Sang Gearsmith

Di kedalaman perut Gizmograd, jauh di bawah keramaian jalanan dan dengung mesin yang tak pernah berhenti, tersembunyi sebuah dunia yang sama sekali berbeda.

Ini bukanlah dunia yang dipenuhi cahaya gemerlap, melainkan dunia yang gelap, kotor, dan penuh dengan rahasia berkarat.

Lorong-lorong sempit yang terbuat dari batu bata tua dan panel logam basah membentang seperti sarang laba-laba raksasa. Uap panas yang berbau aneh terus-menerus mendesing dari pipa-pipa bocor di langit-langit, menciptakan kabut tebal yang membuat napas terasa berat.

Cahaya redup yang sakit-sakitan berasal dari lampu-lampu industrial yang berkedip-kedip tak menentu, seperti mata monster mekanik yang sedang mengawasi dalam kegelapan.

Ini adalah jantung kegelapan Gizmograd. Ini adalah markas The Gear Phantoms.

Di tengah-tengah kekacauan terorganisir itu, terdapat sebuah ruangan utama yang sangat besar, terlihat seperti katedral agung yang terbuat dari besi dan baja.

Di tengah ruangan, bukan sebuah altar suci yang berdiri, melainkan sebuah panggung logam. Di atasnya, di dalam sebuah kubah kaca tebal, berkilauan dalam cahaya redup berbagai pecahan kristal dengan warna yang berbeda-beda. Merah menyala, biru dingin, hijau beracun, dan ungu laksana langit penuh badai.

Setiap pecahan kristal itu memancarkan cahaya yang berdenyut-denyut pelan, seperti jantung-jantung yang berdetak dengan ritme yang aneh.

Itulah sumber kekuatan dan tujuan mereka: kepingan-kepingan Energi Primordial Spectrum yang legendaris.

Para anggota The Gear Phantoms yang bertopeng bergerak tanpa henti, sibuk dengan tugas mereka. Suasana tegang itu tiba-tiba pecah saat sekelompok anggota memasuki ruangan utama dengan kondisi mengenaskan. Mereka berjalan tertatih-tatih, topeng mereka penyok, seragam hitam mereka compang-camping dan penuh jelaga.

Mereka seperti prajurit yang baru saja kembali dari medan perang neraka.

Di tengah ruangan, di atas panggung, berdiri seorang pria.

Dia tinggi, kekar, dengan postur angker seperti patung tiran. Rambutnya hitam legam dipotong ala militer, wajahnya keras seperti dipahat dari batu granit, dengan bekas luka mengerikan melintang di mata kirinya.

Mata kanannya berwarna coklat gelap, tajam dan dingin. Tapi mata kirinya… bukan lagi mata manusia. Itu adalah sebuah lensa merah menyala yang dikelilingi roda-roda gigi perak kecil yang terus berputar pelan, memancarkan cahaya menyeramkan.

Lengan kanannya pun bukan lagi lengan dari daging dan tulang, melainkan lengan prostetik rumit yang terbuat dari logam hitam, dengan jari-jari setajam cakar elang. Setiap kali ia menggerakkannya, terdengar suara dengung mekanis pelan.

Dia adalah Rattler, pemimpin tertinggi The Gear Phantoms. Sang "Gearsmith" yang ditakuti di seluruh dunia bawah Gizmograd.

Rattler menatap kelompok yang babak belur itu dengan tatapan dingin. Dia membenci kelemahan lebih dari apa pun.

"Laporkan," kata Rattler, suaranya berat dan dalam, penuh dengan ancaman yang tak terucap.

Dua orang anggota yang terlihat paling senior maju dengan gemetar dan langsung berlutut.

"Ma… maafkan kami, Tuan Rattler…" kata salah satu dari mereka. "Kami… kami telah gagal…"

"Gagal?" ulang Rattler dengan nada mengejek. "Kalian tidak hanya gagal. Kalian telah dipermalukan! Dihajar habis-habisan oleh seorang bocah ingusan!"

"Tapi, Tuan…" anggota yang lain berusaha membela diri. "Bocah itu… dia bukan bocah biasa… dia punya kekuatan api yang luar biasa dahsyat…"

"Cukup!" bentak Rattler, suaranya seperti ledakan petir. "Aku tidak mau mendengar alasan pecundang! Yang aku mau adalah hasil! Mana Niki Stella?!"

"Kami… kami tidak berhasil menangkapnya, Tuan…" jawab mereka pasrah.

"TIDAK BERHASIL?!"

Raungan Rattler menggema, membuat semua orang merinding. Mata mekanisnya yang merah berkedip-kedip lebih cepat. Roda-roda gigi di lengan prostetiknya mulai berputar dengan kecepatan tinggi, mengeluarkan suara mendesing yang mengerikan.

"Maka kalian tidak berguna lagi untukku!"

Rattler mengangkat lengan mekaniknya yang mematikan itu tinggi-tinggi.

"Gearsmith's Technique… GRINDING PUNISHMENT!"

"AAAAAAHHHHH!"

Lengan mekanis itu menghantam ke bawah. Menggerus tanpa ampun. Roda-roda gigi berputar dengan kecepatan sangat tinggi, mencabik-cabik tubuh mereka. Darah segar memuncrat ke mana-mana. Jeritan melengking mereka memenuhi ruangan, sebelum akhirnya tergantikan oleh suara mesin yang terus menggerus daging dan tulang.

Anggota The Gear Phantoms yang lain hanya bisa menatap dengan ngeri. Tidak ada yang berani bergerak. Tidak ada yang berani bernapas.

Rattler menarik kembali lengan mekanisnya yang kini berlumuran darah, dengan seringai puas yang kejam. Dia menatap sisa anggota yang masih hidup.

"Ini adalah peringatan untuk kalian semua," katanya, suaranya kembali tenang namun jauh lebih dingin. "Jangan pernah kembali padaku dengan tangan kosong."

"Bawa Niki Stella kepadaku, hidup-hidup. Dan hancurkan siapa pun yang berani menghalangi jalan kalian!"

"APA KALIAN MENGERTI?!"

"ME… MENGERTI, TUAN RATTLER!" jawab semua anggota dengan serempak, penuh ketakutan.

Rattler mengangguk puas, lalu berbalik menuju sebuah ruangan pribadi yang tersembunyi. Baru saja ia duduk, alat komunikasi di mejanya berbunyi. Layar holografik menyala, menampilkan wajah seseorang yang sepenuhnya tersembunyi dalam bayangan.

"Rattler," suara di layar menggema, dingin dan penuh arogansi. "Kau terlambat mengirimkan paketnya. Apa kau pikir ini permainan?"

Rattler mengepalkan tangan manusianya di bawah meja, menahan amarah. "Saya tahu jadwalnya. Tapi situasinya sedikit rumit. Ada gangguan kecil—"

"JANGAN BERI AKU ALASAN PECUNDANG!" suara itu memotong kasar. "Kau punya satu tugas, Gearsmith. Jika kau gagal lagi, kau sendiri yang akan menanggung akibatnya. Kau mengerti maksudku, bukan?"

Rattler terdiam sejenak, rahangnya mengeras. "Saya mengerti."

"Baik," suara itu kembali terdengar mengancam. "Jangan buat aku kecewa lagi."

Panggilan itu terputus. Rattler menatap layar yang gelap itu, tangannya masih mengepal erat.

"Bajingan-bajingan tengik itu…" desisnya, suaranya bergetar karena kemarahan. "Mereka pikir mereka bisa mengendalikanku?"

Dia bangkit dengan kasar, berjalan menuju jendela yang menghadap kubah kaca berisi kristal-kristal Energi.

"Kalian semua salah besar," katanya. "Aku bukan boneka kalian." Dia tahu, kekuatan yang dia pegang ini adalah kuncinya.

"Gizmograd akan hancur," bisiknya. "Dan sebuah dunia baru akan bangkit dari abunya. Dunia yang dikuasai oleh kekuatan absolut… dan roda gigi."

"Dan aku… aku sendiri yang akan menjadi penguasanya."

Dengan tekad dingin itu, Rattler menekan sebuah tombol di panel mejanya. "Vyce, ke ruanganku. Sekarang."

Hanya dalam hitungan detik, pintu kantornya kembali mendesis terbuka. Seorang wanita muda berambut hitam legam melangkah masuk nyaris tak bersuara.

Dia mengenakan pakaian tempur ketat berwarna hitam dengan aksen roda gigi perak. Wajahnya cantik seperti patung porselen, tapi dingin dan tanpa ekspresi. Matanya yang kelabu tajam seperti mata elang.

Ini adalah Vyce, tangan kanan Rattler, yang dijuluki "Speed Demon" karena kecepatannya yang di luar nalar.

"Tuan Rattler," sapa Vyce, suaranya datar.

Rattler mengangguk. "Sebuah kegagalan yang memalukan. Sekelompok badut dikalahkan oleh seorang bocah."

"Berdasarkan data, dia bukan bocah biasa," kata Vyce. "Dia memiliki kekuatan elemen api yang luar biasa."

"Api, ya…" Rattler bergumam, ada nada aneh dalam suaranya. Dia menggeleng pelan, mengusir kenangan masa lalu. "Kita harus mendapatkan Niki Stella kembali secepatnya. Mesin teleportasi buatannya… itu adalah kuncinya."

"Lalu… bagaimana dengan si bocah api itu, Tuan?" tanya Vyce.

"Dia berbahaya," kata Rattler tanpa menoleh. "Singkirkan dia. Singkirkan semua yang berani menghalangi jalanmu. Aku tidak mau ada kegagalan lagi."

"Baik, Tuan Rattler. Akan saya laksanakan sendiri," jawab Vyce profesional.

"Bagus. Siapkan pasukan terbaikmu. Aku ingin kau memimpin serangan ke Junkyard Junction. Ambil Niki kembali, dan berikan pelajaran yang tidak akan pernah mereka lupakan pada si bocah api itu."

Rattler kemudian mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya. Kotak itu terbuat dari logam hitam pekat.

"Apa ini, Tuan?" tanya Vyce.

"Alat pelacak yang terhubung langsung dengan sensor pada prototipe Niki," jawab Rattler. "Dengan ini, kau bisa melacak ke mana pun dia pergi."

"Tapi, ingat…" Rattler mendekat, mata mekanisnya yang merah menatap tajam ke mata Vyce.

"Jangan pernah buka kotak ini… kecuali… kau benar-benar terpaksa."

"Isinya… sangat berbahaya. Bahkan mungkin untukmu."

Vyce menelan ludah, sebuah reaksi yang sangat jarang ia tunjukkan. "Baik, Tuan. Saya tidak akan mengecewakan Anda."

Vyce kemudian berbalik dan pergi, siap melaksanakan perintah. Suara langkah kakinya yang cepat menggema sesaat sebelum lenyap.

Rattler kembali menatap keluar jendela, seringai tipis yang kejam terukir di wajahnya.

Serangannya akan segera dimulai.