Bab 2. Yang Melihat Akan di Buru

Langkah Rey bergema di jalan setapak berkerikil menuju tempat yang sudah lama ditinggalkan—Taman Rekreasi Bahagia, yang sekarang lebih dikenal warga sebagai Taman Neraka. Dulu, ini adalah surga kecil bagi anak-anak kota kecil ini. Sekarang, hanya tersisa besi berkarat, ayunan yang bergoyang sendiri, dan bau lembap dari lumut yang tumbuh liar.

Rey berdiri di depan gerbang yang terkunci dengan rantai.

Namun rantai itu… terbuka.

Ia tidak ingat pernah punya kenangan di tempat ini. Tapi tubuhnya seakan tahu persis ke mana harus melangkah.

> Dan yang paling membuatnya gemetar adalah… suara langkah kecil yang mengiringinya dari belakang.

Padahal tak ada siapa pun.

---

Taman yang Mati, Tapi Bernapas

Saat ia masuk, udara berubah drastis. Lebih dingin, lebih berat. Seolah taman ini tidak benar-benar terbengkalai, tapi sedang tidur. Dan kedatangannya… membangunkan sesuatu.

Ia melihat wahana-wahana terbengkalai:

Komidi putar berkarat yang masih berputar pelan sendiri.

Boneka badut raksasa yang matanya menghitam.

Kolam bola yang berubah jadi kolam air hitam.

Semua ini tak masuk akal.

Tapi yang paling membuat Rey merinding adalah bangunan putih kecil di sudut taman: ruang pertolongan pertama. Pintu terbuka. Di dalam, terlihat tempat tidur rusak, lemari kecil, dan... cermin besar.

Rey menatap cermin itu.

Dan untuk pertama kalinya, pantulannya berbeda.

---

Cermin yang Tidak Jujur

Pantulan Rey dalam cermin menatap balik... tapi tersenyum sinis.

> “Lo gak inget apa-apa, tapi lo udah datang ke tempat semua dimulai.”

“Tempat lo mati… dan hidup lagi.”

Rey melangkah mundur. Tapi suara pantulan tetap terdengar, tak butuh bibir untuk bicara.

> “Yang melihat akan diburu.

Dan lo… baru saja melihat.”

Tiba-tiba, seluruh cermin bergetar. Lalu meledak—pecah menjadi ribuan serpihan yang berhamburan, namun tak menyentuh tubuh Rey.

Di tengah ruangan, kini muncul jejak kaki kecil yang basah, berjalan dari dinding ke arahnya.

> Seolah ada yang tak terlihat... berjalan perlahan ke arahnya.

Rey lari keluar, napasnya berat. Tapi saat tiba di luar—taman itu sudah berubah.

---

Labirin Waktu

Pohon-pohon mainan kini tumbuh tinggi. Lorong taman menjadi seperti labirin. Wahana-wahana berubah bentuk. Dan Rey sadar… dia bukan di dunia nyata lagi.

Langit berwarna abu-abu. Tak ada suara burung. Tapi bisikan ada di mana-mana.

> “Rey...”

“Rey...”

“Kau melihat, maka kau harus membayar.”

Di depannya, berdiri seorang anak kecil dengan baju pasien rumah sakit, menggenggam boneka beruang berdarah.

Anak itu tidak punya wajah. Hanya rongga gelap.

Dan ia menunjuk Rey.

> “Kau melihat.”

---

Pengejaran

Rey berlari. Tapi taman itu berubah-ubah bentuk. Setiap kali ia mencoba kembali ke pintu keluar, taman mengganti jalurnya.

Di belakang, suara langkah bertambah cepat.

> “Yang melihat akan diburu…

Dan yang diburu tak boleh hidup.”

Rey masuk ke wahana rumah kaca. Di dalamnya, pantulan dirinya muncul dari segala arah. Tapi tak satu pun mencerminkan gerakannya.

Satu pantulan menatapnya sambil menangis darah.

Lalu berkata:

> “Kamu harus ingat... atau kamu akan jadi bagian dari taman ini.”

---

Fragmen Ingatan

Tiba-tiba, Rey terlempar ke dalam kilasan memori.

Seorang anak kecil tenggelam dalam kolam.

Seorang wanita berteriak di kejauhan.

Rey kecil berdiri di tepi kolam, tubuhnya gemetar, lalu berlari... meninggalkan seseorang.

> Apakah dia menyaksikan kematian?

> Apakah dia penyebabnya?

> Atau... apakah dia korban?

Rey bangkit dari lantai kaca dengan tubuh gemetar.

Suara lirih terdengar lagi.

> “Kalau kamu gak mau melihat… kami akan menunjukkan.”

---

Waktu Kembali Berjalan

Jam di ponselnya berdetak cepat—seperti meloncat dari menit ke menit.

03:33 berubah jadi 03:34... lalu 03:35…

Angka di tangannya kini menunjukkan: 3.

Ia berhasil keluar dari taman.

Tapi taman itu kini tertutup kembali.

Seolah tak pernah terbuka.

Dan saat ia berbalik untuk pergi…

> Di belakangnya ada Rey. Tapi bukan dirinya.

Rey versi lain. Mata kosong. Senyum gelap.

“Lo ngeliat, kan?” katanya.

Rey menahan napas.

> “Sekarang giliran mereka… buat lihat lo.”

---

Rey kembali ke kamar. Malam telah berakhir. Tapi tubuhnya masih bergetar.

Di cermin kamar, kini tertulis dengan uap:

> “Satu pintu sudah terbuka.”

“Dan lo gak bisa menutup mata lagi.”

Dan angka di pergelangan tangannya berubah menjadi:

3.

---

🕯️ To be continued...

> Rey telah melihat, dan sesuai dengan aturan kutukan: siapa yang melihat, akan diburu.

Tapi siapa sebenarnya yang pertama melihat? Dan siapa yang menunggu di balik pintu kedua?