WebNovelJuNi64.29%

Pengganggu

Terjadi sesuatu yang mengejutkan di kelas X IPA 5 hari ini, yaitu Arjuna dan Kamal yang mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan sangat baik. Tanpa bercanda, tanpa bolos, dan tanpa tidur sedikit pun. Hal yang diyakini mustahil terjadi oleh siswa-siswi kelas X IPA 5 telah terjadi.

Tidak seperti biasanya, Arjuna yang hampir selalu pasif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, kini menjadi sangat aktif. Bahkan, Arjuna yang biasanya bersikap cuek kepada orang-orang yang dianggap tidak terlalu dekat dengannya, hari ini selalu menjawab pertanyaan dari siswa-siswi kelas yang merasa tidak mengeri dengan sangat ramah.

Sudah saatnya jam istirahat kedua sekolah, selain tidak keluar kelas sama sekali, Arjuna merasakan ada satu hal yang berbeda terjadi pada dirinya hari ini. Arjuna merasa ada satu hal yang seharusnya terjadi, tapi hal itu tidak terjadi hari ini.

“Tumben si Sani gak ke kelas pas jam istirahat?” Tanya Kamal tiba-tiba setelah menyelesaikan kegiatannya membaca buku.

Benar. Sani tidak datang ke kelas X IPA 5 untuk mengganggu Arjuna hari ini. Sepertinya, hal itulah yang membuat Arjuna merasakan hal yang berbeda.

‘Apa cewek aneh itu udah ngasih terlalu banyak gaya ke gua, sampe-sampe gua ngerasa ada sesuatu yang beda pas dia gak datang buat gangguin gua.

Jika rumus tekanan adalah p = F / A, dengan p adalah tekanan, F adalah gaya, dan A adalah luas penampang. Artinya, cewek aneh itu udah terlalu banyak ngasih gaya ke gua di ruang kelas yang sempit dengan panjang dan lebarnya cuma 8 m x 8 m atau seluas 64 m² ini, sampe-sampe dia udah ngehasilin tekanan yang begitu besar buat gua.

Dia bener-bener ngasih banyak tekanan. Benar-benar orang aneh yang ngerepotin.’ Pikir Arjuna.

“Woy, Jun!” Teriak Kamal saat Arjuna sedang memikirkan rumus tekanan yang ia cocokologikan dengan tingkah laku Sani terhadapnya “kok lu diem aja?”

“Hm?” Deham Arjuna bertanya, dia benar-benar terlalu asyik memikirkan hipotesisnya sehingga tidak memerhatikan Kamal yang mengajaknya bicara

“Kok Sani gak ke kelas pas jam istirahat tadi? Selek lu sama doi?” Tanya Kamal kembali, Arjuna yang tidak tahu harus menjawab apa, hanya mengedikkan bahu untuk menjawab pertanyaannya.

“Junaaa!” Teriak seorang siswi yang baru saja masuk ke dalam kelas X IPA 5.

“Eh, Sani. Baru juga diomongin” ujar Kamal pada Sani yang baru saja masuk ke kelas “panjang umur” tambahnya.

Baru saja Arjuna berpikir kalau hari ini akan berbeda dengan hari lainnya. Seseorang yang membuat hari Arjuna seperti roda yang hanya berputar untuk mengulang waktu kini telah kembali datang di hadapan Arjuna untuk kembali memutar roda tersebut.

Sani benar-benar tidak mau melepaskan Arjuna. Sani benar-benar ingin menyiksa Arjuna sampai Arjuna meminta ampun padanya.

‘Ya udahlah ya. Mungkin emang belum saatnya gua bisa nikmatin hari yang indah tanpa adanya cewek aneh yang selalu gangguin gua ini’ pasrah Arjuna.

“Ngapain?” Tanya Arjuna pada Sani dengan nada yang terdengar sangat malas.

“Ya, belajarlah!” jawab Sani dengan nada yang sedikit tinggi “kan udah aku bilang, kalau aku bakal ke kelas kamu terus kalau istirahat, supaya kita bisa belajar bareng”

“Tapi sekarang kan jam ishoma, San” timpal Kamal iseng “bukan jam istirahat” lanjutnya.

“Memangnya ishoma bukan istirahat?” Tanya Sani “Ishoma kan singkatan dari istirahat, sholat, makan. Tuh depannya aja udah istirahat, ya berarti ini waktu istirahat” lanjutnya yang membuat Arjuna terkekeh karena Kamal yang langsung terdiam setelah mendengar perkataan Sani.

“Kalau gua ikut belajar boleh, gak?” Tanya Kamal setelah diam beberapa saat.

“Gak boleh, kamu kan udah pinter” jawab Sani spontan.

“Ya, lu sendiri udah pinter, Juna juga” jawab Kamal “Lu malah juara umum sekolah, lebih pinter dari gua, ngapain masih belajar?” Lanjutnya bertanya dengan nada yang sedikit tinggi.

“Ya kan kamu juara paralel agama, kalau Juna kan juara paralel umum” jawab Sani “jadi kalau Juna belajar pelajaran umum bareng aku, itu wajar, soalnya dia harus mempertahankan prestasi belajarnya di pelajaran berbasis umum. Kalau kamu juga mau pertahanin gelar juara kamu, sana, kamu belajar pelajaran agama!” lanjutnya.

“Arjuna juga ranking satu agama di kelas” balas Kamal tak mau kalah “wajar dong kalau dia belajar mapel berbasis agama bareng gua, supaya dia bisa pertahanin prestasinya” lanjutnya.

“Tapi kan Arjuna dapet juaranya, juara paralel umum” Sani masih tak mau kalah “jadi, dia harus lebih pentingin belajar mapel umum, supaya tetap jadi juara paralel umum”

“Mapel agama gak penting?” Tanya Kamal pada Sani “agama itu penting, bukan cuma buat di dunia, tapi juga di akhirat. Lu juga kan jadi juara umum sekolah karena nilai lu gak bagus di mapel berbasis umum aja, tapi juga di mapel berbasis agama” tambahnya.

“Lu juga bisa jadi juara umum sekolah karena nilai di rapor umum sama rapor agama lu bagus” Kamal terus berbicara “harusnya lu juga belajar mapel berbasis agama supaya bisa pertahanin title juara umum lu” tambahnya.

“Aku gak bilang mapel agama gak penting” balas Sani “aku cuma bilang…”

Bug!

Arjuna memukul meja yang ada di depannya dengan cukup kencang untuk memotong perdebatan dua insan yang berada di samping kiri dan kanannya.

Arjuna terlalu malas untuk mendengarkan perdebatan tidak penting Sani dan Kamal. Menurut Arjuna, dia seperti sedang mendengarkan perdebatan di antara iblis dan malaikat.

Kamal bukanlah tipe orang yang suka berdebat, Arjuna tahu itu. Kamal hanya ingin meledek Sani.

“Udah, kalau lu berdua mau belajar, ya, belajar aja” ketus Arjuna “kalau mau rebutan posisi juara umum sekolah, ya sana lu berdua aja yang rebutan, gak usah bawa-bawa gua. Gua gak minat” lanjutnya dengan penuh penekanan saat mengatakan ‘gak minat’.

“Juna…” Lirih Sani.

"Mal, gua bosen

belajar pelajaran umum terus sama cewek jamet yang aneh ini. Kita belajar

pelajaran agama aja” ujar Arjuna santai agar dapat keluar dari situasi yang

kini sedang ia hadapi.

“Kuy” jawab Kamal “lu mau belajar pelajaran apa?” Tanyanya.

“Nahwu shorof ae” jawab Arjuna seadanya.

Sani memajukan bibir bawahnya saat Arjuna dan Kamal mulai belajar bersama.

Sani sebenarnya bukanlah tipe orang yang sombong seperti yang baru saja ia lakukan. Tapi dikarenakan lawan bicaranya barusan adalah Kamal, orang yang sering mengejeknya saat dia sedang belajar bersama dengan Arjuna, membuat Sani tidak mau kalah pada Kamal dan sering menghadapi Kamal dengan emosi.

“Mau ikut gak, San?” Tanya Kamal.

“Gak” tolak Sani malas sambil memutar bola matanya “aku mau belajar sendiri aja” lanjitnya. Setelahnya, dia membuka salah satu buku untuk dibaca.

“Jun, I love you” ucap Kamal tiba-tiba dengan mengedipkan sebelah matanya yang membuat Arjuna segera menatapnya dengan tatapan jijik.

“Hm” Arjuna hanya berdeham untuk membalas perkataan tidak penting Kamal. Arjuna sangat paham dengan kode yang Kamal berikan, Kamal ingin membuat emosi Sani kembali naik.

“Bales dong, sayang” pinta Kamal pada Arjuna dengan nada yang sangat menjijikkan.

“Love you too” balas Arjuna malas.

“Nah, gitu dong” ucap Kamal senang karena berhasil membuat Arjuna terlihat sedikit kesal “ayang deh sama Juna” tambahnya yang membuat Arjuna semakin malas dengan tingkahnya.

“Bodo amat” Arjuna mengeluarkan kata-kata andalannya dengan ciri khas yang ia miliki saat mengatakan kalimat tersebut.

Perkataan Kamal barusan membuat mood Arjuna rusak. Arjuna tahu, Kamal akan terus memaksanya untuk mengatakan hal yang menjijikkan seperti tadi kalau mereka bertiga tetap berada di sini.

“Keluar, yuk” ajak Arjuna pada Kamal.

“Mau ke mana?” Tanya Sani.

“Gua gak ngajak lu” timpal Arjuna malas.

“Tapi aku mau ikut wleee” Sani menjawab ucapan Arjuna dengan nada mengejek dan menjulurkan lidahnya setelahnya.

“Gua mau cabut” balas Arjuna “anak rajin kayak lu, gak akan mau ikut” lanjutnya yang membuat Sani kembali memajukan bibir bawahnya.

“Yuk, San, ikut aja” ajak Kamal “sekali-kali cabut mah gapapa” lanjutnya. Sepertinya Kamal ingin menghasut anak rajin sepertiu Sani untuk mengajarkannya cara untuk bolos sekolah.

“Iblis” cibir Arjuna kesal. Selain karena Kamal yang mencoba untuk menghasut anak rajin seperti Sani, Arjuna yakin jika Kamal sengaja mengajak Sani agar dia terus merasa risih.

“Hayuuuk” jawab Sani senang. Arjuna hanya bisa pasrah sambil menepuk jidatnya karena pembicaraan yang ia dengar di antara Kamal dan Sani.

Kamal, Arjuna, dan Sani segera bangkit dari kursi yang masing-masing mereka duduki untuk beranjak pergi meninggalkan kelas.

“Kamal, assalamu’alaikum” seorang siswi kelas 11 menyapa Kamal dengan senyum terindah yang ia miliki dan menunduk setelahnya. Telihat dari penampilan dan caranya menyapa, dia adalah siswi yang sangat pemalu.

“Wa’alaikumussalam, kakak sayang” jawab Kamal sambil tersenyum manis yang membuat Arjuna dan Sani menatap dengan tatapan tak percaya ke arahnya.

Wajah dari siswi kelas 11 yang baru saja menyapa Kamal memerah setelah mendengar balasan dari Kamal. Siswi itu menunduk karena merasa malu, kemudian ia berlari menaiki tangga yang tepat berada di depan kelas X IPA 5 untuk kembali ke kelasnya.

“Siapa, Mal?” Tanya Sani penasaran.

“Pacar gua” jawab Kamal santai.

“IH, KAMAL PACARAN SAMA KAKAK KELAS” teriak Sani heboh.

“Sejak kapan?” Tanya Arjuna.

“Baru dua minggu” jawab Kamal singkat.

Setelahnya, mereka bertiga langsung beranjak pergi meninggalkan lorong kelas.

“Eh, Sani” panggil Putra untuk sekadar basa-basi saat Arjuna, Kamal, dan Sani baru saja sampai di tongkrongan.

“Mending lu balik aja ke kelas, San” saran Arjuna pada Sani saat baru saja duduk “banyak yang ngerokok di sini” lanjutnya mencoba untuk mengusir Sani.

“Ya, gapapa, ngerokok aja. Abiku di rumah juga ngerokok kok” jawab Sani santai “lagian, cuma kalian Andri, Kamal, sama Putra aja di sini yang ngerokok” tambahnya. Pasalnya, hanya mereka berempat yang ada di warung.

“Tuh, Jun, ngerokok aja” ucap Andri “. Gak usah malu-malu”

“Kamu juga ngerokok?” Tanya Sani sambil melihat ke arah Arjuna yang hanya dijawab dengan anggukan oleh Arjuna “gak kelihatan ih, soalnya bibir kamu merah” lanjutnya heran.

“Omelin, San!” Putra mencoba untuk memanas-manasi “biar gak ngerokok terus tuh si Juna”

Setelah mendengar yang dikatakan Putra, Sani pun langsung bangkit dan beranjak pergi meninggalkan Arjuna dan ketiga sahabatnya tanpa mengatakan sepatah kata pun.

“Parah lu, Put” ucap Kamal.

“Tahu nih Putra” timpal Andri “gak mikir”

“Ya, maaf” balas Putra yang terlihat sedikit panik “mana gua tahu kalau Sani gak suka perokok”

“Makasih, Put” kata Arjuna.

“Jun, sumpah, gua gak bermaksud kayak gitu” balas Putra semakin panik karena merasa bersalah.

“Santai aja” balas Arjuna “malah bagus, lu udah bikin dia pergi dari sini”

“Lu masih risih sama Sani, Jun?” Tanya Andri penasaran.

“Hm” Arjuna hanya berdeham untuk mengiyakan.

“Cewek secantik, setinggi, dan sepinter Sani aja masih risih?” Tanya Andri “gimana yang lain, coba?”

“Auto diskiplah” timpal Kamal “Juna kan emang gak waras. Mana suka dia sama cewek” tambahnya

“Lu gak normal ya, Jun?” Tanya Putra “lu belok?”

“Hm” Arjuna hanya berdeham untuk membalas perkataan ketiga temannya yang menurutnya tidak berguna.

“Seriusan?!” Tanya Putra yang mulai heboh “Lu gak suka sama cewek, Jun?!” Lanjutnya bertanya.

“Lu suka cowok, Jun?” Tanya Andri yang hanya dibalas dengan senyuman oleh Arjuna.

“Anjir, seorang Juna bisa senyum” ucap Putra dengan heboh.

“Beneran gak waras” kata Kamal.

“Beneran suka sama cowok nih, si Juna” ujar Andri “gapapa, Jun, gua sebagai temen dukung aja dah”

“Pantesan aja, njir, kalau gua bilang I love you ke Juna selalu dibales” ujar Kamal “ternyata beneran gak waras anaknya”

“Lu sukanya sama siapa, Jun?” Tanya Andri “gapapa, jujur aja sama kita” tambahnya.

“Sama Kamal si pasti” kata Putra.

“Sama lu, Put” ucap Arjuna.

“Apaan?” Tanya Putra karena tak paham konteks yang Arjuna maksud.

“Gua sukanya sama lu” jawab Arjuna.

“ANJIR!” Teriak Putra “gua masih suka sama cewek ya, Jun”

“Ya, terus?” Tanya Arjuna “gua harus peduli, hm?” Lanjutnya bertanya.

“Anjir, anjir, anjir” Putra hanya bisa terus mengumpat mendengar pertanyaan Arjuna “tapi kalau emang lu suka sama gua, gua coba dah buat suka sama lu” lanjutnya mencoba untuk menguji Arjuna.

“Gila lu, Put” cibir Kamal.

“Liat sendiri, kan, siapa yang sebenernya gak waras” balas Arjuna.

“Tapi lu gak beneran suka sama Putra kan, Jun?” Tanya Andri.

“G” jawab Arjuna singkat.

“Becanda lu pada kelewatan” komentar Kamal.

“Bodo amat” ucap Arjuna santai.

“Gak waras” cibir Andri.

“Siapa yang gak waras?” Tanya Sani yang baru saja kembali ke tempat ini “nih, Jun” lanjutnya sambil memberikan sebungkus rokok pada Arjuna.

Arjuna yang bingung dengan kelakuan Sani, hanya bisa mengambil rokok yang diberikan oleh Sani padanya sambil menatap Sani dengan tatapan penuh heran.

“Dari mana aja, San?” Tanya Kamal.

“Beliin rokok buat Juna” jawab Sani, menjelaskan kepergiannya sebelumnya.

“Kalau beli rokok doang, kenapa harus jauh-jauh?” Tanya Andri “kan di sini juga ada”

“Tadi aku perhatiin di etalase gak ada filtee” jawab Sani “rokonya Juna filter, kan?” Lanjutnya bertanya untuk memastikan.

“Kok lu tahu kalau rokok gua filter, hm?” Tanya Arjuna yang heran karena Sani bisa tahu rokok apa yang sering ia konsumsi.

“Tuh” Sani menunjuk sebuah bungkus rokok yang ada di kantung baju Arjuna “bungkus rokok kamu warna merah, ada tulisan gudang garam di atasnya, dan bungkusnya sedikit lebih kecil daripada kebanyakan bungkus rokok lainnya, jadi aku tahu” lanjutnya sembari menaruh rokok di atas meja, kemudian dia duduk di kursi kosong.

“Bukannya lu suka kimia, San?” Tanya Putra memastikan “kan rokok banyak mengandung nikotin dan zat-zat adiktif yang berbahaya”

“Ya, tapi kan rokok gak haram” jawab Sani santai.

“Makruh” Kamal membenarkan.

“Kalau kamu tahu makruh, kenapa kamu ngerokok?” Tanya Sani.

“Kan makruh itu kalau dilakuin gak dapet dosa, kalau gak dilakuin dapet pahala. Gak dosa, gapapa dong” jawab Kamal santai “lu juga tahu kalau rokok itu makruh, tapi malah beliin rokok buat Juna” lanjutnya.

“Lu mikir gak sih, Put, kalau tiga orang paling pintar di angkatan kita, ada di sini semua?” Tanya Andri pada Putra.

“Lah, iya” jawab Putra “gua baru sadar, anjir”

“Bisa gempar nih sekolah” ucap Andri.

“Sekolah kita mah aneh, apa aja yang dilakuin Juna juga langsung dibikin gempar” timpal Putra.

“Bener juga sih” Andri menyetujui “the power of Arjuna” tambahnya.

“Kok bisa sih kamu bikin gempar satu sekolah terus?” Tanya Sani pada Arjuna. Arjuna hanya mengedikkan bahu untuk menjawab pertanyaannya. Alasannya sederhana, karena Arjuna benar-benar tidak tahu dan tidak peduli jika banyak orang yang membicarakannya.

“Kok bisa gak tahu?” Tanya Sani penasaran.

“Terakhir kali kan lu sama Juna yang bikin gempar, San” kata Putra “lu ngerasa gak kalau lu udah bikin sekolah gempar?” Lanjutnya bertanya.

“Nggak sih” jawab Sani.

“Gua mah bingung sama nih sekolah” komentar Kamal “muridnya berlomba-lomba buat jadi anak famous” lanjutnya menambahkan.

“Iya, anjir” Andri menimpali “tapi tetep aja, mau gimana pun mereka berusaha, Juna yang diem juga bakal bisa ngalahin mereka”

“Belajar yang bener aja dah lu pada, gak usah mikirin orang lain” kata Arjuna yang sudah lelah dengan perbincangan yang dilakukan oleh teman-temannya.

“Kalau nilai gua naik pas ulangan harian nanti, lu traktir gua ya, Jun” kata Putra bersemangat. Pasalnya, Arjuna pernah menjanjikan ketiga temannya, jika nilai mereka naik, maka Arjuna akan menraktirnya. Tidak hanya sampai situ, Arjuna bahkan sering membantu mereka belajar.

“Gua juga ya, Jun” timpal Andri.

“Hm” Arjuna hanya berdeham untuk menyetujui persyaratan yang diberikan.

“Juna sang sultan telah kembali” ujar Kamal.

“Bacot, Mal” balas Arjuna.

“Kamu kok gitu sih sama aku?” Tanya Kamal dengan nada yang menjijikkan.

“Bodo amat” balas Arjuna malas.

“Kalian selalu kayak gini, ya?” Tanya Sani penasaran melihat interaksi Arjuna dan ketiga temannya.

“Ini masih mending, San” jawab Putra.

“Juna sama Kamal selalu bikin drama dadakan” Andri menimpali perkataan Putra.

“Palingan bentar lagi damai, terus nyikapin satu sama lain kayak orang pacaran” bisik Putra di dekat telinga Sani.

“Jun, mau rokok!” Kamal berkata dengan nada yang dibuat-buat agar terdengar seperti suara perempuan.

“Sini” kata Arjuna sambil melemparkan sebatang rokok pada Kamal dan kemudian menyalakan korek “sinian” lanjutnya sambil menarik kepala Kamal agar lebih mendekat padanya agar dia dan Kamal dapat menyalakan bara rokok bersama.

“Makasih, sayang” ujar Kamal yang masih menggunakan suara yang ia buat-buat seperti suara perempuan.

“Y” balas Arjuna malas.

“Iya sih, benar” ujar Sani kagum, karena apa yang dikatakan oleh Putra benar-benar terjadi.

Tring! Tring!

Bel sekolah yang menandakan waktu ishoma telah berakhir berbunyi.

“Balik ke kelas sana!” Titah Arjuna sambil melihat ke arah Sani.

“Kalian?” Tanya Sani.

“Gua masih mau di sini” jawab Arjuna santai.

“Gua ikut Juna aja” timpal Kamal.

“Gua juga deh” Putra ikut menimpali.

“Gua nanti masuk jam pelajaran terakhir” kata Andri “buat ngisi absen” lanjutnya menjelaskan.

“Aku juga deh, lagi males banget” ujar Sani.

“Ya udah, santai aja, San” ucap Kamal.

“Gua sih setuju aja, tapi lu gak takut nama baik lu tercemar, San?” Tanya Putra.

“Iya, San” Andri sependapat dengan Putra “lu kan anak berprestasi”

“Terus, kenapa? Kamal sama Juna juga anak berprestasi di sekolah, kan?” Tanya Sani “tapi emreka santai aja tuh” tambahnya.

“Yoi, San. Nakal tapi berprestasi” kata Kamal “gak bosen emangnya rajin terus?”

“Balik ke kelas!” Kata Arjuna lagi sambil menatap wajah Sani dengan tatapan sinis.

“Ma…” Baru saja Sani ingin berbicara, perkataannya terpotong saat melihat Arjuna yang menatapnya dengan sinis.

“Balik!” kata Arjuna sekali lagi yang masih melihat Sani dengan tatapan sinis.

“I-iya” tatapan Arjuna membuat Sani merasa terindimidasi sampai dia memilih untuk menuruti Arjuna pada akhirnya.

Sani segera bangkit dari kursinya, kemudian ia beranjak pergi meninggalkan tongkrongan.

“Kejam” ujar Kamal.

“Kasihan, Jun” kata Andri.

“Lu gak mikirin perasaan Sani?” Tanya Putra padaku.

“Kenapa gua harus peduli?” Tanya Arjuna pada ketiga temannya.

“Psycho” komentar Putra.