"SEIKA!"
Suara Drest bergema keras di tengah getaran dungeon yang semakin panas.
Seika berdiri terhuyung, napasnya memburu. Tanpa Override, tubuhnya terasa seperti lumpuh sebagian. Setiap gerakan jadi berat, seolah beban di tubuhnya bertambah puluhan kilogram.
"Aku kehabisan waktu… Tapi pertarungan ini belum selesai."
Ancient Blaze Dragon menatap Seika dengan senyum mengerikan. "Habis sudah. Tanpa kecepatan itu, kau hanya seekor semut."
Naga itu mengangkat cakarnya, bersiap melayangkan serangan terakhir.
Tiba-tiba, Drest berlari maju. "Kau nggak sendirian, bodoh!"
Dengan kecepatan terbaiknya, Drest melemparkan tombaknya, menabrak sisi kepala naga. Meskipun tidak melukai serius, cukup membuat naga itu terganggu.
"Orlan! Sekarang!"
Orlan mengayunkan tongkat sihirnya, menciptakan dinding es di sisi kanan naga, memaksa makhluk itu bergerak ke arah yang lebih sempit.
"Niko! Kirim batuannya!" seru Marven dari sisi lain.
Niko menembakkan paku-paku tanah tepat ke arah kaki naga, membatasi pergerakan sesaat. Faye tidak mau kalah, meluncurkan bola api yang meledak di dekat sayap naga, membuatnya sedikit terhuyung.
"SEIKA, SERANG SEKARANG!"
Teriakan mereka menggema serempak.
Seika menggertakkan gigi, menahan rasa sakit yang menjalar di ototnya. Ia tahu, ini satu-satunya kesempatan.
Meski tanpa Override, ia masih punya kemampuan dasar, dan lebih penting lagi—ia punya tim.
"Aku tidak akan jatuh di sini."
Dengan sisa tenaganya, Seika melesat, tak secepat biasanya, tapi cukup untuk menembus celah sempit yang telah disiapkan teman-temannya.
Blade Pulse: Direct Impact!
Ia menghantam bagian luka di leher naga yang sebelumnya telah ia gores. Serangannya menembus, cukup dalam untuk melumpuhkan makhluk itu.
"ARGHHH!"
Naga itu meraung kesakitan, api di tubuhnya mulai meredup, dan tubuh raksasanya perlahan roboh, menciptakan gemuruh hebat yang mengguncang lantai dungeon.
Seika terjatuh berlutut, napasnya memburu. "Kita… berhasil…"
Teman-temannya segera berlari menghampirinya.
"Kau gila, Seika!" Faye menepuk bahunya.
"Kalau bukan karena kita, kau pasti udah jadi arang!" Marven ikut menegur sambil tertawa.
Seika tersenyum lelah. "Yah, makanya aku nggak bilang ini pertarungan satu orang."
Mereka semua tertawa kecil, lega setelah pertarungan panjang itu berakhir.
Tiba-tiba, suara dalam yang sama seperti sebelumnya menggema lagi di seluruh dungeon.
"Mengonfirmasi : Dunia Menerima Keberadaan Kalian."
"Eh? Apa maksudnya itu?" tanya Niko, bingung.
Seketika, kabut putih muncul di sekitar mereka. Kabut itu perlahan semakin tebal, menelan seluruh ruangan. Mereka tidak sempat bergerak atau melarikan diri—kabut itu terlalu cepat.
"L-88, apa ini?!" seru Seika panik.
"Transfer spasial mendadak! Analisis: dunia sedang memindahkan kalian ke lokasi baru."
"Jangan-jangan…"
Dalam hitungan detik, seluruh tubuh mereka seakan jatuh, sama seperti ketika mereka terhisap ke dalam portal pertama. Sensasi familiar dari perjalanan antardimensi kembali menghantam tubuh mereka.
Lalu, tanpa peringatan, mereka mendarat dengan keras di sebuah jalanan berbatu.
"Ow… punggungku…" keluh Drest.
Seika perlahan bangkit. Ia menatap sekeliling, matanya membulat.
Bangunan-bangunan tua menjulang di sisi kiri dan kanan. Jalanan dipenuhi batu-batu bundar yang disusun rapi. Lampu-lampu gantung berwarna kuning redup menggantung di sepanjang jalan, dan udara di tempat ini terasa… seperti masa lalu.
"Ini… kota?" gumam Faye.
"Tapi kenapa… kayak kota kuno?" tambah Orlan, menatap sebuah menara jam tua di kejauhan.
L-88 memberikan laporan. "Deteksi lokasi: Tidak tercatat dalam database. Arsitektur mirip era kuno, namun terdapat anomali waktu di sekitar area ini."
Seika menatap kabut yang perlahan memudar. "Sepertinya… petualangan kita belum selesai."
To be continued...