WebNovelJuNi42.86%

Teladan

Teladan. Bagi Arjuna dan teman-temannya, teladan adalah singkatan dari telat datang dan pulang duluan. Seperti yang sedang dilakukan oleh Arjuna sekarang, dia sedang berada di depan gerbang sekolah, padahal kelas sudah masuk beberapa saat yang lalu.

Saat Arjuna baru memasuki gerbang sekolah, terlihat seorang siswi yang memakai seragam sekolah yang sama dengannya sedang berdiri kebingungan di pinggir lapangan.

Tinggi badannya lebih tinggi dibandingkan siswi-siswi yang bersekolah di sekolah ini, perempuan yang dia kenal dengan tinggi badan seperti ini di sekolah hanya dua orang, yaitu Sri dan Sani. Karena penasaran, dia langsung menghampirinya.

Sani. Dialah orang yang sedang berdiri di pinggir lapangan. Arjuna tahu dari tas yang dikenakannya, karena sama persis dengan tas yang diberitahukan Putra kemarin. Sepertinya dia juga terlambat, terlihat dari tas yang masih tertaut di pundaknya.

“Telat?” Tanya Arjuna pada Sani saat dia sudah berdiri tepat di belakang Sani. Dengan spontan, Sani langsung menolehkan wajahnya ke arah di mana Arjuna berada.

“Eh?! Arjuna?! Assalamu’alaikum” Kata Sani dengan nada dan ekspresi terkejut.

“Telat?” Tanya Arjuna lagi tanpa menjawab salam dari Sani.

“Iya nih, soalnya motor aku rusak. Jadi harus naik angkot deh” jawab Sani berterus terang “karena angkotnya agak telat datang, jadi aku telat deh masuk sekolahnya” lanjutnya.

“Gak ada yang nanya alasan lu telat karena apa” kata Arjuna santai “ternyata, anak juara umum sekolah bisa telat juga, ya”

“Ya bisa, aku kan manusia, pasti bisa lupa dan ngelakuin kesalahan” jawab Sani kesal “kamu juga juara paralel, tapi kerjaannya bolos sama telat terus” lanjutnya ketus.

“Pertama kali telat?” Tanya Arjuna.

“Iya” jawab Sani singkat.

“Mau dihukum, gak?” Tanya Arjuna santai.

“Gimana?” Sani kembali bertanya.

‘Apa pertanyaan gua terlalu susah? Apa ada yang aneh dari pertanyaan yang gua tanyain, sampe-sampe dia harus nanya lagi buat mastiin?’ batin Arjuna.

“Kita telat, pasti kena hukuman” Arjuna sedikit menjelaskan “lu mau gak, kalau gua kasih cara supaya gak dihukum?”

“Gak boleh gitu ih, kalau berbuat kesalahan itu harus bertanggung jawab atas kesalahan yang kita perbuat” jawab Sani “tapi, emangnya gimana caranya?” Lanjutnya bertanya dengan ekspresi penasaran.

Alih-alih untuk menjawab pertanyaan, Arjuna menolehkan wajah ke arah besi-besi penghalang yang berada tepat di samping mereka berdua.

Besi-besi ini tepat berada di belakang kelas IPS dan menembus langsung ke lorong kelas IPA. Sebenarnya besi-besi ini dipasang untuk menghalangi anak-anak nakal yang ingin kabur dari kelas. Tapi, karena besi-besi ini terlalu pendek, besi ini selalu dipanjat oleh anak-anak yang ingin kabur. Benar-benar tidak berguna.

“Manjat?” Tanya Sani dengan nada terkejut.

“Hm” deham Arjuna mengiyakan.

“Gak boleh gitu, kan sudah dibuatin jalan sama sekolah” ujar Sani yang membuat Arjuna salut dan berpikir kalau dia adalah siswi teladan yang sebenarnya,

“Tapi, kayaknya seru, aku mau coba, deh. Soalnya aku belum pernah manjat” ujar Sani lagi setelah berpikir selama beberapa detik, Perkataan Sani membuat Arjuna menarik kembali pikirannya sebelumnya.

“Duluan, gih” kata Arjuna pada Sani.

Sani berjalan mendekati besi-besi penghalang dan berhenti tepat di depannya. Sani menaiki dinding yang ada di bawah besi dan menjadikannya pijakan, kemudian dia meraih bagian besi paling atas untuk menahan tubuhnya.

Saat Sani mulai menaikkan kakinya untuk memanjat, Arjuna baru ingat. Sani memakai rok. Bahaya.

Dengan segera, Arjuna menarik tas Sani dengan tenaga yang semakin bertingkat sehingga membuat Sani kembali turun dari dinding yang ia jadikan pijakan.

“Kayaknya, mending lewat depan” kata Arjuna saat Sani sudah benar-benar turun dari percobaannya memanjat besi “kan sekolah udah buatin jalan” lanjut Arjuna menggunakan kata-kata yang sebelumnya dikeluarkan oleh Sani.

“Ish, padahal bentar lagi berhasil” keluh Sani dengan wajah kesal.

“Jangan banyak ngeluh” bala Arjuna santai “ayo jalan”

Sani tidak menggubris perkataan Arjuna dan segera beranjak pergi meninggalkan Arjuna untuk menuju kelas.

Arjuna yang berjalan di belakang Sani untuk mengikutinya ke kelas, hanya bisa melihat tas yang tertaut di pundaknya.

‘Wait. Tas. Kalau gak pakai tas bakalan kelihatan kayak orang yang habis izin buat keluar kelas’ monolog Arjuna dalam hatinya.

Arjuna menarik tas yang tertaut di pundak Sani sehingga tas itu terlepas dari pundaknya. Setelahnya, Arjuna melempar tas Sani sampai melewati besi yang ingin dipanjat Sani sebelumn ya.

“Ngapain?!” Tanya Sani menggunakan nada yang cukup tinggi karena terkejut dengan kelakuan Arjuna.

“Pegang!” Arjuna memberikan sebuah pulpen yang ia ambil dari saku celananya untuk Sani.

“Buat apa?” Tanya Sani yang semakin bingung dengan kelakuan Arjuna, tapi tetap mengambil pulpen yang Arjuna berikan padanya.

“Jangan banyak tanya” balas Arjuna santai “ayo” lanjutnya sembari melakngkahkan kaki, Sani yang masih bingung dengan tingkah Arjuna memilih untuk mengikutinya saja.

Arjuna dan Sani beranjak pergi meninggalkan lapangan sekolah untuk memasuki ruang kelas.

Saat akan memasuki lorong kelas, terlihat guru BK yang sedang menunggu di depan kantor sekolah.

“Juna lagi, Juna lagi” ujar guru BK itu saat Sani dan Arjuna akan melewatinya.

“Kenapa, pak?” Tanya Arjuna santai.

“Telat?” Tanya guru BK itu pada Arjuna.

“Nggak, pak” Arjuna masih menjawab dengan santai, membuat Sani berpikir kalau Arjuna sudah terbiasa dengan situasi seperti ini.

“Terus, habis dari mana?” Tanya guru BK itu lagi.

“Beli pulpen, pak” jawab Arjuna sambil menunjukkan sebuah pulpen yang kembali ia keluarkan dari saku celananya.

Untunglah Arjuna membawa dua pulpen hari ini, jadi dia bisa menghindari hukuman.

“Sani?” Tanya guru BK itu pada Sani.

“Sama, pak” jawab Arjuna untuk mewakili Sani “tuh, lihat aja, pulpennya masih dipegang”

“Bukti kalau kalian gak terlambat?” Tanya guru BK itu lagi.

“Gak pakai tas, pak. Soalnya tadi udah masuk dan naruh tas di kelas” jawab Arjuna santai.

“Ya sudah, kalian boleh masuk. Tapi kamu Juna, kenapa gak pakai seragam lengkap? Baju malah baju kemeja putih polos, bukan baju seragam, gak dimasukkan ke dalam celana lagi, gak ada bet sekolahnya, atribut gak lengkap, topi, dasi gak dipakai, rompi diselempangin di pundak. Benar-benar” komentar guru BK itu melihat pakaian Arjuna.

“Tapi saya pakai kaus kaki sama gesper, pak. Saya juga gak terlambat” jawab Arjuna santai “kalau mau komen tentang atribut, nanti aja, pak, pas pemeriksaan atribut”

“Ya sudah, sana masuk kelas. Jangan buang-buang waktu belajar lagi” ucap guru BK itu pada akhirnya.

“Kan bapak yang ngebuang waktu belajar saya dengan pertanyaan-pertanyaan bapak” ucap Arjuna dengan nada bercanda yang membuat guru BK itu terkekeh.

“Sana, masuk!” Perintah guru BK itu pada Sani dan Arjuna

“Ayo, San!” ajak Arjuna pada Sani sambil menarik lengan baju Sani.

Arjuna dan Sani segera beranjak pergi meninggalkan guru BK dan berjalan menuju kelas. Sebelum masuk ke kelas, mereka mengambil tas Sani yang sebelumnya dilemparkan oleh Arjuna.

Sesampainya di kelas, Arjuna segera duduk di kursinya, di samping Kamal.

Tidak seperti biasanya, hari ini Arjuna tidak menghabiskan waktu untuk tidur di kelas. Yang dia lakukan kali ini adalah bercanda dengan Kamal selama jam pelajaran berlangsung.

Beberapa jam pelajaran sudah selesai, akhirnya waktu istirahat yang sudah ditunggu-tunggu telah tiba.

Baru saja Arjuna ingin pergi meninggalkan kelas untuk menikmati waktu istirahat seperti anak-anak lainnya, seorang siswi yang baru saja ia temui di lapangan pagi tadi datang ke kelasnya dan menghampiri kursi yang sedang ia duduki.

“Assalamu’alaikum” ucap Sani saat memasuki pintu kelas X IPA 5. Beberapa anak yang masih berada di kelas menjawab salam, kecuali Arjuna.

“Ngapain?” Sinis Arjuna saat Sani sudah berada tepat di hadapannya.

“Mau bilang makasih” jawab Sani santai.

“Buat?” Tanya Arjuna bingung.

“Yang tadi pagi” jawab Sani memecahkan kebingungan yang melanda Arjuna “oh, iya, makasih juga buat coklatnya, teman-teman aku bilang, coklat itu dari kamu, ada buku catatan biologi aku juga sih di plastiknya, jadi, itu pasti dari kamu” lanjutnya dengan nada anak kecil yang sedang senang.

“Ya” jawab Arjuna sambil menjatuhkan kepalanya ke atas meja yang telah ia alaskan dengan tangannya sendiri.

“Terus, coklatnya buat apa? Kenapa dikasih ke aku? Banyak banget lagi” oceh Sani yang membuat Arjuna mulai kesal.

“Buat dimakan” ketus Arjuna.

“Ya, kenapa dikasih ke aku?” Tanya Sani lagi.

‘Apa dia memang orang yang banyak bicara seperti ini? Menyebalkan’ batin Arjuna.

“Tanda terima kasih” jawab Arjuna santai. Ntah mengapa dia tetap menjawab pertanyaan Sani meski sangat malas untuk menjawab.

“Buat?” Tanya Sani memasang wajah bingung.

“Ngehibur gua” jawab Arjuna santai.

“Ngehibur? Ngehibur apa? Kan aku cuma kasih pinjam kamu buku, gak ada yang lain” Tanya Sani yang semakin bingung dengan perkataan Arjuna.

“Pelajaran pertama” jawab Arjuna singkat.

“Pelajaran pertama, maksudnya?” Tanya Sani yang masih bingung.

“Spam” jawab Arjuna singkat sambil terkekeh.

“Oooh, jadi kamu sengaja” ucap Sani memasang wajah kesal, yang malah terlihat lucu di mata Arjuna.

“Ya” jawab Arjuna singkat.

“Biar apa kayak gitu tuh?” Tanya Sani pada Arjuna dengan wajah yang memerah karena merasa sangat kesal.

“Pengen iseng aja” jawab Arjuna sambil tersenyum pada Sani.

“Ih, astaga. Aku tuh udah panik kemarin, bingung mau tulis pelajaran gimana, untungnya kemarin pelajaran biologi gak ada nyatet sama sekali” Sani menjelaskan.

“Oh” jawab Arjuna singkat yang membuat Sani terlihat sangat kesal.

“Nyebelin banget sih kamu tuh, awas aja besok” kata Sani dengan raut wajah kesal dan nada mengancam. Demi apa pun, itu tidak menakutkan sama sekali untuk Arjuna. Bagi Arjuna, Sani malah terlihat semakin lucu.

“Mau isengin gua balik, hm?” Tanya Arjuna sembari mengeluarkan devil smirk miliknya.

“Iya!” Ucap Sani dengan nada yang meninggi “lihat aja, nanti!” lanjutnya mengancam.

“Gua tunggu” tantang Arjuna yang sama sekali tidak takut dengan ucapan Sani.

‘Bukan hanya kamu yang bisa ngerjain orang, Juna. Kamu iseng, aku jauh lebih iseng dari pada kamu’ monolog Sani di dalam hatinya sambil menunjukkan devil smirk miliknya.

Setelah mengancam Arjuna, Sani beranjak pergi meninggalkan kelas X IPA 5 dengan raut wajah dan cara berjalan yang sama persis seperti pertama kalinya dia bertemu dengan Arjuna.

‘Benar-benar orang aneh. Dasar badut’ batin Arjuna.

Arjuna benar-benar tidak peduli dengan acaman Sani. Jika Sani menjahili Arjuna, maka dia akan membalasnya. Begitu sederhana. Seperti fisika.

“Nongkrong, gak, lu?” Tanya Kamal yang sedari tadi duduk diam di kursi yang ada di ujung kelas.

“Ayo” jawab Arjuna singkat sambil bangkit dari kursinya.

Baru saja Arjuna keluar melewati pintu kelas, Sani kembali menghampirinya dengan gaya aneh seperti saat dia keluar dari kelasnya dan berdiri tepat di depan Arjuna.

“Lihat aja! Aku bales kamu nanti!” Ucap Sani yang kemudian langsung beranjak pergi sambil tersenyum setelahnya.

‘Kayaknya Sani bener-bener pengen bales kelakuan gua dah. Dari raut wajahnya si keliatannya dia udah nemuin cara buat bales dendam ke gua. Menarik.

Kira-kira apa ya yang bakalan dia lakuin?

Gua bakal tungguin dah balesan dari dia.

Gua bakalan nikmatin setiap permainan yang dia lakuin dan dia mulai sendiri. Gua bakalan ngalahin dia dalam permainannya sendiri.’ Arjuna kembali bermonolog di dalam hatinya.

“Ngapain lu masih diem di situ?” Tanya Kamal yang sedang bersandar di tiang yang ada tepat di depan kelas X IPA 5 “sambil senyum-senyum lagi. Lu udah gila?” Lanjutnya.

Arjuna terlalu malas untuk menggubris ucapan tidak penting Kamal, jadi dia hanya terus berjalan untuk beranjak keluar dari lingkungan sekolah.

“Yo, yo, yo, what’s up. my bro?” Teriak Putra sambil menepuk-nepuk pundak Arjuna saat Arjuna dan Kamal baru saja duduk di bangku tongkrongan.

“What’s up, my man?” Andri yang sedang duduk menimpali dengan gaya yang aneh.

“I love you all, I love you” ucap Kamal yang kini ikut-ikutan menepuk pundak Arjuna.

Ada apa dengan mereka?

Apakah mereka sudah tidak waras?

Arjuna tahu ketiga temannya memang gila. Tapi kali ini, mereka benar-benar tidak waras. Arjuna hanya bisa menepuk jidatnya sambil menggelengkan kepala.

“Gua mau cari temen baru aelah” ucap Arjuna malas.

“Kok kamu gitu sih, sayang?” Tanya Kamal dengan nada yang menggelikan sambil mencubit pipi Arjuna.

“Jangan gitu dong, babe” ucap Putra yang mengikuti nada menggelikan Kamal sambil memegang dagu Arjuna.

Bug!

Satu pukulan pelan didaratkan oleh Arjuna tepat di perut Putra.

“Emangnya ada yang mau temenan sama lu selain kita-kita?” Tanya Andri blak-blakan.

“Mana ada, Juna galak gitu” Kamal menjawab pertanyaan Andri.

“Selain Putra, gak ada yang mau dijadiin samsak” ujar Andri.

“Gapapa kok aku jadi samsak. Kalau kamu bahagia, aku juga bahagia kok” kata Putra dengan nada yang semakin terdengar menjijikkan bagi Arjuna “asalkan pukulannya pelan, aku terima aja” lanjutnya.

“Lu kok lama banget, Jun, ke sininya?” Tanya Andri untuk sekadar berbasa-basi.

“Ada Sani tadi ke kelas” jawab Kamal “nyamperin dia” lanjutnya yang membuat Putra dan Andri melotot ke arah Arjuna karena merasa tidak percaya.

“Hah?! Ngapain?!” Tanya Andri dengan nada yang tinggi karena terkejut.

“Bilang terima kasih” jawab Kamal lagi.

“Bukannya Juna yang pinjam buku, kok malah Sani yang bilang makasih? Sampe bela-belain dateng ke kelas pula” ujar Andri yang semakin penasaran.

“Gak tahu gua kalau itu” kata Kamal sambil mengedikkan bahunya.

“Paling gara-gara yang kemaren” ucap Putra “Ya, gak, Jun?” Tanyanya sambil menepuk pundak Arjuna.

“Kemaren Juna ngapain, Put?” Tanya Kamal yang ikut penasaran.

“Juna kemaren ngasih coklat buat Sani” jawab Putra “banyaaak banget, coklat satu mini market hampir diborong sama dia” lanjutnya.

“Kok bisa orang yang cuek ke cewek kayak Arjuna ngasih coklat ke Sani?” Tanya Andri yang semakin penasaran.

“Kemaren dia ngehibur gua” jawab Arjuna santai.

“Ngehibur gimana?” Tanya Kamal.

“Put, mapel pertama lu apa kemaren?” Tanya Arjuna.

“Biologi?” Jawab Putra dengan sedikit ragu karena tidak masuk jam pelajaran pertama kemarin.

“Bukannya kemaren pas jam pertama kita di sini semua, ya?” Tanya Andri.

“Nah, itu” jawab Arjuna singkat.

“Berarti bukunya gak lu balikin dong pas dia ada pelajaran biologi kemaren?” Tanya Kamal mencoba menebak.

“Tepat” jawab Arjuna.

“Berarti suara notif hplu yang rame itu karena dispam Sani?” Tanya Putra mencoba menebak.

“Hm” Arjuna berdeham untuk mengiyakan pertanyaan Putra.

“Lu sengaja cabut kemaren walaupun sebenernya lu gak telat cuma karena mau dispam sama Sani?” Tanya Kamal.

“Kurang lebih begitu” jawab Arjuna singkat.

“Pinter banget sih, Kamal, tapi sayangnya jomblo” ledek Putra.

“Ngaca!” Kata Kamal dengan nada yang tinggi.

“Udah, dong” balas Putra “dan hasilnya adalah gua tamvan” lanjutnya.

“Emangnya lu jomblo, Put?” Tanya Andri.

“Nggak sih. Tapi lumayanlah, karena Kamal bilang kayak gitu kata-kata andalan gua jadi keluar” jawab Putra cengengesan.

“Kenapa lu ngerjain Sani, Jun?” Tanya Andri untuk mengganti topik, sepertinya dia malas melihat tingkah Putra.

“Pengen iseng aja” jawab Arjuna santai.

“Gila! Jahat sih” kata Kamal.

“Emangnya gua pernah baik ke orang, selain kalian?” Tanya Arjuna sambil menatap Kamal.

“Nggak sih” jawab Kamal.

“Psikopat” ujar Andri.

“Gak jahat=gak asik, ya, Jun” ujar Putra.

“Lu gak mikirin perasaannya Sani, kah. Jun?” Tanya Andri.

“Gak” jawab Arjuna.

“Benar-benar tidak memiliki perasaan” kata Kamal dengan mendrmatisir kata-kata dan nada bicaranya.

“Kayaknya bentar lagi bakal ada berita tentang Juna sama Sani yang bikin sekolah gempar” ujar Andri.

“Jun, ajarin gua fisika, dong” kata Putra tiba-tiba.

“Males ah. Lu bodoh” jawab Arjuna.

“Anjir, kok lu tega sih sama gua?” Tanya Putra sambil memasang raut wajah meminta untuk dikasihani.

“Bodo amat” ujar Arjuna dengan nada yang sangat khas saat mengucapkan kata-kata ini.

“Anjay! Akhirnya kata-kata mutiara Juna dengan nada khasnya keluar lagi setelah sekian lama” kata Andri tiba-tiba.