💠 Bagian 3: Serangan dalam Sunyi
Lonceng malam ketiga berdentang… satu… dua… tiga kali.
Udara di kota Aurielle berubah.
Tidak lagi terasa seperti udara kota suci melainkan seperti napas dari sesuatu yang lama terkubur… dan kini terbangun.
Aku berjalan sendiri, menyusuri lorong batu menuju Gerbang Tertutup, tempat pertemuan rahasia yang dijanjikan dalam pesan biarawati itu. Leo dan Kara menungguku dalam formasi sihir pengawasan dua blok jauhnya, tapi ini… ini harus kulakukan sendiri.
Langkahku berhenti di bawah lengkungan gerbang.
Bayangan menyelimuti tempat itu, hanya diterangi satu lentera tua yang menggantung dan berayun pelan.
Lalu… terdengar suara langkah lain.
---
Dia muncul dari kegelapan.
Biarawati muda berjubah kelabu pudar. Wajahnya pucat, matanya merah karena kurang tidur.
"Namamu… Tatsumi," katanya lirih. "Yang menyembuhkan tanpa mantra. Tanpa rencana. Tanpa izin."
Aku tidak menjawab.
Dia menatapku dalam-dalam. "Kau tidak tahu… kekuatan macam apa yang hidup dalam tubuhmu, bukan?"
"Bukan itu yang ingin kutahu," kataku. "Aku ingin tahu… kenapa aku diawasi. Kenapa penyembuh dianggap berbahaya."
Ia terdiam, lalu membuka kalung di lehernya. Di balik salibnya, tersembunyi kristal kecil berwarna ungu tua. Kristal itu... hidup. Berkedip lembut seperti detak jantung.
"Ini... rekaman."
Ia menaruh kristal itu di tanganku. "Dengar baik-baik. Tapi jangan bicarakan ini pada siapa pun. Termasuk dua temanmu."
Aku ingin bertanya lebih, tapi tiba-tiba
> Sesuatu berdesing di udara.
Refleks, aku mendorong gadis itu ke tanah.
Sebuah panah hitam melesat dari atap!
Tidak seperti panah biasa panah itu menghilang di udara sebelum menyentuh batu, seolah terbuat dari sihir gelap yang menolak keberadaan.
"LARI!" teriak gadis itu.
Kami berlari ke lorong sempit, tapi jalanan berubah. Dinding batu bergeser... jebakan sihir!
Aku menggenggam kristal itu erat-erat.
Dari balik bayangan, muncul tiga sosok berjubah. Wajah mereka tertutup, tangan mereka melayang di udara.
> Necromancer.
---
Mereka menyerang dengan sihir penghisap energi. Salah satu dari mereka menargetku langsung, mencoba mengunci tubuhku dengan jaring cahaya hitam.
> Tapi aku sudah belajar...
Healing tidak hanya menyembuhkan luka.
Healing bisa memurnikan kegelapan.
Aku mengaktifkan sihir Pure Heal, bukan ke tubuhku tapi ke udara sekitarku.
Ledakan cahaya hijau memancar, mendorong mundur dua dari mereka. Tapi yang ketiga… tidak bergeming. Ia lebih kuat. Lebih dalam. Dan... ia tahu namaku.
> "Tatsumi…" bisiknya. "Kunci segel itu masih hidup rupanya."
Jantungku berdetak keras.
> Apa maksudnya… kunci segel?
---
Tiba-tiba, cahaya merah melesat dari belakangku.
Kara!
Dia datang bersama Leo, menyerang necromancer dari sisi kiri.
"Apa kau pikir aku akan membiarkanmu sendirian, bodoh?!" teriaknya.
Leo langsung menggambar runa sihir penjara. "Jangan biarkan mereka kabur!"
Dua dari necromancer berhasil lolos, tapi yang satu tertangkap. Sebelum tubuhnya memudar, ia berbisik:
> "Kau tidak akan bisa menyembuhkan semuanya, Tatsumi… karena luka ini... berasal dari dunia yang tak ingin disembuhkan."
---
Kami kembali ke penginapan dengan luka dan kecemasan.
Kristal di genggamanku masih berdetak. Tapi yang lebih kuat… adalah rasa takut yang mulai tumbuh.
> Jika mereka tahu aku adalah kunci…
Maka dunia ini bukan hanya butuh penyembuh.
Dunia ini akan segera pecah dan aku adalah retakan pertama.
---