“Bendera siap!” Ucap seorang siswa yang bertugas mengibarkan bendera dengan suara yang tegas.
“Kepada. Bendera merah putih. Hormat gerak!” timpal pemimpin upacara yang tak kalah tegas. Seketika, semua orang yang berada di lapangan upacara hormat kepada bendera.
“Hiduplah Indonesia Raya” ucap seorang siswi yang menjadi dirigen. Setelahnya, semua siswa dan siswi, bahkan guru yang berada di lapangan upacara menyanyikan lagu Indonesia Raya.
“Kita gak hormat?” Tanya Putra.
“Lu mau hormat ke etalase sama kulkas?” Tanya Andri malas “hormat aja kalau emang mau disangka gila”
Arjuna, Putra, dan Andri sedang berada di tongkrongan. Warung yang berada di depan gerbang sekolah. Tidak lain, alasan ketiga sahabat itu berada di warung ini sekarang adalah untuk bolos dari kegiatan upacara.
Karena warung yang ditempati mereka berada tepat di depan gerbang sekolah, membuat mereka dapat mendengar apa yang diucapkan setiap orang yang berada di lapangan sekolah yang sedang mengadakan upacara bendera.
“Mau lagi gak, Jun?” Tanya Putra pada Arjuna.
“Hm” Arjuna berdeham untuk menyetujui pertanyaan Putra. Mendengar jawaban Arjuna, Putra segera mengeluarkan sebuah plastik es dari tasnya, kemudian memberikan plastik yang di dalamnya sudah terdapat cairan berwana ungu tersebut pada Arjuna.
“Lu mau ke kelas kapan, Jun?” Tanya Andri.
“Jam pelajaran ketiga” jawab Arjuna singkat.
“Oklah” kata Andri setelah mendengar jawaban Arjuna.
“Ikut aja dah gua mah” timpal Putra.
Setelahnya, Arjuna dan kedua temannya menghabiskan waktu yang seharusnya mereka lakukan untuk mengikuti kegiatan upacara bendera dan belajar di warung yang meraka sebut tongkrongan tersebut.
Beberapa waktu dihabiskan untuk mengobrol, bercanda, sampai bermain game online untuk sekadar menunggu waktu yang telah mereka tentukan untuk masuk ke kelas.
Setelah menunggu sekian lama, waktu yang telah mereka tentukan untuk masuk kelas tiba.
Tanpa berbasa-basi, Arjuna segera bangkit dari kursi yang ia duduki untuk beranjak pergi meninggalkan tempat yang sudah ia singgahi sejak jam pelajaran pertama sekolah ini dan pergi ke kelas untuk mengikuti kegiatan belajar.
Sesampainya di kelas, Arjuna segera duduk di kursinya.
Arjuna merasa sangat pusing. Oleh karena itu, Arjuna hanya meletakkan kepalanya di atas meja untuk sedikit meredakan pusing yang ia rasakan.
Sebenarnya, Arjuna sudah merasa sangat pusing sebelum berangkat sekolah, tapi dia tetap memaksakan diri untuk sekolah, karena Arjuna merasa sangat malas jika hanya berdiam diri di rumah sendiri.
“Juna, kamu sakit?” Tanya guru yang sedang mengajar di kelas X IPA 5 saat melihat wajah Arjuna yang telihat pucat.
“Nggak, bu” jawab Arjuna singkat sambil menegakkan duduknya.
“Yakin?” Tanya guru itu kembali untuk memastikan.
“Iya, bu” jawab Arjuna lagi.
“Kalau kamu merasa sedang tidak enak badan, sebaiknya kamu izin saja ke guru piket untuk pergi ke ruang UKS atau langsung minta surat izin agar dipulangkan” ucap guru itu, kemudian kembali menerangkan materi yang sedang ia ajarkan.
Arjuna tidak mempedulikan perkataan gurunya dan terus mengikuti kegiatan belajar.
“Jun” panggil Kamal pelan.
“Hm?” Arjuna hanya berdeham dengan malas untuk menjawab panggilan Kamal.
“Lu sekarat?” Tanya Kamal “bibir lu pucat banget” lanjutnya.
Arjuna tidak menghiraukan ucapan Kamal karena kepalanya yang terasa sangat pusing.
Kamal terus mengganggu Arjuna selama jam pelajaran berlangsung, tapi tidak sekali pun Arjuna menghiraukannya.
Tring! Tring! Tring!
Waktu istirahat telah tiba. Seperti biasanya, kebanyakan orang memilih untuk meninggalkan kelas untuk sekadar jajan dan menghabiskan waktu istirahat.
Semua anak kelas X IPA 5, termasuk Kamal, sudah pergi meninggalkan kelas karena Arjuna terlihat begitu pucat. Hanya Arjuna yang masih terdiam di kelas X IPA 5. Arjuna sangat malas untuk berjalan karena kepalanya yang terasa sangat pusing. Maka dari itu, Arjuna lebih memilih untuk tidur di kelas.
“Junaaa!” Teriak seorang yang baru saja memasuki pintu kelas Arjuna. Orang itu tidak lain adalah Sani.
Arjuna sangat malas untuk menghiraukan Sani, jadi ia hanya akan diam, apa pun yang dilakukan oleh Sani.
“Kok tumben gak nanya ‘ngapain?’ atau ngusir aku?” Tanya Sani.
“Pergi sana” kata Arjuna malas tanpa melihat ke arah Sani sedikit pun. Arjuna terlalu malas untuk mengangkat kepalanya dari atas meja.
“Kamu kenapa, pusing?” Tanya Sani sambil mencoba untuk melihat wajah Arjuna. Arjuna yang merasa risih, segera mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Sani.
“Bisa diem, gak?” Tanya Arjuna dengan nada yang sedikit emosi karena merasa risih dengan perlakuan Sani.
“Bibir kamu pucat banget!” Kata Sani setengah berteriak “ayo ikut aku!” Katanya sambil menarik lengan baju Arjuna. Arjuna yang terlalu malas untuk melawan karena merasa pusing hanya pasrah berjalan mengikuti Sani dan berharap bisa kembali ke kelas dengan cepat agar dia bisa tidur.
Arjuna terus mengikuti Sani yang menariknya tanpa membuka matanya sedikit pun. Langkah demi langkah terus diikuti oleh Arjuna.
Arjuna pikir, Sani akan membawanya menuju ruang unit kesehatan sekolah. Ternyata, Arjuna salah. Saat membuka matanya sejenak, Arjuna melihat gerbang sekolah.
‘Dia mau bawa gua ke mana dah?’ Tanya Arjuna dalam pikirannya, namun tetap mengikuti langkah Sani.
“Mau ke mana?” Tanya Arjuna bingung. Sani tidak menghiraukan pertanyaan Arjuna dan terus menarik Arjuna pergi menjauh dari sekolah.
‘Nih cewek aneh mau bawa gua ke rumah sakit, saking paniknya ngeliat bibir gua pucet, ya? Terserah dia ajalah’ Arjuna kembali berpikir
Arjuna terlalu malas untuk memikirkan banyak hal karena pusing yang melanda kepalanya. Arjuna hanya terus berjalan mengikuti langkah Sani yang terus saja menariknya.
Cklek!
Sani membuka sebuah pintu dan kembali menarik Arjuna untuk masuk ke dalam sebuah ruangan.
Cklek!
Sebuah pintu kembali Sani buka, kemudian dia mendorong tubuh Arjuna sampai Arjuna terbaring di sebuah benda yang terasa sangat empuk.
“Kita di mana?” Tanya Arjuna yang masih belum membuka matanya.
“Rumah kamu” jawab Sani singkat sambil mendudukkan dirinya di samping Arjuna.
Arjuna yang terkejut dengan jawaban Sani, segera mengedarkan pandangannya ke sekitar. Ini benar-benar rumah yang ditinggali oleh Arjuna, dan sekarang Sani sedang berada di kamarnya.
‘Wait. Nih cewek tahu alamat rumah gua dari mana dah?’ Batin Arjuna.
“Kok lu tahu di mana rumah gua?” Tanya Arjuna penasaran.
“Gak usah banyak tanya deh. Tidur sana!” Titah Sani.
“Jawab dulu pertanyaan gua” ucap Arjuna.
“Ada di data sekolah” jawabnya singkat.
“Kenapa kita ke sini?” Tanya Arjuna lagi.
“Mulut kamu tuh bau banget alkohol, kenapa kamu sekolah dalam keadaan mabuk kayak gini?” Tanya Sani untuk mengalihkan topik yang membuat Arjuna terkejut.
“Apa yang kamu pikirin deh, Jun? Kamu gila? Kamu mabuk dan kamu malah sekolah?” Pertanyaan demi pertanyaan keluar dari mulut Sani.
“Gua gak minum?” Jawab Arjuna ragu.
“Iya, kamu gak minum, tapi mulut kamu bau minuman” jawab Sani kesal.
“Emangnya lu tahu bau alkohol itu gimana, hm?” Tanyaku santai.
“Kamu tahu kan kalau aku suka kimia?” Sani kembali bertanya pada Arjuna yang hanya dijawab dengan anggukan “aku gak cuma suka pelajarannya, aku juga suka lihat penelitiannya secara langsung di lab. Makanya aku tahu apa dan gimana dampak dari bahan kimia” lanjutnya berpanjang lebar.
“Jadi, gua harus peduli, hm?” Tanya Arjuna malas.
“Gak juga sih” jawab Sani pelan “tapi, kayaknya ada satu hal yang kamu harus tahu” lanjutnya.
“Hm?” Arjuna berdeham untuk bertanya.
“Aku juga pernah nakal” ujar Sani dengan nada yang terdengar sangat lirih sambil menundukkan kepalanya.
“Gak penting” kata Arjuna malas.
“Maksud aku…” Sani terlihat sangat bingung saat ingin berbicara sehingga membuatnya tidak melanjutkan perkataannya.
“Lanjutin” kata Arjuna sambil melihat ke arahnya.
“Aku paham perasaan kamu” ujar Sani dengan nada yang begitu cepat sambil mengangkat kepalanya dan melihat wajah Arjuna “makanya aku tahu, kenapa kamu jadi nakal dan aku paham kenapa kamu lakuin semua itu” lanjutnya dengan nada yang lirih.
Seketika, tawa Arjuna pecah saat mendengar ucapan Sani “apa yang lu tahu tentang gua, hm?” Tanya Arjuna setelahnya, sambil menatap Sani dengan tatapan yang sangat sinis.
“Mungkin aku gak tahu semua hal tentang kamu dan gimana cerita kamu sebelum kita ketemu, tapi aku tahu siapa kamu, Jun” jawab Sani masih dengan nada yang lirih dan menatap Arjuna dengan tatapan yang begitu dalam.
“Saat kamu menyerah pada dunia yang selalu menyakiti kamu dengan jalan kehidupan yang disebut takdir dan berniat untuk jatuh ke dalam jurang yang begitu curam, maka panggillah aku” ucap Sani dengan nada yang sangat lirih sambil menyunggingkan senyum yang begitu manis “aku akan segera datang ke sana untuk menenangkan kamu"
‘Jujur, gua gak kaget pas denger Sani ngomong jujur, yang bikin gua sedikit kaget itu apa yang dia bilang setelahnya dan senyuman yang dia kasih ke lihat ke gua. Senyumnya cantik banget. Apa senyuman Sani selalu seindah ini? Kenapa gua baru sadar?’ Batin Arjuna.
“Lu juga” balas Arjuna singkat.
“Aku?” Tanya Sani sambil menunjuk dirinya sendiri “aku kenapa? Lanjutnya bertanya.
“Kalau lu mau terjun ke jurang yang dalam, panggil gua” jawab Arjuna santai.
“Kamu mau nenangin aku?” Tanya Sani dengan mata yang begitu berbinar seperti sedang berharap.
“Nggak” jawab Arjuna malas.
“Terus?” Tanya Sani lagi.
“Gua yang bakal jatuhin lu, kalau mental lu gak siap buat ngejatuhin diri lu sendiri ke dalam jurang” jawab Arjuna sambil mengeluarkan seringai iblis miliknya.
“Jahat ih” ujar Sani sambil menunduk. Senyum yang tadinya terhias indah di bibirnya, kini berubah menjadi ekspresi cemberut.
“Lucu” kata Arjuna setelah melihat ekspresi wajah Sani yang sedang cemberut.
“Aku?” Tanya Sani sambil menatap wajah Arjuna dengan mata berbinar dan menunjuk dirinya sendiri.
“Hm” Arjuna berdeham untuk mengiyakan pertanyaannya.
“Jujur banget?” Tanya Sani sambil tertawa senang “tapi, aku tahu kok. Aku kan memang lucu, cantik, dan pintar” ujar Sani bersemangat sambil tersenyum kembali.
“Kalau kata gua, lu kayak Dora” Arjuna mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraan.
“Maksudnya?” Tanya Sani bingung.
“Banyak tanya dan loading-nya lama” jawab Arjuna santai.
“Nyebelin banget sih kamu” balas Sani kesal sambil memajukan bibir bawahnya.
“Baru tahu, hm?” Tanya Arjuna sambil tersenyum sinis.
“Gak juga sih, kamu kan memang selalu nyebelin dan kejam kayak psikopat” jawab Sani malas “kamu udah makan?” Lanjutnya bertanya setelah diam beberapa waktu.
“Belum” jawab Arjuna singkat.
“Mau aku masakin?” Tanya Sani lagi.
“Gak usah, gua bisa masak sendiri” tolak Arjuna
“Kan kamu lagi sakit” balas Sani.
“Gua bisa pesan makanan lewat aplikasi” kata Arjuna “sana! Lu balik aja ke sekolah, gih” lanjutnya.
“Beneran nih?” Tanya Sani untuk memastikan yang dijawab dengan anggukan oleh Arjuna “ya udah deh, aku pergi, ya” lanjutnya sambil bangkit dari duduknya dan beranjak pergi dari kamar Arjuna.
Setelah melihat Sani melewati pintu kamarnya, Arjuna segera bangkit dari kasurknya untuk mengganti pakaian.
Cklek!
Pintu kamar Arjuna kembali terbuka saat ia baru saja selesai membuka semua kancing baju seragamnya. Arjuna yang mendengar suara pintu terbuka, berbalik badan ke arah pintu.
“Lain kali, kalau mau minum tuh bilang ke aku dulu, okay?” Kata Sani yang berdiri di depan pintu kamar Arjuna.
“Hm” Arjuna berdeham untuk menyetujui perkataan Sani.
“Argh” Sani berteriak histeris saat melihat Arjuna bertelanjang dada.
“Kenapa, hm?” Tanya Arjuna yang bingung dengan kelakuan Sani.
Blam!
Sani menutup pintu kamar Arjuna dengan sangat kencang tanpa menghiraukan pertanyaan yang dilontarkan oleh Arjuna.
‘Tuh cewek kenapa dah? Apa dia baik-baik aja? Benar-benar orang yang aneh’ batin Arjuna.
Arjuna tidak mempedulikann Sani dan kembali melanjutkan kegiatan mengganti pakaiannya yang sempat tertunda karena Sani.
Setelah selesai mengganti pakaian, Arjuna kembali membaringkan tubuhnya di atas kasur dan mencoba untuk tidur.