Persia, 1357

Jauh di Persia, Xiao Zhao sedang berlatih di tengah malam bersama ibunya, Tajkis, di pelataran tempat kediaman mereka yg luas, di puncak tebing tinggi.

Qian Kun Da Nuo Yi memang hanya diajarkan kepada Yang Xiao oleh Yang Dingtian, karena diam-diam, Yang Dingtian beranggapan hanya Yang Xiao yang cukup layak menjadi calon penggantinya.

Tetapi, di luar dugaan, Xiao Zhao kemudian berhasil mendapatkan seluruh isi kitab itu di terowongan rahasia Ming Jiao, bersama Zhang Wuji. Dua tahun ini dihabiskannya untuk mempelajari rangkaian ilmu ini. Ia sangat beruntung, dalam dua tahun ini is telah mencapai tahap keempat, menyamai Yang Dingtian sendiri, berarti telah jauh melampaui Yang Xiao.

Baik Xiao Zhao maupun Tajkis tahu pasti, tak seorang pun dari mereka sanggup melampaui Zhang Wuji. Bakat alamiah Zhang Wuji sungguh-sungguh tak tertandingi.

Kecepatan Tajkis, yang dulu sempat dikenal luas sebagai Jinhua Popo, sedikit pun tak berkurang. Tentu saja, Jinhua Popo yang dulu sangat berbeda dengan Tajkis yang sekarang. Kini Tajkis tak lagi mengenaian topeng kulit untuk menyamarkan dirinya menjadi seorang nenek tua, wajah cantiknya tampak nyata, seolah tak terusik usia. Di atas empat puluh Lima tahun, penampilan Tajkis sangat istimewa. Rambut hitamnya yang berombak berkibar tertiup angin, lekuk-lekuk tubuhnya yang tanpa celah itu seolah tak termakan waktu, ramping dan anggun, dibalut jubah ungu yang menjadi curi khasnya. Serangan-serangannya penuh tenaga, langkah kakinya seringan bulu ayam, di bibirnya tersungging senyum samar, ketika meladeni Qian Kun Da Nuo Yi putrinya.

"Awas, aku akan berubah menjadi hantu di belakangmu," serunya, mendadak bergerak melingkar, mencari celah memasuki pertahanan Xiao Zhao. Ia tahu, sebenarnya saat ini ia sendiri sudah tidak sanggup mengungguli putrinya.

Selama beberapa tahun ini mereka berdua dengan tekun mempelajari seluk-beluk Qian Kun Da Nuo Yi, dan karena bakatnya, saat ini Tajkis sudah mencapai tingkat yang sama seperti Yang Xiao.

Tetapi tampak jelas bahwa Tajkis hanya bisa mengimbangi Xiao Zhao karena pengalamannya yang jauh lebih banyak di dunia persilatan, dan juga dasar-dasar kungfunya yang jauh lebih kuat. Ia terus menerus terdesak karena tenaga yang dipakainya selalu berbalik melawan dirinya sendiri. Semakin besar tenaga yang digunakannya, semakin kuat gelombang tenaga yang berbalik ke arahnya.

Setelah bergebrak lebih dari lima ratus jurus, tiba-tiba Xiao Zhao maju selangkah dan mendadak duduk di atas sebuah batu, lalu mencekal betis Tajkis. Gerakan yang sangat aneh itu mengejutkan Tajkis. Ini adalah sebuah jurus yang dahsyat, yang tercatat di dalam Shen Huo Ling. Tajkis memang pernah membacanya, tetapi ia sama sekali tidak berani mencoba mempraktekkannya. 

Begitu Xiao Zhao berhasil mencekal betis ibunya, ia lalu menggunakan kesepuluh jarinya untuk menotok secara berturut-turut titik Zhong Dou dan Zhu Bin, dengan menggunakan ilmu totokan dari Zhongyuan. Teknik ini dipelajarinya setelah melihat cara Zhang Wuji bertarung melawan salah seorang dari Raja Ming Jiao Persia sebelumnya. Tajkis menjerit tertahan ketika tangan kirinya berhasil dicekal oleh putrinya. Ia tidak bisa berkutik dan kalah total, tetapi ia tidak marah.

Tajkis tertawa terbahak-bahak sambil berkata, "Luar biasa! Kau sekarang sudah menguasai kungfu Shen Huoling!"

Sambil tersenyum, Xiao Zhao melepaskan tangan ibunya, lalu mengurut betisnya untuk membebaskan totokannya di kedua titik itu. "Ma, semua ini tentu saja tidak akan bisa kucapai tanpa bantuan Mama dan Zhang Gongzi."

Mendengar Xiao Zhao menyebutkan nama Zhang Wuji, Tajkis berkata, "Kau sampai sekarang masih juga memikirkan dia?"

Xiao Zhao tampak mencoba menahan diri, tetapi tetap berkata dengan agak ketus, "Mama sendiri juga sering memikirkan Papa, mengapa aku tidak boleh memikirkan Zhang Gongzi? Toh orangnya tidak ada di sini."

Tajkis terdiam. Ia memang tidak bisa menyalahkan Xiao Zhao. Buktinya ia akhirnya juga menikah, dan kemudian Xiao Zhao lahir. Tetapi itu semua membuatnya harus hidup dalam pelarian, dan akhirnya toh mereka tetap tidak bisa melawan ketika para utusan Ming Jiao Persia datang, karena itulah mereka sekarang ada di sini. Ia berkata dengan hati-hati, "Lalu apa yang akan kau lakukan? Kalian toh tidak akan bisa menikah."

Xiao Zhao mendecakkan lidah dengan kesal, lalu berkata, "Mama, sejak awal kita tiba di sini, aku setengah mati berusaha menemukan peraturan yang menyebutkan bahwa ketua Ming Jiao haruslah seorang perempuan, dan bahkan seorang perawan. Tetapi ketua Ming Jiao yang pertama, yaitu pendiri Ming Jiao sendiri — Mani — ternyata laki-laki!"

"Itu ribuan tahun yang lalu," kata ibunya. "Sekarang ini lain."

Xiao Zhao tidak mau kalah. "Sejak kapan menjadi lain? Kelihatannya sepanjang sejarah yang Mama tulis itu, juga selalu menyebutkan nama ketua Ming Jiao adalah nama laki-laki! Menurutku, ini hanya cara orang-orang Ming Jiao untuk mengamankan diri dari kejaran pemerintah. Karena kalau ketua mereka perempuan, maka kita akan dianggap tidak membahayakan, dan tidak akan ditentang. Sebaliknya, jika laki-laki, maka kita bisa dipandang ingin melawan dan menggulingkan pemerintah."

"Kau punya buktinya?" tanya ibunya.

"Saat ini aku belum bisa membuktikannya," kata Xiao Zhao. "Tapi pasti akan kutemukan caranya."

Tajkis tidak mengatakan apa-apa. Ia memandang ke kejauhan sambil melamun. Kediaman mereka yang mirip istana ini terletak di puncak tebing yang sangat tinggi. Dari sini mereka bisa memandang ke segala arah dan melihat perbukitan yang luas dan panjang. Ia merenungkan kata-kata putrinya, dan merasa hal itu cukup masuk akal.

Xiao Zhao melanjutkan, "Kalau membaca ajaran Ming Jiao, meskipun tidak ada aturan resmi yang melarang orang untuk kawin, tapi mereka beranggapan bahwa hubungan seksual adalah salah. Padahal Ming Jiao selalu berusaha menarik semua orang untuk menjadi pengikut. Jika itu terlaksana, bukankah dalam sekejap umat manusia di muka bumi ini akan lenyap? Siapa yang akan melanjutkan keturunan?"

Tajkis mulai marah. Ia berkata, "Maksudmu, kau ingin melawan aturan Ming Jiao?"

Muka Xiao Zhao melembut. Ia tidak ingin bersitegang dengan ibunya. Ia mengambil sebuah cangkir, lalu menuangkan anggur manis Persia, dan menyodorkannya kepada Tajkis sambil berkata dengan manis, "Mama, aku tentu tidak ingin melawan aturan Ming Jiao. Aku hanya ingin lebih memahaminya, dan meluruskannya kembali untuk kebaikan semua orang."

Tajkis meneguk anggur yang disodorkan putrinya pelan-pelan sambil berpikir. Setelah tetes terakhir ia baru sadar. "Bocah tengik!" pikirnya. Dengan minum anggur ini tanpa sadar ia sudah masuk jebakan. Ajaran Ming Jiao yang asli sebenarnya juga mengatakan bahwa minum anggur adalah perbuatan terkutuk. Ajaran itu akhirnya secara berangsur-angsur berubah menjadi *larangan* minum anggur, tetapi tidak diikuti dengan hukuman bagi orang yang melanggarnya. Dengan cara ini putrinya sedang memaksanya untuk menerima pemberontakannya terhadap larangan-larangan yang berlaku di Ming Jiao saat ini, dan sekaligus mau mengatakan bahwa larangan itu tidak seharusnya ada.

Xiao Zhao kembali memenuhi cangkir ibunya dengan anggur, dan membiarkan ibunya menikmati anggur itu dengan tenang. Beberapa menit kemudian barulah ia berkata dengan nada biasa, "Ma, kupikir pilihannya hanya ada dua."

"Pilihan apa?" tanya Tajkis.

Xiao Zhao menuangkan anggur bagi dirinya sendiri, lalu minum seteguk, dan berkata dengan tenang, "Yang pertama adalah, mereka mengembalikan posisi ketua Ming Jiao kembali kepada kaum laki-laki."

"Dan yang kedua?" tanya Tajkis lagi, agak mendesak, alisnya agak naik.

"Mereka harus mencabut larangan kawin bagi ketua Ming Jiao perempuan," kata Xiao Zhao dengan santai.

"Huh," dengus Tajkis. "Mengapa mereka harus mendengarkan anjuranmu?"

Xiao Zhao tidak buru-buru menjawab. Ia menghabiskan anggurnya, lalu memakai mantel bulunya kembali. Kemudian ia berkata dengan nada datar, "Karena *aku* adalah Ketua Ming Jiao. Saat itu kita tidak bisa melawan raja-raja itu, karena kungfu kita kalah. Selain itu mereka mengarahkan meriam ke kapal Zhang Gongzi, Xie Xun dan yang lain. Sekarang kita takut apa? Zhang Gongzi ada di Zhongyuan, dan kungfu kita sudah di atas mereka semua. Aku tidak percaya mereka berani menodong mukaku dengan moncong meriam, karena bukankah itu berarti mereka melawan Ketua Ming Jiao? Cepat atau lambat mereka akan harus mengikuti aturanku."

Ia berjalan masuk ke ruangan pribadinya dengan kepala tegak tanpa menunggu komentar Tajkis.

Tajkis menghela nafas panjang. Ia tak tahu sampai kapan ia sanggup menahan langkah-langkah putrinya yang dianggapnya terlalu berani. Kungfu mereka saat ini memang sudah di atas semua 'Raja' di Ming Jiao Persia. Tetapi jika Xiao Zhao memaksakan kehendaknya, kemungkinan besar raja-raja itu akan maju bersama-sama. Lalu bagaimana mereka akan mengatasinya?

Wudang, 1357

Tatkala keempatnya tiba di Perguruan Wudang, senja telah mulai membentangkan selimut emas di cakrawala. Dari kejauhan, terlihat Zhang Sanfeng baru saja menyelesaikan latihan pernapasan di tengah lapangan batu yang luas. Sosoknya berdiri tegak bagaikan puncak gunung, jubah abu-abunya berkibar ditiup angin lembah.

Melihat kedatangan mereka, wajah tua itu berseri-seri. Ia menyambut dengan langkah ringan namun mantap, seperti tak terjamah usia.

Keempat orang itu segera berlutut dan memberi hormat, menyebut nama besar sang pendiri perguruan dengan penuh rasa hormat.

“Kedua nona ini tampak jauh lebih segar,” kata Zhang Sanfeng sambil memandangi mereka dengan mata yang tajam namun penuh kasih. “Tanpa perlu menguji kalian, Tai Shifu tahu kungfu kalian telah melonjak jauh. Bagus… bagus sekali.”

Zhou Zhiruo memang tampak bercahaya. Jika sebelumnya ada kabut gelap yang menyelubungi hatinya, kini seluruh beban itu seolah telah luruh, menyisakan pancaran ketenangan. Sementara Zhao Min, di puncak usia remajanya yang lima belas tahun, tubuhnya tumbuh menjadi tinggi, otot-ototnya padat dan lentur, gerak-geriknya cekatan laksana kijang di padang.

“Kami berdua takkan melupakan budi luhur dan petuah Zhang Zhenren,” ujar mereka serempak, masih berlutut.

“Ah, mengapa kalian berdua masih saja menyebut Taois tua ini Zhang Zhenren?” gumamnya sambil terkekeh, lalu berbalik memimpin mereka menuju pendopo.

Begitu duduk, Zhang Sanfeng meminta sepoci teh dari salah seorang murid Yu Daiyuan. Ia mempersilakan keempatnya duduk bersila di hadapannya, lalu mendengarkan dengan tenang kisah mereka tentang berbagai peristiwa yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir.

Ketika mendengar kemenangan pihak Xu Shouhui, ia mengangguk puas. Namun keningnya berkerut saat mendengar kelicikan para jenderal, perpecahan dalam tubuh Ming Jiao, dan kabar dari Selatan. Ia memejamkan mata, tenggelam dalam perenungan panjang. Tak seorang pun berani mengganggu. Kadang-kadang ia membuka matanya untuk mengamati ketiga anak muda itu bergantian, tanpa mengatakan sesuatu, lalu kembali memejamkan matanya, tenggelam dalam meditasi.

Ketika teh datang, barulah ia membuka mata. Ia menuangkan teh ke dalam cawan mereka satu per satu, lalu mengangkat cangkirnya dan tersenyum.

“Wuji,” ujarnya pada sang cucu murid, “sebentar lagi akan diadakan upacara pemberkatan untuk anak pertama dari pamanmu, Yin Liting. Kupikir, ini saat yang tepat untuk mengundang para tokoh Jianghu. Mereka datang bukan hanya untuk memberi selamat…”

Zhou Zhiruo, Zhao Min, dan Yu Lianzhou saling memandang, bingung.

“Tetapi juga untuk menyaksikan satu peristiwa besar lainnya,” lanjut Zhang Sanfeng.

Yu Lianzhou mengernyit. “Shifu, peristiwa apa itu?”

Zhang Sanfeng tersenyum tenang, tapi sorot matanya mengandung maksud dalam. “Pernikahan Wuji dengan kedua nona ini,” katanya.

Jawaban ini sama sekali di luar dugaan Zhang Wuji dan kedua gadis itu. Mereka bertiga tampak tersipu dan salah tingkah. Baru beberapa detik kemudian Zhang Wuji berkata, "Tai Shifu, ini... kelihatannya agak mendadak..."

"Ah, ini sama sekali tidak mendadak," kata Zhang Sanfeng. "Sebelumnya kau sudah sempat menikah dengan Zhiruo, meskipun upacara itu belum rampung. Dan saat itu nona kecil ini pastilah dianggap sebagai pengacau oleh banyak orang, padahal yang kulihat sekarang dia sama sekali bukan pengacau. Biarkan mereka melihat sendiri buktinya."

Zhang Wuji tampak masih ragu. Ia berkata lagi, "Tapi saat ini situasi sedang tidak menentu... Wuji tidak tahu apakah menikah dalam situasi seperti ini pantas dilakukan..."

Zhang Sanfeng mengangkat tangannya, tanda tak setuju. "Perang ini entah kapan usainya," katanya. "Tai Shifu sudah terlalu tua. Sebelumnya aku hanya ingin menguji apakah kalian bertiga bisa bekerja sama dengan baik, dan hasilnya ternyata sangat menggembirakan. Saat ini Tai Shifu hanya ingin menyingkirkan penghalang utama bagi kalian, dan sekaligus mengumumkan kepada semua pihak bahwa hubungan kalian ini pantas diresmikan. Kalau kalian masih menghargai orang tua ini, maka Tai Shifu sendirilah yang akan meresmikannya. Ini juga langkah penting untuk mendukung perjuanganmu kelak, seperti apa pun juga keputusan yang akan kau ambil selanjutnya."

Bagi Zhang Wuji, keputusan aneh kakek gurunya ini pasti akan menimbulkan reaksi keras dari banyak orang. Ia sendiri juga pernah membayangkan untuk menikahi empat wanita sekaligus ketika di Pulau Ular, seperti yang dianjurkan Xie Xun, meskipun tampaknya bercanda. Tetapi selain usianya masih lima belas tahun, saat ini Zhao Min terang-terangan diketahui semua orang sebagai putri Chaghan Temur, bagaimana ia akan menjawab mereka mengenai hal ini? Jika hanya orang dalam Ming Jiao, itu bukan masalah. Sedangkan Zhou Zhiruo, sebelum ini membunuh banyak orang ketika mereka di Shaolin, hal ini tampaknya belum dipertanggungjawabkannya di depan umum. Ia sungguh tak tahu apakah menikahi mereka berdua sekaligus di saat seperti ini adalah ide yang baik.

Sebagai pimpinan Perguruan Wudang saat itu, Yu Lianzhou mulai memahami jalan pikiran gurunya. Ia adalah pengamat politik yang baik, dan selama ini ia diam-diam selalu mengamati perkembangan politik juga dari sudut pandang lain, bukan hanya seperti yang disodorkan oleh pihak-pihak seperti Ming Jiao dan Hongjin Qiyi. Dalam hati ia merasa, seandainya saja keponakannya ini punya ambisi politik, dan *cukup ingin* menjadi kaisar, barangkali masalah yang ada sekarang ini akan bisa diselesaikan dengan lebih sederhana. Tetapi sayangnya Zhang Wuji dalam hal ini justru mirip ayahnya, dan sama sekali tak punya keinginan untuk itu. Bahkan kalau bisa, ia juga tak ingin menjadi ketua Ming Jiao. Jabatan itu diterimanya hanya karena pada saat itu ia tak ingin menyaksikan Ming Jiao bertentangan dengan enam perguruan besar di Jianghu. Yu Lianzhou merasa, diam-diam gurunya masih menyimpan harapan bahwa jika suatu hari nanti Zhang Wuji memutuskan untuk menjadi kaisar, dan mereka memang berhasil menyatukan semua pihak yang saat ini bertikai, maka langkah yang baru disebutkan tadi menjadi sangat penting, karena kedua wanita muda ini akan bisa membantunya mengelola pemerintahan dengan lebih baik.

Saat itu ia melihat Zhang Sanfeng menatap Zhao Min dengan serius sambil bertanya, "Bagaimana, Nona Kecil? Kau tak mau menikah dengan cucuku ini?"

Tidak seperti biasanya, kali ini muka Zhao Min memerah. Ia hanya melirik sekilas ke arah Zhang Wuji tanpa menjawab. Setelah itu Zhang Sanfeng beralih kepada Zhou Zhiruo dan bertanya, "Dan bagaimana dengan kau sendiri? Apa sampai sekarang kau masih ragu karena gurumu tak menyukai cucu muridku ini?"

Muka Zhou Zhiruo merah padam, tetapi ia menundukkan kepalanya sambil menjawab dengan suara lirih, "Shifu sudah meninggal, begitu juga kedua orang tua Zhiruo. Saat ini Zhiruo hanya bisa menuruti nasihat Zhang Zhenren..." Suaranya gemetar, dan ia tidak melanjutkan kalimatnya.

Zhang Wuji sejak tadi sibuk memikirkan jawaban apa yang harus diberikannya, karena sebentar lagi kakek gurunya pasti akan melontarkan pertanyaan yang hampir sama kepadanya. Tetapi anehnya hal itu sama sekali tak terjadi. Ia hanya mendengar Zhang Sanfeng menepuk lututnya sendiri dengan gembira sambil berkata, "Bagus sekali!" Ia kemudian berkata kepada Yu Lianzhou, "Lianzhou, kau harus segera menyiapkan semua undangan yang diperlukan kepada banyak orang! Kita akan sangat sibuk, jadi kalian tak perlu mengantarkan sendiri. Utus saja murid-murid dari generasi ketiga untuk mengantarkan undangan. Kurasa kita juga harus memberitahu Fan Youshi dan Chang Yuchun bahwa mereka harus mewakili para orang tua kedua anak ini."

Ia berhenti sejenak, lalu memandang Zhao Min sambil berkata, "Kurasa untuk saat ini kita tak perlu mengundang ayah dan ibumu. Kalian bisa mengunjungi mereka setelah menikah, kalau keadaannya memang memungkinkan. Bagaimana menurutmu?"

Muka Zhao Min berubah cerah, rupanya sejak tadi hal inilah yang masih membuatnya ragu. Fan Yao sudah jelas adalah gurunya, dan sampai sekarang masih menyayanginya. Sedangkan Chang Yuchun yang dekat dengan Zhou Zhiruo memang sangat pantas mewakili keluarganya. Ia menjawab dengan mantap, "Xiao Nuzi menyerahkan keputusan kepada Zhang Zhenren."

Zhang Sanfeng menggerak-gerakkan tangannya sambil berkata, "Hei, mulai sekarang kalian berdua jangan lagi memanggilku Zhang Zhenren."

Mata Zhou Zhiruo dan Zhao Min berkaca-kaca. Mereka berlutut untuk memberi hormat kepada Zhang Sanfeng sambil menyapa serempak, "Tai Shifu!"

Ketika berita ini mulai disebarkan ke semua murid Wudang, mula-mula banyak orang bertanya-tanya. Tentu saja semua orang sudah tahu bahwa sebelumnya Zhang Wuji sempat menyelenggarakan pernikahan dengan Zhou Zhiruo di Haozhou, meskipun acara itu sendiri tak berlangsung dengan sempurna seperti yang diharapkan. Mereka hanya heran karena kali ini kedua wanita yang saat itu bertikai justru akan dinikahi oleh Zhang Wuji sekaligus, dan ini ternyata direstui oleh Zhang Sanfeng. Tetapi karena Zhang Sanfeng sendiri yang mengumumkannya, maka mereka tak berani bertanya lebih jauh. Yu Lianzhou telah mendiskusikan hal ini dengan saudara-saudaranya, dan mereka bisa menerima penjelasannya, mengingat dalam pertempuran di Shaolin ternyata Zhao Min tak mengambil sikap menentang pihak mereka.