Liburan akhir tahun telah usai. Baik siswa maupun siswi, kini telah kembali masuk sekolah untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Hari ini adalah hari pertama SMA Islam An-Nuur masuk sekolah. Oleh karena itu, sekolah masih belum belajar dengan efektif seperti biasanya. Kebanyakan guru memilih untuk bertanya seputar liburan yang dijalani oleh para siswa, tidak jarang dari mereka yang tidak masuk kelas.
Kelas X IPA 5 sedang dalam jam pelajaran biologi. Seperti kebanyakan guru lainnya, Aini hanya bertanya tentang apa yang dilakukan oleh para siswa yang diajarnya selama liburan. Hanya saja, Aini meminta buku catatan siswa dan siswi untuk mengecek catatan yang sudah ia ajarkan di semester sebelumnya.
“Arjuna Junaedi” panggil Aini di pegujung jam pelajaran.
“Hadir, bu” Arjuna menjawab panggilan gurunya sambil menunjuk tangan.
“Setelah jam pelajaran, ikut ibu ke kantor” ucap Aini sambil tersenyum ramah.
“Baik, bu” ujar Arjuna patuh.
Tring!
Bel sekolah yang menjadi tanda pergantian jam pelajaran telah berbunyi, Aini yang telah menyelasaikan tugasnya untuk mengajar di kelas X IPA 5 sudah merapikan barang-barang bawaannya dan berisap untuk meninggalkan kelas. Setelah menaruh semua buku catatan siswa di atas meja ketua kelas dan memintanya untuk membagikan pada semua murid kelas, ia pun beranjak pergi meninggalkan kelas.
“Ayo, Juna, ikut ibu ke kantor” ucap Aini dengan nada yang lembut saat berada di depan pintu kelas.
Tanpa menjawab perkataan Aini, Arjuna langsung berdiri dan beranjak meninggalkan kelas untuk mengikutinya ke kantor.
Sesampainya di kantor, Aini duduk di kursinya. Arjuna hanya berdiri tepat di depan meja yang ada di depan kursi yang diduduki oleh Aini.
“Juna, tadi ibu sudah cek, buku catatan kamu kosong. Benar-benar tidak ada tulisan sama sekali” ujar Aini dengan nada yang lembut.
“Ibu merasa tidak enak jika harus bilang di depan anak kelas, makanya ibu minta kamu untuk mengikuti ibu ke sini” lanjutnya dengan tersenyum dan nada yang lembut.
Tidak heran, Aini adalah salah satu guru yang paling disukai oleh kebanyakan siswa karena selalu tersenyum, nada bicara yang lembut dan tidak pernah marah, ditambah dengan cara mengajarnya yang asyik dan mudah untuk dimengerti membuat kebanyakan siswa menyukainya. Bahkan siswa yang nakal dan suka bolos pun selalu mengikuti pelajarannya. Hampir semua siswa, kecuali Arjuna. Karena Arjuna tidak menyukai mata pelajaran biologi.
“Bukannya ibu mau menyuruh kamu, tapi ibu minta tolong kepada kamu untuk melengkapkan semua catatan yang sudah ibu ajarkan selama satu semester kemarin. Saran ibu, kamu pinjam saja catatan milik Sani Al-Zahra, anak kelas X IPA 3, karena tadi ibu juga sudah mengecek catatan milik Sani dan catatannya sangat lengkap dan mudah dimengerti” Aini berpanjang lebar.
“B-baik, bu” Arjuna mengiyakan ucapan gurunya dengan sedikit ragu karena harus meminjam catatan dari seorang perempuan.
“Ya sudah, kamu boleh kembali ke kelas” Aini mempersilakan.
“Mohon maaf bu, tadi siapa namanya?” Tanya Arjuna saat baru saja berjalan beberapa langkah dari meja Aini.
“Sani” jawab Aini dengan nada dan senyuman yang masih sama seperti sebelumnya.
“Sani. Sani. Sani” Arjuna saja terus merapalkan nama orang yang disebutkan oleh guru biologinya tadi sejak ia beranjak pergi meninggalkan kantor.
Sesampainya di kelas, Arjuna langsung menuliskan nama orang yang disebutkan oleh Aini di telapak tangannya dengan menggunakan pena. Arjuna adalah tipe orang yang sangat mudah dalah menghafal dan tidak mudah mengilangkan hafalannya, tapi dia sangat buruk dalam mengingat nama dan wajah seseorang.
Waktu istirahat telah tiba, Arjuna dan Kamal memilih untuk bergabung dengan anak-anak dari kelas lain untuk menghabiskan waktu istirahat kali ini.
Begitu banyak perbincangan yang terjadi karena banyaknya siswa yang berkumpul di tempat ini.
“Tadi lu disuruh ngapain, Jun, sama bu Aini?” Tanya Kamal yang duduk di samping kiri Arjuna.
“Disuruh pinjam buku catatan si Sani” Arjuna menjawab pertanyaan Kamal “ada yang kenal Sani anak IPA 3, gak?” Lanjutnya bertanya kepada semua orang yang ada di tempat ini. Mereka yang mendengar pertanyaan Arjuna langsung menatapnya dengan tatapan yang aneh.
‘Gua salah ngomong, ya? Kenapa mereka semua orang ngeliatin gua dah? Apa ada yang aneh dari gua? Atau apa gua make baju terbalik hari ini?’ Arjuna bertanya-tanya dalam batinnya.
Tidak ada yang menjawab pertanyaan Arjuna. Setelah melihat ke arah Arjuna dengan tatapan yang aneh, mereka kembali menjalani kesibukan mereka masing-masing.
“Put, lu kan anak IPA 3, kenal si Sani, gak?” Tanya Arjuna pada seorang siswa yang duduk di samping kanannya. Dia adalah Putra, anak kelas X IPA 3. Salah satu teman paling dekat bagi Arjuna selain Kamal.
Putra terlalu sibuk mendengarkan musik melalui earphone-nya sampai tidak mendengar pertanyaan Arjuna sama sekali.
Bug!
Arjuna yang merasa tidak dihiraukan, langsung memukul punggung Putra dengan lumayan kencang untuk mendapatkan atensi darinya. Putra yang merasa terganggu dengan perlakuan Arjuna terhadapnya langsung melepas headset yang menempel di kedua telinganya.
“Apa?” Tanya Putra malas.
“Kenal Sani, gak?” Tanya Arjuna tak kalah malas.
“Sani mana?” Tanya Putra memastikan “anak kelas gua?” lanjutnya bertanya kembali. Kini Putra mulai serius menanggapi Arjuna karena Arjuna menayakan tentang perempuan. Ini adalah kali pertama Arjuna menanyakan seorang perempuan terlebih dahulu. Sesuatu yang mengejutkan.
“Iya” jawab Arjuna singkat.
“Kenal” Putra menjawab pertanyaan Arjuna “kenapa, lu mau pdkt-in Sani?” lanjutnya bertanya dengan nada yang sangat mengejeak dan wajah menyebalkan yang membuat Arjuna ingin memukul wajahnya.
“Lu mau gua pukul lagi, hm?” Tanya Arjuna sinis.
“Jangan, anjir” jawab Putra dengan wajah ketakutan yang dibuat-buat agar ia tidak mendapatkan pukulan “sakit, Jun” lanjutnya sambil tetap mempertahankan ekspresinya agar Arjuna mengasihaninya. Sebenarnya, yang dia lakukan hanya menambah kekesalan Arjuna dan membuat Arjuna semakin ingin memukul wajahnya.
“Sani yang mana si?” Tanya Arjuna.
“Serius lu gak tahu Sani?!” Tanya Putra dengan nada yang cukup tinggi, cukup untuk membuat semua orang yang ada di tempat ini menatap ke arahnya.
“Lu gak tahu Sani, Jun? Primadona sekolah tuh” ujar siswa dari kelas X IPA 2.
“Sumpah, lu gak tahu Sani?” Tanya siswa kelas X IPS 1.
“Ke mana aja lu, Jun? Sampe anak sepintar, secantik, dan se-famous Sani aja gak tahu” seorang siswa dari kelas X IPS 3 ikut menimpali.
“Lu tahu Sani, Mal?” Arjuna yang bingung dengan pertanyaan-pertanyaan dari teman-temannya, mencoba mencari tahu dari orang yang selalu ada bersamanya.
“Tahulah” jawab Kamal santai.
‘Bahkan Kamal yang ngehindarin cewek aja tahu siapa itu Sani’ batin Arjuna.
“Siapa si dia?” Tanya Arjuna yang mulai penasaran.
“Yang dapat juara umum sekolah kemarin” jawab Kamal.
“Ciri-cirinya gimana?” Arjuna kembali memberikan pertanyaan.
“Cewek, cantik, matanya dua, hidungnya satu, lubang hidungnya dua, tangannya dua, kakinya… Argh” belum selesai Kamal menyebutkan ciri-ciri, Arjuna sudah mendaratkan pukulan yang cukup kencang di pahanya.
“Serius!” Sinis Arjuna “gimana, Put?” Lanjutnya bertanya sambil menatap Putra dengan tatapan sinis yang membuat Putra bergidik ngeri.
“Tinggi, putih, behelan?” jawab Putra ragu karena takut dipukul oleh Arjuna.
“Itu, bukan?” Tanya Arjuna secara tiba-tiba sambil menarik kepala Putra dan menunjuk ke arah seorang siswi yang memiliki ciri-ciri yang sama dengan yang disebutkan Putra.
“Bukan, anjir” ucap Putra sambil memukul paha Arjuna dengan pelan “Sani mah cantik”
“Bukannya semua cewek itu cantik?” Tanya Arjuna dengan wajah polos yang membuat Putra tertawa.
Arjuna memerhatikan semua siswi yang sedang berjalan dan terus menunjuk untuk bertanya kepada Putra saat ia melihat orang yang memiliki ciri-ciri yang sama dengan yang Putra sebutkan. Dari semua yang Arjuna tanyakan, tidak ada satu pun yang diiyakan oleh Putra.
“Udah, udah, kalau lu mau nomornya Sani, gua kasih nih” ucap Putra pada akhirnya “gas sekalian pdkt-in, Jun. Cocok lu sama dia” lanjutnya kembali meledek yang kemudian dihadiahi pukulan yang cukup keras oleh Arjuna tepat di lengan bagian atasnya.
“Lagi, gak?” Tanya Arjuna sambil menunjukkan kepalan tangan di depan wajah Putra.
“Jangan, Jun” Putra meminta untuk dikasihani “nih, gua kirim nomornya Sani” lanjutnya sambil meraih ponselnya.
Dalam hitungan detik, Arjuna mendapatkan sebuah notofikasi di ponselnya, dengan cepat, dia langsung mengecek notifikasi yang masuk ke ponselnya karena dia selalu memasang ponselnya di mode senyap. Menurut Arjuna, notifikasi dari ponsel itu sangat mengganggu.
Setelah memastikan Putra telah mengirimkan nomor orang yang bernama Sani padanya, Arjuna kembali menaruh ponselnya ke dalam saku celananya.
“Tuh, udah, ya. Lu chat aja nanti. Gas sekalian p…” ucapan Putra terpotong karena Arjuna kembali menatapnya dengan tatapan sinis.
Tring! Tring! Tring!
Bel sekolah yang menjadi penanda sudah saatnya masuk kelas telah berbunyi. Kebanyakan murid langsung memasuki gerbang sekolah untuk kembali masuk ke ruang kelas.
“Mau masuk, gak?” Tanya Kamal pada Arjuna.
“Mager, nanti aja pas udah mau ishoma” jawab Arjuna santai.
“Ya udah, gua masuk, ya” ucap Kamal sambil beranjak pergi meninggalkan warung.
“Put, jangan ke mana-mana” ucap Arjuna pada Putra yang hanya dijawab dengan anggukan olehnya.
Arjuna dan Putra menghabiskan waktu dengan bermain game online bersama.
“Udah dulu, Jun” ujar Putra saat mereka telah menyelesaikan permainan ketiganya “cewek gua nelpon”
“Baru juga putus 2 minggu lalu sama yang lama, udah ada yang baru aja” ucap Arjuna malas. Menurut Arjuna, Putra adalah tipe laki-laki playboy yang tidak pernah serius dengan perempuan.
“Karena gue tamvan” jawab Putra dengan berpose, jari telunjuk dan ibu jari tepat di bawah dagunya. Ini adalah kata-kata yang selalu menjadi jargon Putra.
“Ayo, lanjut, mumpung winstreak” ucap Arjuna yang kesal terhadap tingkah temannya.
“Nanti malam lagi aja, Jun”
Akhirnya, Arjuna memilih untuk kembali ke kelas setelah menghabis waktu dua jam pelajaran di tempat ini.
Sesampainya di kelas, Arjuna langsung duduk di kursinya. Sepertinya tidak ada guru yang masuk ke kelas saat ia tidak berada di kelas ini, karena keadaan kelas saat ini diisi dengan murid-murid yang sedang asyik bercanda dan tertawa.
Sudah beberapa menit Arjuna menunggu di kelas, tapi tidak ada satu pun guru yang masuk ke kelasnya. Seketika, Arjuna menyesali keputusannya untuk kembali ke kelas. Kalau dia tahu akan seperti ini, Arjuna akan tetap berada di tongkrongan bersama Putra.
Tring! Tring! Tring! Tring!
Bel berbunyi empat kali, artinya semua siswa sudah diperbolehkan untuk pergi meninggalkan sekolah.
‘Wait. Bukannya harusnya sekarang waktu ishoma? Kenapa belnya malah bunyi empat kali? Apa guru piket salah ngitung pas lagi neken bel?’ Arjuna bertanya-tanya dalam batinnya.
“Guru mau rapat, kita udah boleh pulang” ucap ketua kelas X IPA 5 yang baru saja masuk ke dalam kelas.
Ucapan ketua kelas itu menjelaskan apa yang terjadi. Arjuna bergesgas merapikan semua barang yang ia bawa.
“Tunggu. Jangan ada yang keluar dulu!” Ucap seorang siswi tiba-tiba.
Tiba-tiba dua orang siswi masuk ke dalam kelas dengan membawa kue tar dengan lilin yang bertuliskan angka 16 di atasnya.
“Happy birthday to you…” dua orang yang baru saja masuk dengan membawa kue tar itu langsung menyanyikan lagu ulang tahun. Dalam sekejap, semua orang yang ada di kelas ikut bernyanyi. Kecuali Arjuna.
“Ratna, selamat ulang tahun” ucap seorang siswi saat semuanya sedang menyanyikan lagu ulang tahun.
Arjuna merasa sangat bosan dan terganggu dengan nyanyian-nyanyian yang dinyanyikan oleh semua orang di kelas ini. Arjuna berpikir, keadaan di kelas X IPA 5 akan menjadi sangat tidak karuan sebentar lagi.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Arjuna bangkit dari kursinya dan beranjak pergi untuk meninggalkan kelas.
Saat berada tepat di depan pintu kelas, dua orang siswi mencegah Arjuna untuk keluar.
“Awas!” Ucap Arjuna tanpa melihat ke arah orang yang menghadangnya.
“Ih, kamu tuh hormatin yang lagi ulang tahun” ucap seorang siswi yang sedang mencegah Arjuna untuk keluar kelas.
“Ok” ujar Arjuna malas, dia kembali duduk di kursi. Kali ini Arjuna tidak kembali kursinya, ia memilih untuk duduk di kursi yang berada di paling ujung kelas agar dia tidak terlalu peduli dengan kekacauan yang terjadi di kelasnya.
“Juna, sini!” Panggil seorang siswi yang sedang memegang kue saat Arjuna baru saja duduk di kursi.
Arjuna terlalu malas untuk membantah, jadi dia langsung beranjak kursi dan datang ke tempat siswi yang memanggilnya.
“Suapin! Suapin! Suapin!” Ucap semua orang yang ada di kelas ini saat Arjuna sudah sampai di depan orang yang sedang berulang tahun.
“Gua punya tangan” ucap Arjuna saat orang yang Ratna ingin memasukkan sepotong kue ke dalam mulutnya.
Arjuna menyambar kue yang ada di tangan Ratna dan langsung memakannya.
“Juna, suapin Ratna balik, dong!” Ucap seorang siswi dengan nada yang keras.
“Dia punya tangan” ujar Arjuna santai.
Arjuna berjalan kembali ke kursi yang ada di paling ujung kelas.
“Juna, tangkap!” Seorang siswi memanggil Arjuna sambil melemparkan sebuah buku.
Refleks, Arjuna menangkap buku yang dilemparkan oleh siswa tadi.
Arjuna melihat-lihat buku yang kini sudah ia pegang. Arjuna tahu, yang dia pegang adalah buku diary milik Ratna, orang yang sedang berulang tahun.
“Baca, Jun!” Titah siswi yang melemparkan buku kepadanya.
Tanpa bertanya lagi, Arjuna langsung membuka buku diary itu dan mulai membacanya.
Apa yang ada di dalam buku itu membuat Arjuna sangat kesal. Tanpa mengucapkan kata-kata lagi, Arjuna langsung beranjak pergi meninggalkan kelas dan melempar buku diary itu saat dia sudah sampai di pintu kelas.
‘Ratna udah gila, ya? Di dalam buku diary-nya banyak banget tulisan tentang gua. Mungkin ini masih wajar. Tapi, dari mana dia dapet semua foto gua yang dia tempelin di buku itu? Gua aja bahkan gak pernah inget kalau gua pernah foto-foto kayak gitu. Nggak, bahkan gua hampir gak pernah foto-foto. Apa jangan-jangan selama ini Ratna selalu ngikutin gua?
Apa selama ini Ratna sering fotoin gua diem-diem? Jangan-jangan dia penguntit? Gua gak tahu lagi harus ngomong apa, yang pasti kelakuan si Ratna ini rada gila dan nyebelin.’ Monolog Arjuna dalam batinnya.
Hari sudah malam, jam sudah menunjukkan pukul 19 lewat 18 menit, tapi Arjuna masih belum bisa melupakan kejadian yang sangat menyebalkan baginya di siang hari.
Arjuna masih ingat dengan jelas apa yang ada di dalam buku diary milik Ratna.
“Apaan dah alasan dia fotoin gua diem-diem? Jujur, gua tahu kalau dia emang suka sama gua dari awal masuk sekolah. Tapi, emangnya begini ya caranya buat suka sama seseorang? Kalau emang begitu caranya buat suka sama seseorang, mending gua lebih milih buat gak pernah suka sama siapa-siapa. Nyebelin.” keluh Arjuna.
Arjuna merasa lelah dengan kejadian yang menimpanya hari ini, dia memilih untuk membaringkan tubuhnya di kasur untuk mengistirahatkan tubuh dan juga otaknya, kemudian diamengangkat kedua tangannya. Saat sedang mengangkat tangan, Arjuna melihat sebuah tulisan yang sudah mulai pudar di telapak tangannya.
Sani. Itulah yang tertulis di telapak tangan Arjuna.
Karena kejadian yang menyebalkan baginya, Arjuna benar-benar lupa tentang perintah gurunya.
Dengan cepat, Arjuna mengambil ponselnya dan mencari obrolan dari Putra untuk mendapatkan nomor seseorang yang gurunya sebutkan. Arjuna menyimpan nomor yang diberikan oleh Putra dan langsung mengirimi orang itu sebuah pesan.
Arjuna: Pinjem buku catetan biologi
Sani: Siapa?
Arjuna: Juna, anak IPA 5
Sani: Oh
Sani: Anak nakal yang dapet juara paralel umum itu ya?
Arjuna: Iya
Sani: Kirain tentang anak nakal yang jadi juara paralel itu cuma isu aja
Arjuna: Lu gatau siapa gua dan lu udah ngatain gua anak nakal terus
Arjuna: Keren banget lu anjir
Sani: Oh iya
Sani: Maafin aku plis
Sani: Aku cuma terlalu tertarik aja sama apa yang dibilang sama orang-orang
Sani: Makanya aku tanya langsung ke kamu
Sani: Maaf banget
Arjuna: Ya
Sani: Ada apa jun?
Arjuna: Pinjem buku catetan biologi
Sani: Oh iya
Sani: Tadi kan kamu udah bilang ya
Sani: Buat apa kalau boleh tau jun?
Sani: Kan kamu mau minjem buku aku nih
Sani: Aku mau tanya dulu bukunya buat apa
Arjuna: Disuruh sama bu aini buat catet semua pelajaran yang udah diajarin di semester 1
Sani: Emangnya buku kamu kenapa jun?
Sani: Hilang?
Sani: Rusak?
Arjuna: Kosong
Sani: Ko bisa?
Sani: Bukunya sobek?
Arjuna: Ga
Sani: Terus kenapa?
Arjuna: Ga pernah nyatet
Sani: Astaghfirullah
Sani: Ko bisa sih jadi juara paralel umum?
Arjuna: Lu banyak nanya banget dah
Arjuna: Kaya pembantu baru
Arjuna: Gatau gua
Arjuna: Tanya guru, jangan tanya gua
Sani: Iya juga sih
Sani: Eh
Sani: Tapi kan yang dapet juara paralel umumnya kamu
Sani: Wajarlah ya kalau aku nanyanya ke kamu
Sani: Tapi yaudahlah ya
Sani: Kamu mau minjem kapan?
Arjuna: Besok
Arjuna: Anter ke kelas gua
Sani: Okay
Sani: Besok aku anter ke kelas kamu pas jam istirahat
Sani: Jangan bolos dulu sebelum istirahat ya jun
‘Ngerepotin. Nih anak banyak tanya banget kayak pembantu baru. Tapi ya udahlah. Seenggaknya, satu masalah selesai’ batin Arjuna.