"Ngomong-ngomong, Bolt," kata Hariel tiba-tiba, sambil menunjuk ke arah luar kedai dengan sendok karinya yang sudah bersih. "Itu kendaraan rongsokan super aneh yang di parkir di luar itu… itu punya kalian, kan? Bisa jalan tidak?"
Ekspresi bangga yang aneh langsung terukir di wajah Bolt. "Bukan sekadar bisa jalan, Kapten! Ayo, biar kami tunjukkan!"
Selesai dengan urusan perbaikan kedai, Hariel mengikuti kru barunya keluar. Di pinggir jalan, terparkir sebuah 'benda' yang membuatnya berhenti melangkah dan mengerjapkan mata.
Kata 'kendaraan' mungkin terlalu mewah.
Benda itu lebih mirip tumpukan barang rongsokan yang disatukan oleh tekad kuat dan mungkin... sedikit sihir.
Matanya menelusuri dasarnya yang terbuat dari gerobak kayu besar, lalu naik ke mesin uap tua berkarat yang terbatuk-batuk pelan, mengeluarkan bau oli dan batu bara yang samar. Ia terkekeh saat melihat roda-rodanya yang berbeda ukuran—satu dari kayu solid, yang lain dari logam penyok.
Namun, yang benar-benar membuatnya menyeringai lebar adalah hiasan di bagian depan: kepala boneka kayu menyeramkan dengan satu mata hilang, menatap kosong ke jalanan seolah menantang siapa pun yang berani menghalangi.
"Jadi... ini... 'transportasi' super canggih kalian?" tanya Hariel, mencoba menahan tawa.
Bolt justru menepuk sisi kendaraan yang langsung berderak protes. "Tentu saja! Perkenalkan, Kapten Hariel! Ini adalah mahakarya terbaik dari bengkel kami yang sudah tutup!"
Ia merentangkan tangannya dengan bangga. "Kami menyebutnya… 'The Rusty Bucket'!"
"'The Rusty Bucket'?" Hariel terkekeh. "Nama yang... sangat cocok."
"Kami merakitnya sendiri dari berbagai barang bekas dan rongsokan pilihan yang kami temukan di Junkyard Junction," jelas Grease, sambil mengelap tangannya yang terkena oli. "Mesin uapnya ini bekas salah satu pabrik tua di Gizmograd yang sudah tidak terpakai lagi karena terlalu sering meledak."
"Gizmograd?" Mata Hariel langsung berbinar penuh minat mendengar nama kota legendaris itu disebut lagi.
Kota teknologi. Pasti ada banyak petunjuk tentang Sky Ark di sana! Atau bahkan komponen langka untuk membuatnya! Siapa tahu Kakek pernah ke sana?
"Hei, Bolt!" kata Hariel tiba-tiba, sebuah ide terbentuk. "Menurutmu... 'The Rusty Bucket' yang perkasa ini bisa tidak ya membawa kita sampai ke Gizmograd?"
Bolt dan anggota kru lainnya saling berpandangan cemas.
"Ke Gizmograd, Kapten?" ulang Bolt, ragu. "Mungkin… bisa, kalau Dewi Keberuntungan sedang berbaik hati. Tapi, perjalanannya cukup jauh, dan… yah… 'The Rusty Bucket' ini, sejujurnya, tidak terlalu… bisa diandalkan. Kadang suka ngambek dan mogok seenaknya."
"Tidak masalah sama sekali! Justru itu tantangannya!" seru Hariel dengan antusiasme khasnya. "Lagipula, sekarang aku punya tim tukang kayu dan mekanik terhebat di dunia di sisiku! Kalau ada sedikit kerusakan, atau bannya copot satu, kalian pasti bisa memperbaikinya dengan mudah dan cepat, kan?"
Kepercayaan diri Hariel yang buta namun tulus itu menular, membangkitkan kembali harga diri mereka sebagai pengrajin.
"Baiklah, Kapten," kata Bolt akhirnya, senyum tulus tersungging di bibirnya. "Jika kau memang seberani itu untuk naik rongsokan kebanggaan kami ini, kami akan berusaha sekuat tenaga mengantarmu sampai ke Gizmograd."
"ITU BARU SEMANGAT! Ayo berangkat sekarang juga sebelum perutku lapar lagi!"
Hariel melompat naik ke atas bak terbuka, diikuti kru barunya. Bolt duduk di kursi kemudi, menarik beberapa tuas berkarat dan memutar engkol besar dengan sekuat tenaga.
Mesin uap tua itu terbatuk-batuk hebat, menyemburkan kepulan asap hitam pekat, sebelum akhirnya, dengan beberapa guncangan hebat, 'The Rusty Bucket' mulai bergerak maju.
"Hati-hati di jalan, ya, Nak Hariel!" teriak Bibi pemilik kedai dari ambang pintu, melambaikan tangan.
"Terima kasih banyak atas semuanya, Bibi! Makanan di sini nomor satu!" balas Hariel sambil balas melambai dengan semangat.
"The Rusty Bucket" melaju terseok-seok. Setiap gundukan membuatnya berguncang-guncang hebat.
"Wah… kendaraan ini… benar-benar… punya karakter yang… LUAR BIASA UNIK!" seru Hariel, berpegangan erat.
"Luar biasa reotnya maksudmu, Kapten?" gerutu Bolt dari kursi kemudi.
"Justru itu yang keren, Bolt!" balas Hariel dengan mata berbinar. "Coba bayangkan, kalau kita modifikasi sedikit saja! Pasang beberapa roket pendorong di belakang, mungkin sepasang sayap mekanik raksasa, atau yang lebih keren lagi, meriam plasma penghancur di depannya… 'The Rusty Bucket' ini bisa jadi legenda di tujuh langit!"
Kelima kru barunya hanya bisa mendengarkan dengan campuran antara pasrah dan geli.
"Ngomong-ngomong soal petualangan hebat," kata Hariel, mengubah topik, "Kalian semua pernah dengar tentang Zero Chaser?"
"Zero Chaser?" tanya Pipe, mengerutkan kening. "Itu semacam… nama makanan penutup baru yang super pedas, Kapten?"
Hariel tertawa terbahak-bahak. "Bukan, Pipe! Bukan makanan!"
"Zero Chaser itu… yah, mereka itu adalah para petualang sejati!" jelasnya, matanya berkilat penuh kekaguman. "Pemburu harta karun paling nekat, penjelajah langit paling berani!"
"Mereka berkeliling dunia, menantang bahaya, mempertaruhkan nyawa mereka untuk mencari artefak kuno super kuat," lanjutnya, nadanya menjadi lebih serius.
"Artefak seperti apa, Kapten?" tanya Wrench, rasa penasarannya terusik.
"Namanya Disk Relics," jawab Hariel. "Katanya sih, itu kepingan teknologi dari peradaban kuno yang punya kekuatan dahsyat!"
"Kedengarannya… berbahaya, tapi juga sangat menarik," komentar Griselda.
"Tentu saja! Dan untuk menjadi Zero Chaser yang sesungguhnya, kita membutuhkan satu hal yang paling penting dan paling keren!"
"Apa itu, Bos Hariel?" tanya Hammer, si bungsu, dengan mulut sedikit terbuka karena takjub.
"Sky Ark!" jawab Hariel, merentangkan tangannya lebar-lebar seolah memeluk langit. "Sebuah kapal terbang! Bahtera raksasa yang bisa membawa kita ke mana saja, melintasi lautan badai, menembus awan tebal, bahkan mungkin sampai ke ujung dunia!"
"Kau ini bicaranya seperti anak kecil yang baru saja dengar dongeng sebelum tidur saja," kekeh Bolt dari kursi kemudi. "Kapal terbang? Itu kan cuma ada di cerita-cerita legenda."
"Aku serius, Bolt! Seribu persen serius!" balas Hariel, tak tergoyahkan. "Aku yakin seyakin-yakinnya, Sky Ark itu benar-benar ada! Kakekku pernah cerita tentang mereka! Dan aku akan menemukannya, atau kalau tidak, kita akan membuatnya sendiri dari nol! Kalian kan jago-jago kayu dan mesin!"
Perjalanan mereka yang penuh guncangan itu berlanjut diiringi celotehan antusias Hariel.
Matahari mulai condong ke barat, mewarnai langit dengan gradasi jingga keemasan. Setelah beberapa jam, pemandangan di depan mereka mulai berubah drastis. Perbukitan hijau berganti dengan dataran tandus, dan di kejauhan… struktur-struktur aneh dan raksasa mulai tampak menjulang ke langit.
"Itu dia… kita sudah sampai," gumam Lumi dari dalam liontin, suaranya terdengar jelas di tengah deru mesin.
Hariel, yang sedang asyik menjelaskan teorinya tentang mesin Sky Ark pada Hammer, langsung mendongak.
Matanya membelalak tak percaya.
Di kejauhan, terbentang di hadapan mereka seperti sebuah mimpi futuristik, sebuah kota raksasa.
Bangunan-bangunan pencakar langit dari logam dan kaca menjulang begitu tinggi seolah ingin menusuk langit malam. Asap tebal berwarna-warni mengepul dari ratusan cerobong raksasa. Saat malam mulai turun, jutaan lampu mulai menyala, menciptakan lautan bintang buatan manusia. Suara dentuman logam serta desisan uap yang berirama terdengar samar-samar terbawa angin, menciptakan simfoni aneh khas kota industri.
"Gizmograd…" bisik Hariel, napasnya tercekat oleh rasa takjub.
---
Jauh di dalam salah satu gedung tertinggi di Gizmograd, di sebuah bengkel super canggih, seorang pemuda berambut perak platinum sedang berkutat dengan sebuah mesin rumit.
Ruangan itu penuh sesak dengan tumpukan komponen elektronik, kabel-kabel fiber optik, dan layar-layar holografik yang menampilkan rumus-rumus kompleks.
Pemuda itu mengenakan kacamata pelindung berteknologi tinggi di atas dahinya, memperlihatkan sepasang mata biru es yang tajam dan dingin. Tangannya yang bersarung tangan bergerak dengan presisi tinggi, menyesuaikan bagian-bagian mesin dengan kunci inggris sonik khusus. Wajahnya yang tampan terlihat sangat lelah, dengan lingkaran hitam tipis di bawah matanya.
"Sedikit lagi… prototipe ini akan sempurna…" gumamnya, suaranya serak karena kurang tidur.
Tiba-tiba, alarm berbunyi nyaring. Lampu-lampu merah darurat berkedip liar dan mesin di hadapannya mengeluarkan kepulan asap tebal berwarna ungu.
"SIAL!" umpat pemuda itu, emosinya meledak. Dia memukul panel mesin dengan frustrasi. "GAGAL LAGI! KENAPA SELALU GAGAL DI BAGIAN AKHIR?!"
Dia menghela napas kasar dan berjalan menuju jendela panorama bengkelnya.
Dari ketinggian, pandangannya secara tidak sengaja menangkap sebuah anomali—sebuah keanehan yang bergerak di jalanan utama menuju gerbang kota. Matanya yang biru es menyipit.
Konstruksi yang mustahil, gumamnya dalam hati, matanya memindai kendaraan rongsokan itu. Sasisnya terlalu berat untuk mesin uap tua bertekanan rendah itu. Perhitungan termodinamikanya… salah total.
Seharusnya benda itu bahkan tidak bisa bergerak satu sentimeter pun.
Tapi di bawah sana, benda rongsokan yang mustahil itu… bergerak terseok-seok mendekati gerbang.
Untuk pertama kalinya dalam beberapa jam, seulas senyum tipis yang tulus terukir di bibirnya. Bukan senyum arogan, melainkan senyum seorang pemecah teka-teki yang baru saja menemukan anomali yang menarik.
“Siapa orang-orang gila yang berhasil membuat kemustahilan itu berjalan?”
Dia menghela napas, dengan paksa menarik pandangannya dari teka-teki berjalan itu.
“Aku tidak punya waktu untuk mainan orang lain,” katanya dingin pada dirinya sendiri, seraya berbalik menatap prototipenya yang rusak. “Mainanku sendiri sedang menunggu untuk diperbaiki.”