Saat waktu istirahat baru saja dimulai, seorang siswi dari kelas X IPA 3 memasuki kelas X IPA 5 tanpa menggunakan sopan santun. Tidak mengetuk pintu, tidak mengucapkan salam, dan tidak meminta izin untuk masuk.
Siswi yang baru saja memasuki kelas itu membuat semua siswi dan siswi kelas X IPA 5 yang belum keluar terkejut. Pasalnya, siswi yang baru saja memasuki kelas X IPA 5 adalah murid teladan di SMA Islam An-Nuur.
Dari banyaknya murid di kelas X IPA 5, hanya Arjuna yang tidak peduli dengan siswi yang baru saja memasuki kelasnya. Dia tidak peduli, karena ia merasa tidak kenal dengan siswi tersebut.
“Junaaa” panggil siswi yang baru saja membuat semua orang menatapnya karena tingkahnya yang tidak biasa saat Arjuna baru saja berdiri dari kursinya. Arjuna yang merasa terpanggil, mengedarkan pandangan ke sumber suara.
“Siapa?” Tanya Arjuna kepada siswi yang kini sudah berdiri tepat di depan mejanya. Pertanyaan yang dilontarkan oleh Arjuna membuat siswi yang berasal dari kelas lain itu tertawa.
“Dikira lucu kali kalau pura-pura gak kenal” ujar siswi yang berasal dari kelas X IPA 3 sambil duduk di kursi kosong yang berada di samping Arjuna. Perkataannya, membuat Arjuna terus menatapnya sambil mengingat-ingat.
“Lu siapa, hm?” Pertanyaan kembali dilontarkan oleh Arjuna yang gagal untuk mengingat siapa orang yang sedang mengajaknya berbicara.
“Gak lucu, Arjuna, gak lucu” ucap siswi itu malas.
“Dia mah emang gitu, San, suka pikun” kata Kamal yang sedari tadi memerhatikan dari kursi yang berada di paling ujung kelas “itu Sani, Jun” lanjutnya memberi tahu Arjuna.
“Masih muda udah pikun?” Tanya Sani yang kini menatap Kamal dengan tatapan yang cukup serius.
“Udah pikun dari lahir dia mah” ledek Kamal yang kemudian tertawa.
“Ngapain?” Tanya Arjuna malas tanpa melihat sedikit pun ke arah Sani.
“Ngisengin kamu, dong” jawab Sani “aku mau bales dendam” lanjutnya yang membuat Arjuna duduk dan tersenyum ke arah Sani karena perkataannya barusan.
“Oh” kata Arjuna kembali memasang wajah datarnya dan mengalihkan pandangan dari Sani.
‘Nih cewek gila, ya? Dia bener-bener pengen bales dendam sama gua, tapi dia bilang ke gua kalau dia mau balas dendam. Nih cewek bener-bener aneh. Tapi kayaknya bakalan menarik’ batin Arjuna
Kelakuan aneh Sani membuat semua murid yang masih berada di dalam kelas X IPA 5 mengejek Arjuna.
Arjuna sama sekali tidak memiliki keinginan untuk menghiraukan perkataan dari anak kelas yang meledeknya, juga tidak ingin menggubris Sani sedikit pun agar Sani merasa dihiraukan dan menyerah. Tapi kelakuan Sani membuat Arjuna kesal.
Sani membuka tas milik Arjuna dan mengeluarkan semua buku catatan yang ada di dalamnya, kemudian membacanya. Perlakuan ini benar-benar membuat Arjuna merasa risih. Arjuna tidak suka jika ada seseorang yang menyentuh barang miliknya.
Arjuna yang merasa tidak suka dengan perlakuan lancang Sani, dengan cepat dia mengambil semua buku catatan yang telah dikeluarkan oleh Sani dan menaruhnya kembali ke dalam tas.
“Ini apa sih?!” Teriak Sani yang masih membaca salah satu buku catatan milik Arjuna.
“kok buku catetan hampir kosong semua isinya?” Tanya Sani pada Arjuna “kamu gak pernah nyatet, ya?” Lanjutnya bertanya.
“Diem! Gua gak suka kalau barang gua dipegang sama orang lain” kata Arjuna dengan penuh penekanan.
“Gak pernah nyatet?” Tanya Sani.
“Iya” jawab Arjuna malas.
“Kenapa gak nyatet, deh?” Tanya Sani lagi
“Males” jawab Arjuna singkat, berharap Sani berhenti melontarkan pertanyaan.
“Kenapa males?” Sani terus bertanya.
“Mending tidur” jawab Arjuna santai.
“Gak niat sekolah” cibir Sani sambil menutup buku catatan Arjuna yang masih ia pegang, kemudian menaruhnya di atas meja.
“Emang” kata Arjuna santai “udah, kan, gini doang nginsenginnya? Ya udah minggir”
“Gak mau wleee” kata Sani dengan nada meledek dan menjulurkan lidahnya.
“Minggir!” Kesal Arjuna “kalau gak, gua tendang kursi lu sampe lu jatoh” lanjutnya mengancam.
“Coba aja kalau berani” tantang Sani.
‘Dia kira gua takut?
Apa gua keliatan bercanda?
Apa gua keliatan kayak orang yang suka bercanda di matanya?
Satu hal yang perlu gua ajarin ke nih cewek, gua gak suka ditantang. Kalau ditantang, ya pasti bakalan beneran gua lakuin.’ Monolog Arjuna dalam hatinya.
Tanpa berpikir lagi, Arjuna menendang bagian atas kursi yang diduduki oleh Sani sampai kursi itu hampir jatuh. Saat kursi itu bergerak dan akan jatuh, Arjuna langsung menangkapnya.
“Kalau lu masih gak mau minggir, kali ini lu yang bakal gua tendang sampai jatuh” ancam Arjuna sambil tersenyum manis pada Sani.
Sani tersentak karena melihat senyuman manis yang diperlihatkan Arjuna. Dengan segera, Sani bangkit dari kursi yang ia duduki dengan raut wajah yang terlihat aneh.
Arjuna menerobos kursi yang baru saja diduduki oleh Sani untuk beranjak keluar dari kelas.
‘Kalau aja gua duduk di bangku gua yang biasanya dan gak duduk di kursi yang ada di samping dindin kayak sekarang, gua pasti udah langsung pergi pas nih cewek aneh dateng. Tapi sayang, karena gua duduk di samping dinding, jadi itu satu-satunya jalan keluar buat gua’ keluh Arjuna dalam hatinya.
“AWAS AJA! NANTI AKU ISENGIN LAGI! LIHAT AJA NANTI” Teriak Sani saat Arjuna baru saja melewati pintu kelas.
‘Kayaknya dia masih belum nyerah juga. Cewek aneh ini bener-bener ngeselin dah. Tapi ok, bakal gua ladenin, kayaknya ke depannya bakalan jadi lebih menarik’ monolog Arjuna sambil menyeringai.
Jika ada satu hal yang harus Arjuna tahu, maka hal itu adalah tingkah Sani saat ia mengancamnya sambil tersenyum manis. Yang Arjuna lakukan tidak membuat Sani takut sama sekali, Sani hanya terkejut dengan senyum manis Arjuna yang membuatnya terlihat lebih tampan di mata Sani. Itulah alasan mengapa Sani menjadi salah tingkah dan menuruti perintah Arjuna tanpa berkomentar sedikit pun.
Bruk!
Seseorang menjatuhkan beberapa buku di atas meja Arjuna lalu menduduki kursi kosong yang ada di sampingnya.
Tadinya Arjuna mengira orang itu adalah Kamal yang baru masuk kelas di jam istirahat keduai ini. Saat Arjuna melihat ke arah kursi yang ada di sampingnya, ternyata dia salah.
Perempuan yang memakai kawat di giginya yang kini ada di samping Arjuna tidak lain adalah Sani. Karena selain Sani, tidak akan ada seorang perempuan pun yang berani mengganggu Arjuna.
‘Nih cewek masih belum jera juga sama kejadian kemaren?’ Pikir Arjuna
“Ngapain lagi?” Tanya Arjuna malas.
“Oh, gak pikun lagi?” Tanya Sani yang dihadiahi tatapan sinis oleh Arjuna.
“Ngapain?” Tanya Arjuna lagi dengan nada yang penuh dengan penekanan.
“Bawain kamu buku” jawab Sani santai, dia merasa tidak takut sama sekali dengan tatapan Arjuna.
“Buat apa, hm?” Tanya Arjuna malas sambil mengalihkan pandangannya.
“Buat kamu salin, biar gak kosong lagi tuh buku catetan kamu” jawab Sani sambil tersenyum ramah.
Mungkin yang dilakukan Sani adalah perlakuan terlihat biasa saja untuk orang yang ingin membalas kejahilan seseorang yang telah mengerjainya, tapi Sani tahu apa yang dia lakukan. Perlakuan yang dilakukan oleh Sani adalah tindakan yang sangat sempurna untuk membalas perilaku Arjuna yang memiliki tingkat risih berlebihan.
Sani tidak sepenuhnya ingin membalas perbuatan Arjuna, ada hal lain yang ingin dia lakukan terhadap Arjuna.
“Biar apa?” Tanya Arjuna lagi yang masih enggan untuk menatap Sani.
“Tanda terima kasih karena kamu udah kasih aku coklat banyaaak banget” jawab Sani dengan ekspresi senang saat mengucapkan kata ‘coklat’.
‘Bukannya udah lewat beberapa hari setelah gua kasih coklat buat nih cewek, ya?
Kenapa baru sekarang dia pengen ngasih gua sesuatu sebagai tanda terima kasih kembali?
Bener-bener orang yang aneh. Gua aja sampe bosen nyebut dia orang aneh.’ Batin Arjuna.
“Makanya, sekarang aku bawain kamu buku buat kamu salin” ucap Sani lagi.
“Tanda terima kasih lu murah banget” ujar Arjuna santai sambil mencoba kembali melihat wajah Sani.
“Terus mau apa, mau dikasih makanan juga?” Tanya Sani dengan nada yang lumayan tinggi dan memasang ekspresi sedikit kesal. Sepertinya kata-kata Arjuna tadi sukses membuat Sani kesal.
“Gak” jawab Arjuna singkat.
“Terus kamu mau apa deh?” Tanya Sani lagi dengan jari telunjuk yang ia tempelkan di dagunya dan bola mata yang ia putar ke arah kiri atas, juga memajukan bibir bawahnya.
“Salin semua yang ada di buku lu ke buku gua. Terus, lu tulisin semua catetan yang dipelajarin setiap harinya” jawab Arjuna santai. Arjuna berharap, Sani akan berhenti mengganggunya karena merasa risih dengan kata-katanya ini.
“Ok” balas Sani “mulai besok, aku bakal dateng ke kelas kamu terus tiap istirahat. Kita belajar bareng” lanjutnya.
Arjuna yang bingung dengan ucapan yang baru saja ia dengar, menatap lekat ke arah Sani. Ekspresi senang, itulah yang Arjuna lihat dari wajah Sani.
“Gak ada ditulisin!” Ujar Sani penuh penekanan “mulai besok, aku bakal ke sini terus biar kita bisa belajar bareng” lanjutnya.
Arjuna salah perhitungan. Dia benar-benar lupa kalau Sani benar-benar orang yang aneh dan sulit ditebak.
Arjuna berharap, dengan meminta Sani menuliskan bukunya setiap hari akan membuat Sani menjauh darinya, tapi yang ia dapatkan adalah hal lain. Arjuna benar-benar menyesali perkataannya.
“Ok, deal” kata Sani kembali berbicara. Setelahnya, dia langsung beranjak pergi meninggalkan kelas X IPA 5 dengan raut wajah senang dan sedikit melompat-lompat.
‘Nih cewek kayaknya bener-bener seneng ngerjain gua, ya?
Ok, kalau emang dia pengen mainin permainan sama gua, bakal gua ladenin.
Gua bakalan ngikutin alur permainan yang dia bikin dan ngebalikin papan permainan sampe dia akan kalah dalam permainannya sendiri. Gua udah tahu apa yang harus gua lakuin pertama kali buat ngasih pelajaran ke nih cewek.’ Batin Arjuna.
Arjuna beranjak meninggalkan kelas X IPA 5 untuk pergi ke warung yang biasa dia, Kamal, Putra, dan Andri tempati. Tongkrongan. Arjuna berharap ada Putra di sana sekarang.
Sesampainya di warung, Arjuna melihat Putra dan Andri yang sedang asyik bermain dengan ponselnya, bahkan Kamal yang sejak istirahat pertama tidak terlihat di kelas pun ada di sini.
“Put” Arjuna memanggil Putra saat ia saja duduk di salah satu kursi yang berseberangan dengan kursi yang diduduki Putra.
“Oy” Putra menjawab panggilan Arjuna.
“Lu nanti masuk kelas, gak?” Tanya Arjuna lagi.
“Masuk nanti habis ishoma” jawab Putra “kenapa emang?” Lanjutnya bertanya.
“Pelajaran apa abis ishoma nanti?” Arjuna berniat untuk tidak menjawab pertanyaan yang dan kembali melontarkan pertanyaan.
“Matematika minat” jawab Putra “emangnya lu mau ngapain?”
“Kayaknya gua mau masuk kelas lu” Arjuna menjawab pertanyaan Putra pada akhirnya.
“Kenapa emangnya kelas lu?” Tanya Putra lagi.
“Males dia. Soalnya habis ishoma pelajaran sejarah wajib” jawab Kamal yang sebenarnya hanya setengah benar.
“Kamu tidak menghargai sejarah, nak” ujar Andri menimpali.
“Kamu yang bukan anak IPA, diam, saja ya” ujar Arjuna pada Andri.
“Jas merah!” Ujar Andri dengan sedikit penekanan “jangan sesekali melupakan sejarah” lanjutnya penuh bangga.
“Gua gak ngelupain sejarah, gua aja gak tahu sejarah, gimana caranya gua lupain, kalau gua aja gak tahu?” Kata Arjuna santai.
“Bener juga sih” kata Andri sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Kalau belajar sejarah tuh berasa didongengin, anjir” kata Kamal tiba-tiba.
“Iya, njir, bikin ngantuk jadinya” Putra menimpali.
“Pelajaran apa si yang gak bikin lu pada ngantuk?” Tanya Arjuna santai.
“Gak ada sih, gua mah ngantuk semua” jawab Putra.
“Sama” ujar Andri.
“Untung gua jarang tidur di kelas” kata Kamal bangga.
“Tapi sekalinya tidur dari jam pelajaran pertama sampe pulang sekolah gak bangun-bangun” Arjuna menimpali.
“Anjir, seriusan?” Tanya Andri penasaran.
“Gak sekalian bawa kasur aja, Mal, ke kelas?” Tanya Putra.
“Niatnya sih pengen gua sewa aja kelasnya seharian” jawab Kamal santai.
“Dikira hotel kali” kata Andri sambil menepuk lengan bagian atas Kamal.
“Lu tadi kenapa gak masuk, Mal?” Tanya Arjuna untuk mengalihkan topik.
“Udah pinter” jawab Kamal santai. Sepertinya dia sedang sangat percaya diri hari ini.
“Tanyain fisika, Jun” kata Putra.
“Apa itu fisika?” Tanya Andri bercanda.
“Dibilang, anak IPS mah diem aja” kata Kamal.
“Berisik nih anak-anak yang apel jatoh aja dihitung” ujar Andri yang tidak terima dengan ucapan Kamal.
“Dari pada lu, anak IPS tapi gak bisa ngitung pajak” balas Kamal.
“Yuk, gelut, yuk, gelut” kata Putra memanas-manasi.
“Mal, bumi itu bulat atau datar?” Tanya Andri tiba-tiba.
“Segitiga siku-siku” jawab Kamal santai.
“Anjir, pake pitagoras dong buat nentuin garis kemiringannya” kata Putra sambil tertawa.
“Yoi” Kamal mengiyakan.
“Otaknya Kamal si yang miring mah” ujar Andri yang terlihat masih dendam dengan kata-kata Kamal sebelumnya.
Mereka berempat menghabiskan waktu dengan banyak obrolan di warung ini. Mulai dari obrolan tidak penting, saling mencaci, bercerita, sampai berbagi ilmu.
Seperti yang dibilang oleh Putra, mereka semua akan kembali ke kelas setelah ishoma, dan Arjuna akan mengikuti pelajaran di kelas Putra, yaitu kelas X IPA 3.
“Jun, jadi masuk kelas gua, gak?” Tanya Putra saat ingin kembali ke kelas.
“Duluan, gih” jawab Arjuna santai. Setelah mendengar jawaban dari Arjuna, Putra beranjak pergi meninggalkan warung yang telah mereka tempati sejak istirahat kedua ini.
“Lu ikut si Juna masuk kelas Putra, Mal?” Tanya Andri.
“Gak dulu, dah, mager gua” jawab Kamal.
“Terus lu berangkat sekolah ngapain?” Andri kembali bertanya “dari pelajaran pertama sampe istirahat pertama kerjanya cuma tidur, dari istirahat pertama sampe udah mau pulang gak ke kelas sama sekali” lanjutnya.
“Nongkronglah” jawab Kamal santai.
“Ndri, ayo masuk kelas” ajak Arjuna pada Andri.
“Kuy” jawab Andri.
Arjuna dan Andri beranjak pergi meninggalkan Kamal yang masih ingin tinggal di warung yang berada tepat di depan gerbang sekolahnya ini, sepertinya dia sedang malas sekolah.
Sesampainya di depan kelas Putra, Andri langsung memisahkan diri untuk segera masuk ke kelasnya. Sedangkan Arjuna masih terdiam di depan pintu kelas Putra.
Tok! Tok! Tok!
“Assalamu’alaikum” ucap Arjuna sambil mengetuk pintu kelas yang bertuliskan X IPA 3 itu.
“Wa’alaikumussalam” terdengar beberapa orang menjawab salam yang diucapkan oleh Arjuna dari dalam kelas X IPA 3.
“Siapa, ya?” Seorang guru yang sedang mengajar matematika lintas minat di kelas X IPA 3 bertanya dari dalam kelas.
“Arjuna Junaedi, bu” jawab Arjuna dengan nada yang rendah untuk menghormati gurunya.
Cklek!
“Ada apa, Jun?” Tanya seorang siswi kelas X IPA 3 yang membukakan pintu untuk Arjuna.
“Oh, Arjuna” kata Enden yang sedang mengajar matermatika lintas minat di kelas tersebut “Sini masuk, Juna!” Arjuna belum sempat menjawab pertanyaan dari siswi yang membukakan pintunya, tapi guru matematika lintas minat itu sudah mempersilahkannya masuk ke dalam kelas. Arjuna sangat akrab dengan guru yang satu ini, oleh karena itu ia langsung masuk ke dalam kelas.
“Sa…”
“Perkenalkan, ini Arjuna Junaedi dari kelas X IPA 5. Orang yang pernah ibu beri tahu ke kalian sebelumnya karena mendapat nilai 98 di pelajaran ibu. Nilai terbesar di angkatan kalian dalam mata pelajaran yang ibu ampu” guru itu memperkenalkan Arjuna pada semua orang di kelas ini yang membuat ucapan Arjuna terpotong “waktu itu salah di sebelah mananya, ya, Juna?” Lanjutnya bertanya.
“Minnya terlalu dekat sama tanda sama dengan bu, sampai gak kelihatan karena hampir nyatu” Arjuna menjawab pertanyaan Enden.
“Kenapa waktu itu sampai buru-buru kayak gitu, Juna?” Enden kembali bertanya.
“Soalnya, saya tidur waktu ngerjain ulangan, bu” Arjuna menjawab pertanyaan Enden sambil menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak terasa gatal “karena baru dibangunin pas 15 menit terakhir dan LJK saya masih kosong, jadinya saya buru-buru” lanjutnya.
“Beneran?” Tanya guru matematika lintas minat itu dengan ekspresi yang sangat terkejut.
“Iya, bu” jawab Arjuna dengan nada yang canggung karena banyaknya murid yang melihat ke arahnya.
“Tapi seharusnya kamu tetap dapat nilai sempurna. Karena peraturan sekolah tidak boleh memberikan nilai sempurna saat ulangan, jadinya nilai kamu tetap 98” kata Enden berterus terang “Juna, ngapain ke sini?” Tanyanya pada akhirnya.
“Saya cari orang, bu” jawab Arjuna.
“Siapa?” Tanya Enden lagi.
“Sani, bu?” Jawab Arjuna ragu.
“Oh, Sani. Kenapa, ya, Juna?” Tanya Enden.
“Ya, gak kenapa-napa, bu” jawab Arjuna, mencoba untuk bersikap santai “emangnya gak boleh saya nyari pacar saya sendiri?”
“Oh, pacar?” Tanya Enden sedikit terkejut karena mendengar kedua murid kesayangannya memiliki hubungan “Silakan, Sani, ngobrol dulu sama pacarnya di luar” Enden mempersilakan dengan ekspresi yang sedikit meledek Sani. Sebagai guru senior, Enden sangat akrab pada semua muridnya.
Mendengar perkataan gurunya, Arjuna melangkah mundur untuk keluar dari kelas X IPA 3 dan menunggu Sani di depan pintu kelas.
Sani keluar dari kelasnya dengan memasang raut wajah yang terlihat sangat kesal. Saking kesalnya, Sani sampai lupa untuk menutup pintu kelasnya.
“Ngapain ke sini?” Tanya Sani dengan nada yang terdengar sangat kesal saat baru saja berdiri tepat di hadapan Arjuna. Sani mengeluarkan suara terlalu kencang karena emosinya, sehingga suaranya dapat didengar oleh semua orang yang berada di dalam kelas X IPA 3
“Oh, lagi ada masalah rumah tangga, ternyata” celetuk seorang siswa dari dalam kelas.
“Emangnya salah ya, kalau aku mau nemuin pacar aku sendiri?” Tanya Arjuna dengan menundukkan kepalanya.
“Ngapain ke sini?” Tanya Sani sekali lagi dengan penuh penekanan di tiap kata-katanya.
“Eum, kangen” jawab Arjuna dengan nada yang menggemaskan sambil mencoba untuk menegakkan kepalanya “gak boleh, ya?” Tanya Arjuna dengan memperlihatkan ekspresi sedihnya kepada Sani.
‘Dia lagi acting atau benar-benar sedih sih?
Apa jangan-jangan Juna lagi ada masalah, makanya dia datang ke kelas aku buat ceritain tentang masalahnya?
Raut wajahnya bilang kalau dia bener-bener sedih.
Gak, gak, gak, dia pasti lagi acting.’ Monolog Sani di dalam hatinya
“Arjuna!” Bentak Sani sambil menatap tajam ke mata Arjuna.
“K-kenapa, sayang?” Tanya Arjuna dengan ekspresi yang terlihat semakin takut.
“Mau kamu tuh apa, sih?” Tanya Sani dengan nada yang sedikit lebih rendah dari sebelumnya.
“Mau ketemu kamu” Arjuna menjawab dengan ekspresi imut yang ia miliki
“Ish, kamu tuh, ya!” Ujar Sani kembali emosi.
“Jangan marah-marah terus dong, cantik. Nanti cantiknya hilang loh” Arjuna tersenyum manis sambil mengusap-usap kepala Sani yang terbalut dengan kerudung “ya udah, kamu lanjut belajar lagi, sana”
“Dadah, Sani jelek” kata Arjuna sebelum meninggalkan Sani.
Sani tidak terima, bukan karena dibilang jelek, tapi karena perilaku Arjuna yang membuatnya merasa dipermalukan di depan teman-teman sekelasnya, terlebih lagi ada guru yang sedang mengajar. Sani menarik kerah baju Arjuna agar Arjuna mengikutinya untuk bergeser tempat sedikit. Sani tahu, Arjuna tidak akan menunjukkan sikap aslinya jika semua orang yang berada di kelas X IPA 3 bisa melihatnya, itulah sebabnya Sani menarik Arjuna.
Tidak terlalu jauh, Sani hanya menarik Arjuna agar sedikit bergeser saja, yang tadinya tepat di depan pintu, kini mereka berbicara di depan jendela kelas X IPA 3 yang tidak dapat dibuka.
Arjuna sengaja membelakangi kelas X IPA 3 agar semua murid yang sedang belajar di dalamnya tidak dapat melihat ekspresi datar yang akan ia keluarkan nantinya.
“Maksud kamu apa?” Tanya Sani dengan emosi yang mendidih sambil melepaskan tangannya dari bahu Arjuna.
“Siapa suruh cari gara-gara sama gua, hm?” Tanya Arjuna dengan wajah datar seperti biasanya.
“Oh, ceritanya mau balas dendam?” Tanya Sani yang tidak lagi menggunakan nada yang tinggi.
“Gak boleh?” Arjuna bertanya pada Sani dengan tersenyum sinis “atau jangan-jangan lu udah kena mental?” Lanjutnya bertanya.
“Biasa aja sih” jawab Sani sambil tersenyum manis untuk membalas senyuman sinis yang Arjuna berikan padanya “kirain aku tuh mau bales yang gimana. Ternyata cuma kayak gini aja?” Lanjutnya memprovokasi Arjuna.
“Menarik” Arjuna tersenyum puas mendengar jawaban dari Sani, dia sama sekali tidak merasa terprovokasi dengan kata-kata yang Sani lontarkan “ya udah, gih, masuk kelas sana”
“Oh, udah, segitu doang?” Tanya Sani yang kembali mencoba untuk memprovokasi Arjuna sambil berbalik badan untuk kembali masuk ke kelas dan meninggalkan Arjuna.
“Tenang aja, game-nya baru dimulai, kok” ujar Arjuna santai. Sani tidak mempedulikan kata-kata Arjuna sama sekali, dia hanya terus berjalan dengan pelan untuk masuk ke kelas.
“The real game is about to begins” ujar Arjuna dengan suara pelan sambil mengikuti Sani dari belakang “now” tambahnya sambil melancarkan aksi yang telah ia rencanakan.
Greb!
Arjuna menarik lengan baju Sani saat Sani baru saja akan memasuki kelas X IPA 3. Arjuna menarik Sani sampai Sani kembali berhadapan dengannya seperti posisi awal di saat pertama kali Sani keluar dari kelas.
Tak sepenuhnya sama. Sebelumnya, Arjuna yang berdiri di depan Sani dengan menghadap langsung pintu kelas X IPA 3 dan Sani membelakangi pintu kelasnya. Kali ini Arjuna membalik posisinya, dia menarik Sani sehingga Sani berdiri di depannya dengan menghadap langsung pintu kelas, sedangkan Arjuna membelakangi pintu kelas X IPA 3.
“AR…?” Belum sempat Sani menyelesaikan teriakannya, dia sudah kembali terkejut dengan perlakuan Arjuna selanjutnya. Arjuna terus berjalan untuk mengikis jarak di antara dia dan Sani.
Greb!
Arjuna menarik Sani untuk masuk ke dalam pelukannya.
Semua siswa maupun siswi terdiam dengan membelalakkan matanya karena melihat kelakuan Arjuna yang begitu nekat, memeluk Sani di sekolah saat Kegiatan Belajar Mengajar sedang berlangsung, terlebih lagi ada guru yang sedang mengajar. Saking tidak percayanya dengan apa yang mereka lihat, beberapa siswa-siswi sampai membeku sejenak untuk memikirkan apa yang sedang mereka lihat.
“Aaa…” Teriak para siswi dari dalam kelas.
“Cocoklah”
“Pas banget, tinggi sama tinggi”
“Cocok, juara umum sekolah sama juara paralel umim”
“Caketos dan cawaketos”
“Aku padamu, Juna”
Ujar para siswa yang melihat tingkah laku Arjuna yang sangat nekat.
“Aku…Aku kangen banget sama kamu, San” kata Arjuna dengan nada sedih “Tolong… Tolong maafin aku, jangan marah sama aku lagi. Aku gak mau kayak gini. Aku gak bisa” lanjutnya mendramatisir.
Sani merasa waktu seakan berhenti untuk sesaat, ia merasa tubuh dan lidahnya membeku. Sani tidak bisa berkata apa-apa, dia tidak bisa melawan, dia hanya bisa pasrah dengan situasi yang sedang ia hadapi. Bahkan, untuk merasa malu saja, ia tidak bisa.
Secara perlahan, semburat merah keluar dari pipi Sani yang sebelumnya berwarna putih.
“Don’t play with me” bisik Arjuna di telinga Sani melalui kerudungnya “belum apa-apa udah game over, membosankan” tambahnya masih berbisik.
Setelah membisikkan semua kata yang ia ingin sampaikan, Arjuna melepas pelukannya terhadap Sani. Sekilas, Arjuna mengeluarkan devil smirk miliknya tepat di depan wajah Sani, setelahnya ia tersenyum manis sambil kembali mengusap kepala Sani melalui kerudungnya.
“Maafinlah, San”
“Iya, San. Juna udah bela-belain dateng ke kelas cuma buat minta maaf sama lu, San”
“Di depan banyak orang lagi, San”
Beberapa siswa-siswi berkata karena sudah terbawa suasana dengan apa yang Arjuna perlihatkan. Hal itu membuat Arjuna tersenyum menang.
“Ekhem” Enden yang hanya terdiam karena juga terbawa suasana setelah melihat tingkah laku dari kedua murid kesayangannya kini sudah kembali tersadar. Dehaman yang keluar dari gurunya membuat Arjuna membalikkan tubuhnya agar dapat menatap gurunya.
“M-maaf ya, bu” ujar Arjuna ragu dengan menundukkan kepalanya
“Iya, tidak apa-apa, ibu juga pernah muda kok, Jun” jawab Enden santai. Inilah yang membuat Arjuna berani melakukan rencananya, dia sudah tahu betul dengan sikap dan sifat dari guru matematika lintas minatnya yang satu ini.
Semuanya telah berjalan sesuai dengan rencana yang Arjuna pikirkan. Arjuna kembali menoleh ke arah Sani yang masih saja membeku di tempatnya berdiri.
‘Nih cewek kenapa dsh? Kenapa dia masih diem aja? Apa perlakuan gua tadi berlebihan?’ Arjuna bertanya-tanya dalam hatinya.
Tuk!
Arjuna menjitak kepala Sani dengan pelan untuk mengembalikan kesadaran Sani.
“Mau belajar bareng gak, cantik?” Tanya Arjuna pada Sani.
“I-iya, m-mau” jawab Sani yang masih saja seperti orang linglung.
“Bu, saya boleh ikut belajar di sini?” Tanya Arjuna santai pada guru matematika lintas minat yang sedang mengajar.
“Memangnya Juna gak ada pelajaran di kelasnya?” Tanya Enden memastikan.
“Sejarah wajib, bu, saya males” jawab Arjuna santai “dari pada saya cuma tidur di kelas saya karena ngerasa didongengin, mending saya ikut belajar di sini bareng pacar saya kan, bu” lanjutnya.
“Ya sudah, boleh” ucap Enden menyetujui permintaan Arjuna.
“Tapi saya duduknya di sebelah pacar saya ya, bu” pinta Arjuna lagi
“Asalkan jangan pacaran di kelas aja” jawab Enden dengan sedikit penekanan.
“Ok, bu” jawab Arjuna sambil menarik lengan baju Sani agar Sani mengikutinya untuk masuk ke dalam kelas.
Di dalam kelas, Arjuna duduk di samping Sani yang telihat tidak seperti biasanya. Arjuna memilih untuk duduk di kursi yang berada di deretan ketiga, karena dia tahu, kalau Putra akan segera menyusulnya untuk mengajaknya bicara.
Kali ini Sani terlihat sangat pendiam, membuat Arjuna merasa aneh dengannya.
‘Nih anak kesurupan, ya?” Tanya Arjuna dalam batinnya.
“Anjay, keren lu, Jun!” Bisik Putra yang baru saja menarik kursinya ke samping meja yang sedang Arjuna duduki “ku kira cupu, ternyata suhu” lanjutnya.
“Karena waktu yang seharusnya kita pakai untuk belajar sempat tersita oleh dua insan yang sedang jatuh cinta, mereka berdua harus menebusnya. Sebagai hukuman, Arjuna dan Sani harus membantu ibu mengajar di kelas” ujar Enden berpanjang lebar “satu lagi, jangan lupa pjnya ya, Juna, Sani. Ekhem” lanjutnya meledek.
“Sani gak usah, bu, biar saya aja” Arjuna menawarkan diri. Menurut Arjuna, ini adalah kesalahannya, bukan kesalahan Sani. Itulah alasan mengapa dia menawarkan hanya dirinya saja yang dihukum.
“Ya sudah, tidak apa-apa” Enden menyetujui penawaran yang Arjuna berikan.
Untuk menebus kesalahan yang diperbuatnya, Arjuna hanya bisa setuju untuk membantu gurunya mengajar di kelas. Arjuna datang dari meja ke meja untuk menjelaskan secara langsung para siswa ataupun siswi yang masih merasa tidak paham.
Sani yang masih tidak habis pikir dengan perbuatan Arjuna sebelumnya terus memperhatikan Arjuna apapun yang Arjuna lakukan, matanya benar-benar tidak pernah luput dari Arjuna.
Di sisi lain, tidak hanya mengajarkan siswa-siswi dengan serius dan kompeten karena hukuman yang Enden berikan padanya, Arjuna benar-benar totalitas melakukan aktingnya sebagai pacar Sani di kelas X IPA 3 ini. Arjuna selalu tersenyum kepada Sani setiap kali dirinya melihat ke arah Sani, bahkan setiap selesai memberikan penjelasan kepada siswa-siswi yang bertanya padanya tentang pelajaran, dia selalu langsung menghampiri Sani untuk mengajak Sani bicara dengan santai, bahkan bercanda, benar-benar berbeda dari pada biasanya.
Untuk perlakuan yang Arjuna lakukan sebelumnya, sebenarnya Arjuna tidak benar-benar mengusap apa lagi memeluk Sani. Dia hanya membuat seolah-olah apa yang ia lakukan benar-benar terjadi di depan mata orang yang melihatnya. Seperti sulap.
Arjuna bukanlah salah satu tipe laki-laki yang akan menyentuh perempuan dengan sembarangan, dia tidak akan menyentuh lawan jenis yang bukan mahram baginya. Membuat Sani jera. Hanya itu tujuannya. Karena dia benar-benar merasa risih dengan apa yang Sani lakukan.
Arjuna telah mempertimbangkan dan merencanakan semua hal yang baru saja dia lakukan. Hanya dengan kata-kata ‘yang terlihat bukanlah hal yang sebenarnya terjadi’ yang ia dapat dari sebuah film yang pernah ia tonton, Arjuna benar-benar dapat melakukannya dengan sempurna.
Dengan bermodalkan dua dari beberapa pelajaran favoritnya, yaitu fisika dan matematika, Arjuna membuat teori dan memperhitungkan segala hal yang terjadi.
Ilusi optik, itulah teori yang digunakan Arjuna untuk melakukan aksinya sebelumnya. Dia benar-benar berpikir bagaimana cara mendapatkan titik buta yang tidak dapat dilihat oleh orang-orang yang melihatnya agar ia dapat memperlihatkan sebuah tontonan drama yang bagus untuk orang-orang yang melihatnya.
Hal pertama yang Arjuna lakukan adalah memancing emosi Sani agar Sani keluar dari kelas, karena dia merasa tidak mendapatkan titik yang bagus untuk melancarkan aksinya.
Saat Arjuna mengelus kepala Sani, ia tidak benar-benar melakukannya, bahkan menyentuh kerudungnya pun tidak. Arjuna hanya memanfaatkan pintu yang tidak terbuka sepenuhnya untuk menghalangi pandangan orang yang melihatnya mengusap udara dan membuatnya seolah-olah sedang mengusap kepala Sani.
Di aksi keduanya, saat Arjuna memeluk Sani. Arjuna hanya mendekatkan tubuhnya dengan tubuh Sani, tangannya ia lingkarkan di sekitar tubuh Sani, tidak sampai bersentuhan, tapi cukup untuk mengelabui orang-orang yang melihat tingkahnya dari titik buta atau pun dari tempat yang jauh.
Itulah mengapa Arjuna menutupi pandangan anak kelas X MIPA 3 dengan tubuhnya saat ia sedang memeluk Sani. Arjuna memanfaatkan tubuhnya sendiri untuk menghalangi pandangan orang yang melihat tingkah anehnya dari belakang.
Yang Arjuna lakukan sangat berbeda dengan apa yang Sani rasakan. Entah karena terlalu banyak menonton drama korea atau terlalu sering membayangkan adegan romantis yang terdapat di dalam drama yang ditontonnya, Sani merasa seakan-akan dia benar-benar dipeluk oleh Arjuna.
‘Kalau suka tuh bilang, Arjuna’ monolog Sani dalam batinnya.