa' gitu sih? Malu tau."

"Tuan, secara statistik, Tuan memang memiliki performa yang tidak sesuai dengan standar bintang 1."

"…Tapi aku suka low profile, tau nggak?"

"Sayangnya, status Tuan sudah terlalu mencolok."

Seika akhirnya menertawakan situasinya sendiri. "Yasudah, mungkin aku memang terlalu keren buat bersembunyi."

Tak lama kemudian, Seika mendapat tawaran dari asosiasi: karena kenaikan peringkatnya, ia berhak atas gaji yang jauh lebih besar dan tunjangan perumahan. Ia pun memutuskan untuk membeli rumah sendiri.

"Seika, kamu yakin mau pindah dari asrama asosiasi?" tanya Arden.

"Yakin lah. Aku nggak mau terus-terusan numpang."

"Tapi kalau rumah kamu terlalu jauh, kamu bakal susah ambil misi, loh."

"Tenang, aku beli rumah yang dekat kok, cuma lima blok dari sini. Jadi aku bisa santai, tapi tetap siap kalau dipanggil."

Arden menghela napas lega. "Baiklah. Tapi jangan sampai kamu jadi malas, ya."

Seika tersenyum lebar. "Kalau soal itu, aku jago ngebagi waktu kok. Santai aja, Boss."

Setelah membeli rumah baru yang sederhana tapi nyaman, Seika menata hidupnya perlahan. Ia mulai terbiasa hidup sendiri, namun tetap sering mampir ke markas untuk latihan dan mengambil misi.

L-88 berkomentar, "Apakah Tuan bahagia dengan perkembangan ini?"

Seika memandang langit sore dari teras rumahnya. "Mungkin ini baru langkah awal, tapi aku suka. Aku nggak pengen jadi pahlawan sempurna. Aku cuma pengen jadi aku, dengan cara aku."

"Memproses… Catatan: Tuan adalah pahlawan dengan jalur unik."

Seika tertawa kecil. "Ya kan, aku si bintang satu yang istimewa."

To be continued...

-Arc Petualangan Pertama Seika Berakhir-

Thanks For Reading :)