Chapter 8 - Misi penentuan dan kawan baru

Sudah beberapa bulan berlalu sejak misi eksplorasi terakhir Seika. Selama waktu itu, dia terus melatih kemampuan override-nya, menguji batas fisik, dan berusaha memperpanjang durasi tempur. Kini, override mode-nya sudah stabil di 10 menit penuh, dan kecepatan barunya bahkan mampu meninggalkan jejak suara yang terdistorsi saat berlari.

Suatu pagi, Seika dipanggil ke ruang briefing oleh Arden.

“Kau sudah cukup kuat untuk naik peringkat,” ucap Arden sambil menatap layar hologram di depannya. “Selamat, Seika. Mulai hari ini, kau resmi naik ke Bintang 1.”

“Bintang 1, huh? Masih bau kencur,” komentar Seika sambil meregangkan bahunya.

“Tetap saja, kau sekarang dapat mengikuti misi yang sedikit lebih serius,” lanjut Arden. “Dan kebetulan, ada misi yang cocok untukmu.”

Arden menampilkan laporan misi di layar.

Target: Crystal Beast – Variant

Lokasi: Dungeon Riselia Timur – Lantai Ketiga

Status: Pahlawan tingkat rendah dalam bahaya. Memerlukan bantuan segera.

“Kelompok pahlawan pemula terkepung di lantai tiga. Mereka kesulitan melawan Crystal Beast, dan cadangan stamina mereka hampir habis.”

“Kenapa nggak kirim tim senior aja?”

“Karena semua tim senior sedang tersebar di berbagai sektor. Kau satu-satunya yang cukup dekat.”

Seika menghela napas. “Baiklah, jadi aku tim penyelamat darurat, ya?”

“Dan jangan ceroboh,” tambah Arden dengan nada tegas. “Aku nggak mau kau pingsan lagi seperti waktu itu.”

Seika tersenyum kecil. “Tenang, aku udah punya sepatu turbo dan sarung tangan perisai sekarang.”

“Serius, Seika. Jangan main-main.”

“Serius banget nih,” balas Seika sambil memberi salam setengah hati.

L-88 yang menempel di pundaknya langsung memproses rute tercepat. “Waktu tempuh menuju dungeon: empat menit.”

“Gas.”

---

Pertemuan dengan Tim Pemula

Setibanya di dungeon, Seika langsung meluncur ke lantai tiga dengan kecepatan tinggi. Di sana, ia menemukan empat orang pahlawan pemula yang sedang terkepung.

Keempatnya tampak panik, napas mereka memburu, dan stamina mereka jelas sudah di ambang batas.

Mereka adalah:

Riku: Pengguna kapak berat.

Nina: Penyihir pemula spesialis es.

Jace: Pemanah dengan akurasi lumayan.

Talia: Pengguna tombak dengan gaya bertahan.

Crystal Beast berdiri menjulang di depan mereka, tubuhnya dilapisi kristal biru yang memantulkan cahaya dari segala arah.

“Kulitnya terlalu keras!” seru Riku sambil menghantamkan kapaknya ke permukaan kristal yang bahkan tak meninggalkan goresan.

“Aku nggak bisa lagi casting mantra!” Nina terengah-engah.

“Anak-anak, waktunya istirahat. Kakak Seika dateng nih,” ujar Seika santai sambil berjalan masuk.

“Eh? Siapa kamu?!”

“Rank E, baru naik, by the way,” jawab Seika sambil tersenyum cuek.

“Tapi… tapi itu Crystal Beast! Kami nggak sanggup—”

“Tenang, aku bisa urus ini. Tapi tolong kalian jaga jarak, ya? Aku nggak janji pertarunganku bakal rapi.”

Keempat pahlawan itu akhirnya mundur perlahan, memberi ruang bagi Seika.

L-88 melaporkan, “Override Mode: Durasi maksimum 10 menit. Sinkronisasi optimal. Semua sistem siap.”

“Kalau begitu… langsung lancar gas meluncur ke depan!”

Override Mode aktif. Dalam sekejap, Seika menembak maju dengan kecepatan yang melampaui suara. Langkah kakinya memicu ledakan kecil di lantai, dan tubuhnya seperti bayangan biru yang melesat.

BOOM BOOM BOOM!

Tiga tembakan Pulse Shot menghantam titik-titik lemah di tubuh Crystal Beast secara beruntun, memecahkan sebagian kecil kristal pelindungnya.

“Tsk. Lapisan luarnya terlalu tebal.”

Crystal Beast mengayunkan ekornya dengan kecepatan tinggi, namun Seika sudah mengaktifkan Windbreaker Boots untuk berakselerasi lebih cepat, menghindari serangan itu dengan mudah.

“L-88, tunjukkan titik terlemahnya!”

“Titik lemah terdeteksi di area perut, terhalang oleh kristal tambahan. Saran: gunakan penetrasi ganda dari Blade Pulse dan Pulse Shot bersamaan.”

“Baiklah, mari kita coba.”

Seika mengaktifkan Blade Pulse: Spiral Fang dan menembakkan Pulse Shot secara simultan. Kombinasi dua energi itu menciptakan dorongan penetrasi yang akhirnya berhasil menembus lapisan luar kristal.

CRACK!

“Ternyata bisa juga, ya?” gumam Seika sambil tersenyum puas.

Namun Crystal Beast tidak tinggal diam. Ia melepaskan rentetan pecahan kristal tajam ke segala arah.

“Perisai, aktif!” Seika memanggil Twin Core Shield di kedua telapak tangannya, menahan sebagian besar pecahan yang meluncur ke arahnya.

“L-88, seberapa kuat daya dorong Pulse Kick sekarang?”

“Daya dorong meningkat sebesar 40% dibandingkan misi sebelumnya.”

“Kalau begitu, kita uji.”

Seika meluncur, mengitari Crystal Beast dengan kecepatan tinggi. Ia menggunakan Pulse Kick: Impact Nova, menghantam sisi tubuh Crystal Beast dan memecahkan lebih banyak lapisan kristal.

“Argh! Sedikit lagi!” serunya.

Crystal Beast mulai mengamuk, meluncurkan serangan bertubi-tubi. Seika terus menghindar, memanfaatkan agility barunya untuk mengelak dengan jarak sepersekian detik.

“Waktu tersisa: empat menit.”

“Cukup, aku selesaikan sekarang.”

Seika memusatkan seluruh energinya pada Blade Pulse: Final Horizon - Rapid Mode, versi yang lebih ringan dan cepat dari jurus pamungkasnya sebelumnya.

Ia meluncur, meninggalkan bayangan biru yang membelah dungeon, dan menghantam perut Crystal Beast dengan kecepatan tinggi.

BRRRRAAK!

Tubuh Crystal Beast retak dan akhirnya runtuh menjadi puing-puing kristal.

“Hah… akhirnya.”

Keempat pahlawan pemula itu terpaku, mulut mereka setengah terbuka. Mereka bahkan tak sempat berteriak atau bertepuk tangan.

“Eh, kalian nggak apa-apa?”

Nina akhirnya bicara, “K-kamu… kamu luar biasa.”

“Biasa aja kok. Aku juga sempat panik tadi.”

Setelah memastikan situasi aman, mereka semua keluar dari dungeon bersama.

---

Dimarahi Lagi

Setibanya di markas, Arden sudah menunggu di depan pintu dengan ekspresi gelap.

“SEIKA!” teriak Arden.

“Waduh, kena lagi nih,” gumam Seika sambil nyengir.

“Aku suruh kau bantu, bukan suruh kau solo boss!” omel Arden sambil mengetuk dahinya.

“Tapi kan berhasil,” balas Seika polos.

“Kalau sampai kau pingsan lagi, aku yang disalahkan kepala asosiasi!”

Seika mengangkat kedua tangannya, “Tenang, kali ini aku pulang dengan utuh.”

Arden menghela napas panjang, lalu berjalan pergi sambil menggerutu, “Dasar bocah bandel…”

Seika tersenyum kecil, lalu menatap ke langit.

“Yah, mungkin aku memang nggak suka diatur… tapi aku suka bertarung dengan caraku.”

To be continued...

---