WebNovelJuNi35.71%

Sani Noor Al-Zahra

Arjuna sedang tidur dengan nyamannya di kelas. Setidaknya begitu, sampai suara bel istirahat mengganggunya dan membuatnya terbangun.

Suasana di lorong kelas sangat berisik, karena para siswa yang mulai berhamburan pergi meninggalkan kelas. Suara berisik ini membuat Arjuna tidak bisa melanjutkan tidurnya.

“Jun, ayo cabut” ajak Kamal sambil menepuk-nepuk bahu Arjuna.

“Ke mana?” Tanya Arjuna yang masih menenggelamkan kepalanya di atas kedua tangannya yang berada di atas meja dengan suara khas bangun tidurnya.

“Keluar aja dulu, ayo!” Ajak Kamal lagi.

“Duluan” jawab Arjuna malas.

“Jangan lama nyusulnya” kata Kamal sambil beranjak pergi meninggalkan Arjuna yang masih terdiam di kursinya.

Arjuna kembali menutup matanya agar dapat kembali tidur.

“JUNA, ADA YANG NYARIIN!” Teriak seorang siswi dari depan pintu kelas.

“Siapa?” Tanya Arjuna malas.

“SANIII” Teriaknya menjawab pertanyaan Arjuna.

“Sani siapa dah?” Tanya Arjuna lagi.

“Yang kemarin lu tanyain di tongkrongan” Kamal yang kembali masuk ke kelas karena mendengar teriakan seorang siswi yang mengatakan kalau Arjuna dicari oleh seorang perempuan menjawab pertanyaan Arjuna.

“Oh iya, benar” jawab Arjuna santai setelah mengingat-ingat.

Benar, hari ini adalah hari di mana Sani berjanji untuk meminjamkan buku catatannya pada Arjuna. Arjuna bangkit dari kursi yang ia duduki dan berjalan ke depan pintu kelas.

Saat Arjuna sampai di depan pintu kelas, dia tidak melihat satu pun perempuan yang membawa buku. Dia melihat ke kanan dan kiri untuk memastikan, tapi tetap tidak ada satu pun orang yang membawa buku.

‘Di mana dah tuh anak? Apa dia gak mau minjemin bukunya ke gua? Apa Cita cuma pengen ngerjain gua doang?’ Arjuna bertanya-tanya di dalam hatinya.

Arjuna tidak tahu bagaimana wajah Sani, jadi dia hanya bisa melihat ke kanan, tempat di mana kelas Sani berada.

‘Kayaknya emang Cita pengen ngerjain gua doang dah’ batin Arjuna.

Tidak mau ambil pusing, Arjuna memilih untuk duduk di bangku panjang yang disediakan untuk menunggu yang berada di depan kelasnya. Dia mengambil ponsel dan earphone yang ada di saku celananya.

Setelah memasang kabel earphone ke ponselnya dan menempelkan earphone tersebut di kedua telinganya, Arjuna menekan tombol play yang ada di dalam ponselnya untuk memutarkan sebuah lagu yang ingin ia dengarkan.

Dug! Dug! Dug! Dug!

Suara langkah kaki terdengar sangat keras akibat gema yang ditimbulkan karena lorong kelas yang sangat kosong, membuat Arjuna merasa terganggu. Dia mencari dari mana suara itu berasal.

Ketemu. Arjuna melihat orang yang membuat suara yang menggagu aktivitasnya.

Terlihat seorang siswi yang berjalan di lorong kelas sambil memeluk erat sebuah buku tulis. Orang itu dengan sengaja menghentak-hentakkan kakinya yang terbalut dengan sepatu ke lantai dengan ekspresi yang tidak dapat ditebak oleh Arjuna.

Menggembungkan kedua pipi, memajukan bibir bawahnya, membuka lebar-lebar kedua matanya, dan masih ada sedikit bekas coklat yang menempel di pipinya.

“Orang aneh” kata Arjuna pelan.

Tadinya, Arjuna ingin mengomentari orang yang mengganggu aktivitasnya. Setelah melihat perilaku dari orang yang membuatnya merasa terganggu, Arjuna mengurungkan niatnya, ia tidak mau berususan dengan orang aneh.

Arjuna terus memerhatikan siswi yang terus berjalan lurus ke arahnya dengan gaya yang sangat aneh.

‘Tuh anak kenapa aneh banget dah jalannya? Aneh. Tapi lucu si. Eh? Gua mikirin apaan dah?’ Batin Arjuna.

Dia bingung dengan pikirannya yang mulai terasa aneh baginya. Arjuna memilih untuk melanjutkan aktivitasnya mendengarkan musik dengan menggunakan earphone-nya agar dia tidak peduli dengan kelakuan siswi yang menurutnya sangat aneh itu.

Baru saja Arjuna mulai kembali fokus dengan musiknya, perempuan yang berjalan dengan gaya yang aneh itu berhenti tepat di depannya.

“Assalamu’alaikum” siswi aneh itu mengucapkan salam kepasa Arjuna “Arjuna, ya?” Lanjutnya bertanya sambil tersenyum ramah kepada Arjuna.

Merasa namanya disebut, Arjuna langsung menekan tombol pause yang ada di layar ponselnya untuk mematikan musik yang sedang ia dengarkan dan memberikan atensi pada orang yang sedang mengajaknya bicara.

“Wa’alaikumussalam” Arjuna menjawab salam “siapa, ya?” Lanjutnya bertanya pada siswi aneh itu, ia merasa tidak kenal dengan orang yang kini sedang berdiri di hadapannya.

“Sani” jawab siswi itu singkat yang membuat Arjuna terlihat berpikir sejenak.

“Eum… Gak kenal” kata Arjuna setelah berpikir selama beberapa detik.

“Ya sudah, kenalan dulu, yuk” balas Sani santai “Sani Noor Al-Zahra, anak kelas X IPA 3” lanjutnya memperkenalkan diri sambil tersenyum manis dan menyodorkan tangan kanannya pada Arjuna.

Arjuna hanya terdiam melihat tingkah Sani, dia enggan untuk menjabat tangan Sani karena Sani adalah lawan jenisnya.

“Gak tertarik” ujar Arjuna sambil mengalihkan pandangannya dari Sani.

“Ya, gapapa, sih” kata Sani sambil menarik kembali tangan kanannya “lagi pula aku sudah tahu nama kamu dan kamu juga sudah tahu nama aku, jadi hitungannya kita sudah kenalan” lanjutnya yang membuat Arjuna menatapnya lamat-lamat.

“Mau lu apa, hm?” Tanya Arjuna dengan nada dan tatapan sinis yang membuat Sani sedikit tersentak.

“B-bukannya kamu yang kemarin chat aku b-buat pinjam buku catatan biologi?” Jawab Sani ragu.

“Oh, iya” Arjuna baru ingat jika kemarin dia meminjam buku catatan biologi kepada Sani “mana bukunya?” Lanjutnya sambil kembali menatap dan berbicara dengan santai. Sani menarik nafas lega dan kembali tersenyum pada Arjuna.

“Ini buku…” Baru saja Sani ingin memerikan bukunya kepada Arjuna dengan cara yang sopan, ia sudah terkejut dengan kecepatan tangan Arjuna yang sudah menyambar buku yang Sani pegang di tangan kanannya, bahkan sebelum Sani menyelesaikan kata-katanya.

“Ya udah, makasih” ucap Arjuna santai.

“Oh, i-iya” jawab Sani yang masih terkejut dengan perilaku Arjuna.

“Ya udah, awas!” Kata Arjuna tiba-tiba.

“K-kenapa?” Tanya Sani bingung.

“Lu ngehalangin jalan gua” jawab Arjuna santai.

Tanpa bertanya lagi, Sani bergeser dua langkah ke kanan agar tidak menghalangi jalan Arjuna. Setelahnya, Arjuna berdiri dan berbalik badan membelakangi Sani.

“Nama lu siapa tadi? Gua lupa” Tanya Arjuna sambil memasukkan tangan kirinya yang tidak memegang buku ke dalam saku celananya dan mulai berjalan pelan meninggalkan Sani di depan koridor kelasnya.

“Sani!” Jawab Sani sedikit berteriak agar dapat didengar oleh Arjuna yang sudah mulai menjauh.

“Ada bekas coklat di pipi sebelah kanan dekat bibir bawah lu” kata Arjuna santai.

“Oh” jawab Sani sambil memegang wajahnya tepat di bagian yang diberitahukan oleh Arjuna “IYA, TERIMA KASIH” lanjutnya berteriak agar ucapan terima kasihnya dapat didengar Arjuna yang terlihat sudah jauh.

‘Bukan orang yang terlalu buruk. Seenggaknya dia masih bisa bilang terima kasih’ monolog Sani dalam hatinya sambil membersihkan bekas coklat yang ada di pipinya.

Sani Noor Al-Zahra, perempuan yang memiliki tinggi sekitar 172 cm, berkulit putih, dan memakai kawat di giginya. Banyak orang yang bilang kalau dia adalah anak yang ceria, bahkan sebagian orang berkata kalau dia adalah tipikal perempuan yang tidak bisa diam.

Banyak siswa yang berpendapat kalau Sani adalah siswi yang paling cantik sekaligus paling pintar di sekolah. Dia menang dalam banyak hal dibandingkan dengan kebanyakan siswi lainnya, mulai dari tinggi badannya, kulit putihnya, dan wajah cantiknya yang bahkan terlihat hampir tidak ada pori-pori sama sekali.

Arjuna percaya kalau Sani adalah murid paling pintar di sekolahnya, karena dia adalah orang yang mendapatkan juara umum sekolah pada saat acara pengambilan rapor sebelumnya. Tapi untuk cantik? Arjuna tidak tahu. Menurutnya, dia lebih pantas disebut sebagai badut sekolah jika dilihat dari caranya berjalan.

Sebenarnya Arjuna sangat malas untuk sekolah hari ini, dia benar-benar tidak berniat untuk sekolah hari ini. Arjuna bahkan tidak membawa tas, hanya karena janjinya pada Sani-lah yang membuatnya datang untuk sekolah. Setelah menuntaskan janji kepada Sani, Arjuna langsung beranjak pergi meninggalkan sekolah untuk kembali pulang ke rumahnya.

Setelah sampai di rumah, Arjuna langsung membuka buku catatan Sani. Hal yang pertama kali dilihat oleh Arjuna adalah tulisan yang begitu berwarna-warni yang sangat terkonsep. Terdapat beberapa warna tinta di dalam buku catatan Sani, tapi yang paling dominan adalah warna hitam dan biru.

Tinta hitam digunakan untuk mencatat penjelasan dari guru, tinta biru digunakan untuk menuliskan beberapa rangkuman singkat yang dianggap penting, sedangkan tinta warna lainnya digunakan untuk membuat catatan seperti “harus diingat” atau “harus dihafal”, membuat emoticon dan emoji, dan menghias buku catatan agar terlihat lebih bagus.

Sani juga memakai berbagai warna highlighter dalam buku catatannya untuk menandai catatan yang dianggapnya penting. Arjuna menyadari kalau Sani tidak asal memberi highlighter, dia benar-benar teliti untuk memberi warna highlighter, setiap warna highlighter yang sama menunjukkan kalau catatan itu berkesinambungan satu sama lain dan membahas catatan atau materi yang sama.

Tulisan yang bagus, catatan yang benar-benar lengkap, dan pemetaan yang rapi dan terkonsep. Tidak ada coretan yang tidak penting seperti buku yang sangat dijaga, benar-benar terlihat seperti buku catatan dari anak yang rajin dan patut dibanggakan. Tidak heran jika Sani menjadi juara umum sekolah. Sangat berbeda dengan Arjuna yang hampir tidak memiliki tulisan di buku catatannya.

Saat sedang sedang membaca-baca buku catatan Sani, Arjuna mencium aroma parfum yang menempel pada buku catatan ini.

‘Dia nyemprotin parfumnya ke buku ini, ya?’ batin Arjuna.

Bicara tentang parfum, Arjuna adalah orang yang sangat tidak suka dengan aroma parfum yang menyengat, terutama aroma parfum wanita. dia bisa muntah hanya karena mencium aroma parfum menyengat. Untunglah aroma parfum yang menempel pada buku Sani adalah aroma yang lembut, jadi dia tidak merasa terganggu dengan hal itu.

Arjuna mengambil gambar dari setiap halaman buku catatan Sani dengan ponselnya untuk berjaga-jaga kalau ia belum menyelesaikan catatannya dan Sani telah meminta bukunya kembali. Setelahnya, Arjuna menyalin semua yang terdapat dari buku Sani, mulai dari warna tinta, warna highlighter, sampai pemosisian dari setiap tulisan. Hanya emoji, emoticon, dan beberapa hiasan yang Arjuna anggap lebay yang tidak ia salin ke dalam buku catatannya.

Butuh waktu yang cukup lama untuk menyalin semua catatan dari buku Sani, harus bergonta-ganti pena, memberikan highlighter, dan sedikit menghias catatannya membuat Arjuna merasa kesulitan karena tidak terbiasa dengan semua hal itu.

Setelah selesai menyalin semua materi yang ada di dalam buku catatan milik Sani, Arjuna melihat ke arah jam yang melekat di dinding kamarnya. Sudah jam 1 siang. Arjuna beranjak dari meja belajarnya dan segera berbaring di atas kasurnya sampai ia terlelap dalam tidurnya.

Suara bising membuat Arjuna terbangun dari tidurnya. Dengan segera, ia melihat ke arah jam dindin. Setelah melihat jarum yang ada di jam dinding, Arjuna langsung terlonjak dari tempat tidurnya.

“Jam 19:32? Yang bener aja? Gua udah tidur berapa lama? Sebenarnya gua tidur apa latihan jadi mayat dah? Bodo amatlah. Gua nggak peduli.” Monolog Arjuna.

Arjuna berniat untuk kembali membaringkan badannya di kasur agar dapat kembali tidur, tapi sesuatu membuatnya mengurungkan niat. Layar ponsel miliki Arjuna menyala, menampilkan sebuah notifikasi.

Arjuna meraih ponselnya dan melihat banyaknya notifikasi yang masuk saat ia sedang tertidur. Menurutnya, tidak ada satu pun yang menarik.

Saat Arjuna ingin menaruh kembali ponselnya, dua buah notifikasi masuk dan menarik perhatiannya. Itu adalah pesan dari orang aneh yang ia temui di sekolah saat jam istirahat tadi. Sani.

Sani: Jun

Sani: Besok tolong bawa buku aku ya

Sani: Soalnya besok aku ada pelajaran biologi

Arjuna: Jam pelajaran?

Sani: Pertama

Setelah bertanya dan mendapatkan jawaban, Arjuna melempar ponselnya ke kasur. dia pun kembali membaringkan tubuhnya dan memejamkan mata.

Pagi ini Arjuna tidak masuk kelas pada jam pelajaran pertama, dia lebih memilih untuk menetap di warung yang ada tepat di depan gerbang sekolah bersama Kamal dan Putra.

Ntah mengapa, dia merasa sedang dalam mood yang sangat bagus hari ini.

Bahkan notifikasi ponsel yang biasanya disenyapkan, hari ini diubah menjadi dering.

Arjuna sadar, dia merasa kalau dia sedang tidak menjadi dirinya yang biasanya.

Sepertinya Arjuna merasa sangat puas karena mendapatkan begitu banyak notifikasi dari Sani yang terus memberinya pesan untuk memintanya mengembalikan buku catatan pagi tadi.

“Kenapa, Jun? Kayaknya lagi senang banget hari ini” Tanya Putra yang sedari tadi memperhatikan Arjuna tersenyum sendiri. Bagi Putra, Arjuna yang tersenyum seperti sekarang lebih menyeramkan dari pada Arjuna yang selalu sinis.

“Lagi kasmaran kayaknya” Kamal menjawab pertanyaan Putra.

“Sama siapa tuh, bro?” Tanya Putra dengan nada meledek.

“Sama siapa lagi? Sama kembang sekolahlah” Kamal menimpali pertanyaan Putra dengan nada yang tak kalah meledek.

Bug! Bug!

Dua buah pukulan mendarat tepat di paha Kamal dan Putra dengan mulusnya, karena Arjuna duduk di tengah-tengah mereka, sangat mudah baginya untuk menindas kedua temannya seperti ini.

“Udahan, yuk, Mal, yang lagi kasmarannya tetap galak” ucap Putra sambil mengelus pahanya yang terkena pukulanku sebelumnya.

“Ku kira kalau lagi kasmaran bakal jadi hello kitty, ternyata tetap hello devil” keluh Kamal yang kembali dihadiahi sebuah pukulan oleh Arjuna.

“Siapa yang lagi kasmaran?” Tanya Andri yang baru saja sampai di warung ini. Andri,

Andri adalah salah satu teman terdekat Arjuna yang berasal dari kelas X IPS 2. Memiliki sikap yang lumayan keras, gaya bicara yang sedikit kaku, lawakan yang garing, tinggi yang mencapai 182 cm, tubuh yang cukup atletis, wajah yang cukup menyeramkan, dan berkulit coklat.

Saat awal masuk sekolah, Andri pernah terlibat perkelahian dengan kakak kelas yang bertubuh besar dan ditakuti oleh para siswa baru karena dia tidak sengaja menabraknya. Andri sudah meminta maaf, tapi kakak kelas itu tidak terima dan memukul Andri yang membuat mereka berkelahi dan berakhir Andri memenangkan perkelahian tanpa terkena pukulan sedikit pun.

Pentolan sekolah, begitulah panggilan dari anak-anak di sekolah untuk Andri. Ditambah dengan fisiknya yang cukup menyeramkan, membuat para siswa lain enggan untuk berbicara dengannya. Meskipun begitu, bagi Arjuna, Kamal, dan Putra, Andri adalah sahabat seperbodohan mereka.

Dibandingkan dengan anak dari kelasnya, Arjuna lebih dekat dengan Putra dan Andri yang berasal dari kelas lain.

“Dari mana aja, lu?” Tanya Arjuna pada Andri yang baru saja duduk di kursi yang ada di depannya yang hanya terhalang oleh sebuah meja panjang yang disediakan oleh pemilik warung.

“Kelas. Males gua, jadi cabut” jawab Andri santai sambil menyalakan bara rokoknya.

“Cabut terus kerjaan lu” cibir Arjuna.

“Ngaca!” Jawab Andri dengan nada yang lumayan tinggi “lu malah belum masuk sama sekali dari jam pelajaran pertama” lanjutnya dengan nada yang sedikit rendah dari padasebelumnya.

“Tau lu, Ndri, cabut mulu lu, bego” Putra menimpali.

“Lu juga ngaca, bego!” Jawab Andri kesal.

“Udah” jawab Putra santai.

“Hasilnya?” Kamal bertanya.

“Tamvan” jawab Putra sambil merapikan rambutnya dengan tangannya.

“Pede banget, anjir” cibir Andri malas.

“Lah, iya dong” ucap Putra dengan percaya diri “karena gue tamvan” lanjutnya mengeluarkan jargonnya sambil menempelkan ibu jari dan jari telunjuknya yang membentuk angka tujuh di bawah dagunya.

“Juna aja yang lebih ganteng dari lu diem aja” cibir Andri.

“Mana ada Juna ganteng?” Tamya Putra mencibir “cantik Juna mah” tambahnya.

Bug!

Satu pukulan kembali mendarat di paha Putra. Pelakunya tidak lain adalah Arjuna yang kesal dengan perkataan Putra.

“Bilang sekali lagi!” Tantang Arjuna pada Putra dengan nada yang penuh tekanan.

“Hehe, ampun, Jun” ucap Putra cengengesan.

“Masuk kelas kapan, Jun?” Tanya Kamal.

“Pas istirahat aja” jawab Arjuna.

“Kalau waktu istirahat selesai?” Tanya Putra.

“Cabut lagilah” jawab Arjuna santai sambil membenarkan posisi duduknya.

“Gas” timpal Andri, Putra dan Kamal.

“Juna lagi mode mager sekolah. Dulu pas semester 1 gak masuk dua minggu full” ujar Kamal.

“Iya, njir, dulu dia gak masuk-masuk sekolah. Padahal tiap hari ke sekolah buat nongkrong” Putra menimpali.

“Juna mah teladan” ujar Andri.

“Telat datang pulang duluan” ujar Kamal sambil tertawa.

“Bacot” ujar Arjuna sambil berdiri dari kursinya.

“Ke mana lu?” Tanya Kamal pada Arjuna yang tiba-tiba bangkit dari kursinya.

“Beli rokok” jawab Arjuna singkat.

“Yang banyak, Jun” ucap Putra.

“Mau berapa bungkus?” Tanya Arjuna santai.

“Gaya, anjir” ujar Andri.

“Cepet! Sebelum gua berubah pikiran” ucapku santai.

“Magnum black!” Ucap Putra.

“Sampoerna mild” ujar Andri.

“Filter” ucap Kamal.

“Gak bosan lu filter terus?” Tanya Andri pada Kamal “kayaknya dulu rokok lu magnum black, kok sekarang jadi filter terus sejak main sama Juna?”

“Mulut gua udah beradaptasi sama filter” jawab Kamal santai.

Setelah mendengar semua ocehan mereka, Arjuna langsung memesan.

Bruk!

Bunyi bungkus rokok yang dilemparkan Arjuna ke atas meja.

“Anjay, tumben baik” ucap Putra.

Mendengar perkataan Putra, Arjuna langsung mengambil bungkus rokok magnum black dan menaruhnya di saku celananya.

“Bercanda, Jun. Juna baik, Juna ganteng, Juna pintar” ucap Putra dengan nada orang yang sedang membujuk anak kecil.

“Bacot” ketus Arjuna sambil melempar kembali bungkus rokok magnum black ke atas meja.

“kayaknya Juna beneran kasmaran” ujar Andri “sama siapa, dah? Kok lu gak cerita-cerita, Jun?” Lanjutnya bertanya.

“Primadona sekolah” jawab Kamal santai.

“Yang mana?” Tanya Andri penasaran.

“Angkatan kita” timpal Putra.

“Sani?” Tanya Andri lagi.

“Yoi” jawab Putra dan Kamal bersamaan.

“Bacot” ucap Arjuna yang sudah lelah dengan pembicaraan mereka.

“Kok lu gak bilang-bilang ke gua, Jun? Gua kira lu gak normal” Andri berterus terang. Sepertinya dia benar-benar penasaran dengan hal ini.

“Lunya aja gak ada kemaren” Kamal menjawab pertanyaan Andri.

“Pertama, gua gak deket sama Sani. Cuma minjem bukunya aja, karena disuruh bu Aini. Kedua, gak ada yang lagi pdkt-an.” Arjuna mencoba menjelaskan.

“Udah, Jun, gas aja pdkt-in” ujar Putra.

“Gua traktir seharian, tapi jangan ada yang ngomongin hal ini lagi” ucap Arjuna pada ketiga temannya agar temannya tidak meledeknya lagi. Arjuna tahu, dia akan terus diledek oleh ketiga temannya jika tidak melakukan sesuatu.

“Boleh pesen apa aja?” Tanya Putra.

“Ke taskot, yeh” timpal Andri.

“Terserah” jawab Arjuna malas.

“Juna sultan mode: on” ujar Kamal

“Puaslah kita hari ini” Andri menimpali.

“Abis istirahat, ya, pas istirahat gua mau masuk kelas dulu” ujar Arjuna.

“Siap, bos” jawab mereka serentak.

Arjuna benar-benar terpaksa melakukan ini, agar mereka berhenti membuat telinganya terasa panas.

‘Pdkt? Emangnya siapa yang suka sama siapa dah?’ Batin Arjuna.

Setelah bel berbunyi beberapa kali. Arjuna segera bangkit dari kursinya.

“Satu dari kalian yang mau ikut gua?” Tanya Arjuna santai.

“Gua deh” Putra menawarkan diri.

Tanpa berbasa-basi, Arjuna menarik kerah baju Putra dan beranjak pergi meninggalkan Kamal dan Andri.

Arjuna masih menarik kerah Putra meski pun sudah berjalan lumayan jauh dari sekolah. Sepertinya Purta sangat pasrah, karena sejak awal dia hanya terus mengikuti ke mana pun Arjuna berjalan, tanpa ada kalimat protes atau pun keluhan yang keluar dari mulutnya.

Putra dan Arjuna sudah sampai di depan mini market, Arjuna langsung melepas kerah baju Putra. Terlihat kerah baju Putra sangat lusuh karena terlalu lama ditarik oleh Arjuna. Setelah Putra merapikan kerah bajunya, mereka berdua pun langsung masuk ke dalam mini market.

“Lu narik kerah gua, gak dilepas sama sekali cuma karena mau ke mini market?” Tanya Putra emosi saat dia dan Arjuna baru saja memasuki mini market.

“Bacot” ketus Arjuna “ambil semua makanan yang lu mau, sekalian buat anak-anak. Terus ambil makanan yang disukain Sani” lanjutnya santai.

“Buat Sani?” Tanya Putra bingung “lu beneran mau pdkt-an sama dia?” Tanyanya bersemangat.

“Jangan banyak tanya” jawab Arjuna malas “lu kan sekelas sama dia, pasti lebih tahu tentang Sani dibanding gua”

“Buat Sani mah mending lu sendiri aja yang pilih” saran Putra “kayaknya dia suka yang manis, soalnya kalau di kelas dia suka makan makanan manis” lanjutnya. Setelahnya, dia langsung pergi mengambil makanan dan minuman untuk kami dan kedua teman kami yang menunggu di tongkrongan.

Arjuna berputar-putar di mini market, tapi tidak ada satu pun yang ia ambil, karena dia benar-benar tidak tahu apa pun tentang perempuan.

“Udah, nih” ucap Putra dengan membawa begitu banyak makanan dan minuman di tangannya.

Coklat. Benar. Coklat. Arjuna ingat, saat pertama kali dia bertemu Sani ada bekas coklat di pipinya. Arjuna hanya akan memberikannya coklat.

Karena takut jika Putra harus menunggu terlalu lama, Arjuna langsung mengambil beberapa coklat yang ada di depan kasir. Sepertinya dia mengambil hampir semua jenis coklat yang ada ditaruh di sana.

Setelah membayar semua yang mereka ambil di kasir, mereka beranjak pergi meninggalkan mini market untuk kembali ke sekolah.

Saat sampai di depan sekolah, terlihat para siswa dan siswi sedang berhamburan keluar dari gerbang sekolah. Sepertinya waktu istirahat baru saja dimulai.

‘Tepat waktu’ batin Arjuna.

Sebelum memasuki gerbang sekolah, Arjuna dan Putra kembali ke warung di mana Kamal dan Andri berada untuk menaruh plastik makanan yang dibawa oleh Putra dan mengambil buku yang akan Arjuna kembalikan pada Sani.

Karena sebelumnya Sani memberikan buku catatannya dengan aroma parfum yang menempel di bukunya, maka Arjuna pun menyemprotkan parfumnya ke buku itu sebelum mengembalikannya. Ntah kenapa dia melakukannya.

“Ayo, put” kata Putra sambil kembali menarik kerah baju Putra untuk mengajaknya masuk ke sekolah.

“Lepas, Jun, elah” protes Putra saat mereka baru saja memasuki gerbang sekolah.

Karena merasa kasihan, Arjuna melepaskan tangannya dari kerah baju Putra.

Putra dan Arjuna memasuki kelas X IPA 3.

‘Untungnya Sani lagi gak ada di kelas sekarang’ batin Arjuna.

“Put, tasnya Sani yang mana?” Tanya Arjuna yang kemudian Putra menunjuk sebuah tas untuk memberi tahunya.

Arjuna memasukkan buku dan plastik makanan yang tadi ia beli di mini market ke dalam tas Sani. Setelah selesai, dia beranjak keluar dari kelas ini dan kembali ke tempat Kamal dan Andri.

“Kuylah, party” ucap Putra pada Kamal dan Andri setelah mereka kembali sampai di warung.

“Gas!” Jawab Kamal dan Andri.

Setelahnya, mereka berempat beranjak pergi untuk menuntaskan janji yang dibuat oleh Arjuna.