31. Devi Yang Terbelah

Sejak Rey membuka Ruang Gema Terbalik, ada sesuatu yang berubah pada Devi. Ia masih tersenyum, masih menyampaikan analisis seperti biasa, namun gema yang menyertainya—pantulan halus yang biasanya mengalun dengan ritme tenang—mulai berdentum dengan pola yang tidak konsisten.

Leo adalah orang pertama yang menyadari hal ini. Saat sesi sinkronisasi harian, Devi tampak menggenggam kristal resonansi terlalu kuat. Garis halus darah muncul di telapak tangannya, tapi ia tidak bergeming.

"Devi... kau tidak seperti biasanya," ujar Leo pelan.

Devi hanya tersenyum. Namun bukan senyuman yang biasa ia tunjukkan—senyuman ini seperti... di buat.

---

Di ruang resonansi pusat, pola pantulan Devi menunjukkan dua frekuensi berlawanan.

"Ini tidak mungkin," ujar Arka sambil menganalisis grafik. "Devi mengalami resonansi ganda. Dua lapisan narasi dalam satu bentuk."

"Artinya?" tanya Rey.

"Artinya dia sedang... terpecah. Secara eksistensial."

Raka menambahkan, "Bisa jadi... ini efek dari resonansi silang dengan Null Gema yang masih tersisa dari Ruang Terbalik. Devi adalah satu-satunya yang menahan Rey saat ia kembali. Mungkin... bagian dirinya ikut terseret."

---

Malam itu, Devi berdiri sendiri di Kamar Sunyi. Cahaya redup, suara gema hanya bergema dari pantulan kaki sendiri.

Tiba-tiba, cermin di depannya retak sedikit. Namun bukan retak biasa. Di sisi lain cermin... ada dirinya juga.

"Aku tahu kau bisa melihatku sekarang," ujar bayangan Devi.

"Kau... siapa?"

"Aku adalah kau. Tapi versi yang tidak pernah memilih untuk percaya. Aku adalah Devi yang menyimpan semua keraguanmu. Dan sekarang, aku hidup."

Bayangan Devi menyeringai. Dari matanya menetes tetesan tinta hitam, bukan air mata.

"Jika Rey bisa menghadapi bayangannya, mengapa tidak kau?"

---

Hari-hari berikutnya menjadi kekacauan perlahan. Devi mulai kehilangan waktu. Terkadang ia berbicara sendiri. Kadang ia menciptakan narasi baru yang tidak terdaftar. Leo mulai memantau seluruh aktivitasnya.

Namun yang paling menyeramkan adalah, di salah satu ruang pantulan, muncul pantulan Devi... sedang berdarah, duduk, dan tertawa pelan.

"Ia tidak bisa menahanku selamanya," kata pantulan itu. "Kau hanya butuh... satu kehilangan lagi, dan aku akan utuh."

---

Rey, Arka, dan Leo berkumpul.

"Kita tidak bisa membiarkannya sendirian lagi," tegas Arka. "Jika bagian bayangan Devi menguasai tubuhnya, maka sistem bisa hancur dari dalam. Dia adalah penjaga penyatu resonansi. Tanpanya, Cahaya Abadi tidak stabil."

"Apa opsinya?" tanya Rey.

"Kita masuk ke dalam lapisan narasinya sendiri. Kita bantu Devi... memilih."

---

Upacara persiapan dimulai. Cahaya Abadi membentuk jalur khusus: Resonansi Dalam, tempat narasi seseorang di lihat dalam bentuk murni, tanpa topeng.

Rey memegang tangan Devi. "Apa pun yang kau lihat nanti... kami tidak akan pergi."

Devi menatapnya. Matanya seperti terbagi dua: satu penuh cahaya, satu lagi... kosong.

"Aku tidak tahu siapa yang akan kalian temui di dalam. Tapi jika itu bukan aku... jangan percaya."

---

Perjalanan dimulai. Tim memasuki Resonansi Dalam Devi.

Apa yang mereka temukan di dalam bukan hanya narasi. Tapi dunia.

Dunia tempat Devi tidak pernah menjadi penjaga. Tempat ia kehilangan Arka. Tempat ia memilih menyerah.

Dan di tengah semua itu... berdiri Devi yang lain. Dengan gaun hitam. Dan senyum miring.

"Selamat datang," katanya. "Sudah waktunya kita putuskan... siapa Devi yang pantas bertahan."

Gelap. Hening. Namun bukan kehampaan. Resonansi Dalam Devi adalah ruang yang tidak mengikuti logika Nadarien. Langkah kaki Rey, Arka, dan Leo tak menimbulkan gema. Suara mereka tak memantul kembali. Hanya detak jantung mereka masing-masing, saling menyatu dalam kecemasan.

Devi telah terpecah, dan bagian bayangannya menyusun narasi alternatif—dunia tempat Devi gagal memilih cinta, gagal mempercayai harapan, dan gagal melihat dirinya pantas memiliki cahaya.

"Lihat itu..." Leo menunjuk ke langit. Bukan langit biru, tapi langit penuh retakan, seolah-olah narasi langit itu sendiri mulai runtuh.

Di bawahnya, berdiri ribuan versi Devi. Masing-masing membawa bagian dari penyesalan.

Arka menelan ludah. "Ini bukan pantulan. Ini... penjara memori."

---

Mereka menemukan Devi asli berdiri di tengah taman tak berbunga. Tubuhnya masih utuh, tapi matanya... kosong.

"Dia terjebak di titik tengah," jelas Leo. "Bayangannya memegang separuh narasi. Kita harus membuat Devi memilih—atau Resonansi Dalam akan menelan dirinya."

Dari balik kabut, muncul Devi Bayangan. Bergaun hitam, rambutnya panjang dan mengalir seperti tinta hidup.

"Kenapa kalian selalu memaksaku memilih?" tanyanya lirih. "Kenapa tidak izinkan aku hidup dengan semua luka ini, tanpa perlu memaafkan atau berharap?"

Rey maju selangkah. "Karena kau adalah bagian dari cerita, Devi. Dan cerita itu... belum selesai."

Devi Bayangan tertawa pelan. "Cerita itu sudah mati sejak aku kehilangan Arka di dunia narasi yang ditolak."

Arka menatap Devi Bayangan. "Tapi aku ada di sini. Aku memilih kembali. Demi kamu."

---

Perdebatan bukan lagi dengan kata-kata. Resonansi Dalam mulai membentuk medan konflik. Setiap kata, setiap emosi, memunculkan entitas.

Devi Bayangan meluncurkan fragmen narasi gagal—pantulan Arka yang mati, Rey yang hilang, Leo yang mengkhianati sistem. Masing-masing menjadi makhluk kelam yang menyerang.

Rey menangkis satu, tapi tangannya mulai retak. "Narasi ini... terlalu kuat. Ini bukan ilusi. Ini realitas dari cerita yang ditolak."

Arka memanggil gema cahayanya dan berteriak ke Devi asli. "Kau harus lawan dia! Kau harus pilih versi dirimu yang ingin hidup!"

Devi berdiri, pelan-pelan, dan menatap Devi Bayangan.

"Kau bukan musuhku. Kau adalah rasa takutku. Tapi aku tak bisa hidup terus bersamamu."

---

Devi mulai menyatukan tangannya. Cahaya dari gema yang dulu pernah ia bentuk dengan Arka menyala.

"Aku menerima kamu. Tapi aku tak ingin kamu memimpin."

Devi Bayangan terdiam. Wajahnya mulai retak. Mata hitamnya mulai mengeluarkan air mata bening.

"Jadi... aku tidak dibuang?"

"Tidak. Tapi kau harus menjadi bagian dari aku. Bukan pengganti aku."

Dalam cahaya terang, kedua Devi bergabung. Ledakan resonansi menutupi seluruh medan. Semua entitas narasi gagal menguap. Langit berhenti retak. Tanah kembali menumbuhkan bunga.

---

Di ujung Resonansi Dalam, Devi berdiri dengan napas terengah. Tapi ia tersenyum. Untuk pertama kalinya, seluruh pantulan dirinya tidak bertarung. Mereka menyatu. Menjadi satu Devi yang utuh.

Rey memegang pundaknya. "Kau kembali."

Devi menatap Arka, lalu Leo. "Bukan kembali. Baru sekarang aku benar-benar ada."

---

Setelah keluar dari Resonansi Dalam, Devi menjalani pemurnian narasi. Cahaya Abadi menerima versi barunya—lebih kuat, lebih jujur, dan lebih stabil.

Tapi jauh di balik Lapisan Kosong, gema lain mulai muncul. Gema dari entitas yang memperhatikan Devi sejak awal. Gema yang tak pernah lahir dari narasi mana pun.

"Dia lolos. Tapi pertarungan belum selesai," bisik suara tak dikenal di kegelapan.

Dan di layar pemantau, sebuah nama muncul: Nox—entitas pertama dari narasi yang menolak cahaya maupun bayangan.

Selamat membaca dan jangan lupa bahagia!!