WebNovelJuNi78.57%

Menghindar

“Tulis dan hafalkan hadis ini beserta artinya” ucap seorang guru yang sedang mengajar di kelas X IPA 5 setelah menuliskan sebuah hadis yang sangat panjang beserta artinya di papan tulis. Tulisan hadis dan artinya yang telah dituliskan oleh guru yang sedang mengajar masing-masing memenuhi satu papan tulis.

“Kalau sudah hafal, silakan maju ke depan untuk menyetorkan hafalan kalian ke ibu seperti biasanya. Minggu depan, ibu akan menjelaskan tentang hadis hari ini” lanjut guru yang sedang mengajar di kelas Arjuna.

Belum lama guru yang baru saja menulis di papan tulis itu duduk di kursi guru, Arjuna dan Kamal sudah berjalan ke depan meja guru.

“Kenapa, Juna, Kamal?” Tanya guru yang mengajar itu pada Arjuna dan Kamal.

“Setoran, bu” jawab Kamal santai.

“Ibu baru saja selesai menuliskan hadisnya di papan tulis, kalian sudah hafal?” Tanya guru itu lagi “padahal hadisnya saja sampai satu papan tulis”

“Kalau belum hafal mah kita gak akan maju, bu” jawab Kamal lagi.

“Ya sudah, kalau memang sudah hafal, silakan mulai setorannya” ucap guru itu pada akhirnya yang membuat Arjuna dan Kamal langsung menyetorkan hafalan hadis yang baru saja mereka tulis dan hafalkan.

“Kalian berdua ini sebenarnya murid yang berprestasi” ucap guru itu dengan nada yang lembut setelah Kamal dan Arjuna selesai menyetorkan hafalan dan menanda tangani buku catatan kedua muridnya “jangan nakal terus ya, Kamal, Juna”

“Gak nakal itu gak asyik, bu” jawaban yang dikeluarkan Kamal membuat guru itu terkekeh.

“Kalau kalian gak nakal terus, pasti bisa ngalahin Sani pas UKK nanti” ujar guru itu sambil menatap Kamal dan Arjuna.

“Saya nyerah deh, bu. Kalau masalah ngalahin Sani, itu mah Juna aja yang bisa” jawab Kamal lagi “jangankan ngalahin Sani, ngeluluhin hati Sani juga Juna bisa”

“Oh, iya, ibu juga sempat dengar dari Bu Enden, memangnya kamu sama Sani beneran pacaran, Jun?” Tanya guru hadis itu pada Arjuna. Arjuna yang terlalu malas untuk menjawab pertanyaan yang menurutnya tidak berguna itu berpura-pura tidak dengar sambil berjalan untuk meninggalkan meja guru dan kembali duduk di kursinya.

“Gak ada akhlak lu, Jun” kata Kamal yang sudah duduk di kursinya yang berada tepat di samping kiri Arjuna sambil menepuk pundak Arjuna dengan pelan “guru nanya itu, Jun” lanjutnya sambil tertawa.

“Lu juga gak ada akhlak, malah nyebar berita gak jelas” jawab Arjuna malas.

“Tapi bener, kan, lu bisa ngeluluhin hatinya Sani?” Tanya Kamal.

“Hm” Arjuna berdeham untuk mengiyakan.

“Lu mau ngeluluhin hatinya Sani?” Tanya Kamal bersemangat.

“Mau gua jatuhin dari bangku, hm?” Tanya Arjuna sambil mengangkat kaki kirinya yang sudah siap untuk Kamal.

“Hehe, peace, Jun” jawab Kamal sambil tersenyum dan membentuk huruf v dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.

“Ya udah, diem” kata Arjuna malas sambil menurunkan kembali kaki kirinya yang sebelumnya sudah ia angkat.

“Juna ganteng deh” ujar Kamal “tapi sayang, jomblo” lanjutnya mengejek. Sebenarnya Arjuna sangat ingin memukul Kamal karena perkataannya, tapi karena yang Kamal ucapkan itu benar adanya, maka Arjuna hanya bisa diam.

Hari ini Arjuna berniat untuk sekolah dengan benar seperti murid-murid pada umumnya yang bersekolah di SMA Islam An-Nuur. Meskipun Arjuna terlambat untuk datang sekolah karena telat bangun, dia tetap berangkat dan bersemangat untuk sekolah.

Arjuna sendiri bingung kenapa dia tidak bersikap seperti biasanya. Satu-satunya hal yang Arjuna tahu hanyalah keinginannya untuk belajar sangat kuat hari ini.

Waktu telah memasuki istirahat pertama. Semua pelajaran telah Arjuna lalui dengan sebaik-baiknya, meskipun dia sempat dibuat kesal dengan ucapan Kamal saat jam pelajaran pertama.

“Mau keluar gak, Jun?” Tanya Kamal “kayaknya Sani gak akan ke sini, ini udah beberapa menit semenjak bel istirahat, biasanya kan dia langsung dateng kalau bel istirahat bunyi” lanjutnya setelah melihat Arjuna yang sedang melihat ke arah lorong kelas.

“Gak ada yang nungguin Sani” kata Arjuna malas.

“Gak nunggu tapi cuma berharap dia dateng ya, Jun” balas Kamal dengan ekspresi wajah yang menyebalkan “mau keluar, gak?”

“Ya udah, ayo” jawab Arjuna sambil bangkit dari kursi yang ku duduki.

“Ditraktir gak nih gua?” Tanya Kamal.

“Bukannya lu yang ngajak gua?” Arjuna membalas pertanyaan Kamal dengan pertanyaan.

“Ya, siapa tahu aja, kan, sifat sultan lu lagi keluar” jawab Kamal santai “jadi bakalan ditraktir gak nih gua?”

“Hm” Arjuna berdeham untuk menyetujui keinginan Kamal. Setelahnya, mereka berdua beranjak meninggalkan kelas untuk menghabiskan waktu istirahat.

“Junaaa!” Panggil seorang siswi dengan setengah berteriak saat Arjuna dan Kamal sedang berjalan di pinggir lapangan sekolah.

Arjuna tidak mempedulikan panggilan dari siswi itu karena ia tidak mengenalnya, dia hanya terus berjalan lurus ke arah gerbang sekolah.

“Buat kamu” ucap siswi yang tadi memanggil Arjuna dengan nafas tercekat karena berlari untuk mengejar Arjuna sambil menyodorkan secarik kertas “dari Salma” lanjutnya sambil mencoba untuk menormalkan nafasnya kembali.

Dengan cepat, Kamal langsung menyambar kertas yang disodorkan oleh orang itu dan kembali berjalan untuk meninggalkan sekolah.

Kamal benar-benar tahu jika Arjuna tidak akan mengambil kertas itu. Oleh karena itu, Kamal yang selalu mengambilnya jika ada orang yang memberi Arjuna sebuah surat. “Kasihan kalau gak diambil” adalah kata yang selalu keluar dari mulut Kamal saat ada orang yang memberi Arjuna secarik kertas. Menurut Arjuna, tindakan Kamal ini terlalu naif.

“Buang aja” kata Arjuna pada Kamal saat melewati gerbang sekolah.

“Nanti, kalau orangnya udah gak lihat” jawab Kamal “kasihan”

“Naif banget lu jadi orang” cibir Arjuna.

“Lu aja yang psikopat” balas Kamal “gak punya perasaan” lanjutnya dengan sedikit penekanan yang membuat mereka berdua saling melemparkan argumen.

Setelah sedikit perdebatan, Kamal dan Arjuna sampai di warung yang sudah jadi langganan mereka, tongkrongan.

“Woy” sapa Putra saat Arjuna dan Kamal baru saja duduk.

“Gimana kabar lu, Jun?” Tanya Andri pada Arjuna “sehat?” Lanjutnya bertanya.

Arjuna merasakan beberapa keanehan. Andri dan Putra tidak bertingkah seperti biasanya. Bahkan, sambutan rusuh yang selalu Putra lakukan saat Arjuna baru sampai di tongkrongan saja tidak ada.

“Udah berapa lama kita gak ketemu, Jun?” Tanya Putra.

“Kemaren juga kita cabut upacara bareng di sini” jawab Arjuna santai.

“Hm, bener juga” kata Putra.

“Lu pada kenapa dah?” Tanya Kamal yang bingung dengan tingkah aneh Putra dan Andri.

“Gapapa” jawab Putra singkat.

“Jangan kayak cewek, ada apa-apa malah bilang gapapa” cibir Kamal kesal.

“Jadi gini, Mal” Andri membuka mulut “kemaren kan ada yang cabut upacara bareng gua sama Putra tuh, dia bilang mau ke kelas. Bukannya ke kelas malah cabut lagi, gak ngajak pula” lanjutnya berpanjang lebar.

“Iya, Mal. Udah gitu bareng cewek lagi cabutnya” timpal Putra “aku merasa dikhianati, mas” lanjutnya dengan nada sedih yang dibuat-buat.

“Parah lu, Jun” ujar Kamal “lu gak mikirin perasaan mereka?”

“Bodo amat” jawab Arjuna malas.

“Tuh, kan, Juna mah jahat” kata Putra masih dengan nada sedih yang dibuat-buat.

“Jangan ditemenin, yuk, jangan ditemenin” timpal Andri dengan nada yang dibuat-buat seperti anak kecil.

“Bacot” kata Juna kesal. Tawa ketiga temannya pecah karena telah berhasil membuat Arjuna kesal.

Mereka memang selalu begini, senang jika melihat Arjuna kesal. Benar-benar kekanakan. Meskipun begitu, Arjuna tetap menganggap mereka teman.

“Tumben lu ke sini lagi pas jam istirahat, Jun?” Tanya Putra.

“Sani gak ke kelas” jawab Kamal.

“Sedih dong, Jun?” Tanya Putra dengan nada ejekan.

“Kemaren ke mana, Jun?” Tanya Andri yang sudah bersikap normal.

“Ditarik Sani ke mana lu?” Tanya Putra.

“Ke rumah” jawab Arjuna santai.

“Hah?” ketiga temannya terkejut dengan jawaban yang diberikan oleh Arjuna.

“Rumah?” Kamal bertanya untuk memastikan “rumah siapa?” Lanjutnya bertanya karena penasaran.

“Rumah gua” jawab Arjuna singkat.

“Kok dia tahu rumah lu?” Tanya Andri.

“Iya, anjir. Kok dia bisa tahu rumah lu?” Tanya Putra dengan nada yang sedikit heboh.

“Lu kasih tahu atau lu pimpin jalannya?” Tanya Kamal mencoba menerka.

“Gak tahu, gua aja kaget tiba-tiba udah ada di rumah” jawab Arjuna “dia bilang dari data siswa di sekolah” lanjutnya.

“Ngapain dia narik lu ke rumah?” Tanya Putra yang semakin heboh “lu gak macem-macemin Sani, kan?”

“Mana mungkin Juna bisa macem-macem ke cewek?” Kamal menjawab pertanyaan Putra dengan pertanyaannya “yang ada mah Juna yang dimacem-macemin” lanjutnya menjawab pertanyaannya sendiri.

“Dimacem-macemin gimana?” Tanya Arjuna bingung.

“Di…” Baru saja Putra ingin berbicara, ucapannya sudah terhenti karena Andri yang langsung menutup mulut Putra dengan tangannya.

“Jangan dilanjutin, Juna masih polos” ujar Andri yang kemudian melepaskan mulut Putra yang sempat ia bekap dengan tangannya.

“Apaan si?” Tanya Arjuna yang semakin bingung.

“Bab reproduksi biologi, Jun” Kamal mencoba memberikan penjelasan “lu gak paham sama sekali tentang bab itu, kan? Jadi, percuma kalai dikasih tahu juga” lanjutnya.

“Emang itu bab apaan? Penting banget buat kehidupan? Gua gak paham sama sekali waktu diajarin pas kelas 9” kata Arjuna berterus terang

“Tenang, Jun! Nanti gua racunin” kata Putra yang semakin membuat Arjuna bingung “nanti gua kasih videonya” lanjutnya.

“Nanti?” Tanya Arjuna bingung “sekarang aja gak bisa?” Lanjutnya bertanya.

“Gak boleh ditonton di tempat umum” jawab Putra.

Bug! Bug!

Sebuah pukulan yang cukup kencang didaratkan oleh Andri dan Kamal ke punggung Putra.

“Gak usah ngeracunin, Put” ujar Andri setelahnya “nanti juga dia paham sendiri”

“Gua kadang bingung, Juna ini pura-pura polos atau polos beneran?” Tanya Kamal “Jun, surat yang tadi lu dapet, gua baca, ya?”

“Hm” Arjuna berdeham untuk mengiyakan.

“Dapet surat lagi, Jun?” Tanya Andri yang hanya dijawab dengan anggukan oleh Arjuna.

“Ada nomernya gak, Mal?” Tanya Putra pada Kamal yang sedang asyik membaca secarik kertas yang diberikan oleh siswi yang tidak dikenal sebelumnya.

“Ada” jawab Kamal singkat.

“Siapa namanya?” Tanya Putra.

“Salma, anak kelas IPS 3” jawab Kamal.

“Dari kelas X IPA 1 sampe kelas X IPA 6, kelas X IPS 1 sampe X IPS 4, kelas mana yang belum pernah ngasih lu surat, Jun?” Tanya Putra.

“XII IPA 2, kayaknya” jawab Arjuna asal.

“Berarti total 30 kelas, dari kelas X sama kelas XI udah ngasih surat ke lu?” Tanya Putra lagi “cuma XII IPA 2 yang belum?” Lanjutnya bertanya.

“Gak tahu juga, gua aja gak pernah buka surat yang dikasih ke gua” jawab Arjuna santai “jadi, mana gua tahu tentang itu”

“Juna banget sih” kata Andri.

“Mal, habis ini pelajaran apa?” Tanya Arjuna.

“Kimia 2 jam sama bahasa Arab 2 jam” jawab Kamal.

“Bahasa Arab kepotong ishoma berarti?” Tanya Arjuna lagi “habis bahasa Arab?”

“Sejarah Indonesia” jawab Kamal singkat.

Oh tidak, niat awal Arjuna yang ingin sekolah tanpa bolos hari ini langsung runtuh seketika saat mendengar jawaban Kamal.

“Anak IPA belajar sejarah juga?” Tanya Andri.

“Sejarah Indonesia doang” jawab Putra “pelajaran wajib” tambahnya.

“Lu mau cabut, Jun, pas sejarah?” Tanya Kamal.

“Kayaknya, males gua didongengin” jawab Arjuna santai.

“Gurunya siapa?” Tanya Andri.

“Bu Indah” jawab Kamal.

“Fix sih itu mah, berasa didongengin” timpal Andri “kelas gua aja hampir tidur semua kalau diajarin sama bu Indah” lanjutnya.

“No debat” timpal Putra.

Tring! Tring!

Waktu istirahat sudah habis. Arjuna kembali ke kelasnya untuk kembali mengikuti pelajaran.

Tidak ada hal yang menarik bagi Arjuna saat belajar hari ini, semuanya berjalan dengan membosankan, sampai-sampai Arjuna tidak sadar kalau sekarang sudah waktunya ishoma.

Arjuna tidak tahu harus melakukan apa untuk menghabiskan waktu ishoma, jadi dia hanya duduk di depan kelas untuk menunggu waktu ishoma selesai.

Setelah lima menit Arjuna duduk di depan kelas, terlihat seorang siswi yang berjalan sambil menutupi wajahnya dengan sebuah buku. Arjuna sangat mengenal tinggi badannya, setelah melihatnya lebih lama, Arjuna tahu, orang itu adalah Sani.

‘Kenapa dia nutupin mukanya? Apa dia gila?’ Arjuna bertanya-tanya dalam batinnya karena melihat tingkah aneh Sani.

“Mau ke mana?” Tanya Arjuna pada Sani. Sani tidak menjawab pertanyaan Arjuna, dia hanya terus berjalan menjauh. Arjuna yang merasa tidak dihiraukan oleh Sani, langsung berdiri dan menarik bagian belakang kerudungnya “mau ke mana, hm?” Tanya Arjuna lagi. Kali ini Arjuna bertanya dengan sedikit penekanan.

“Eum, gak ke mana-mana” jawab Sani tanpa melihat ke Arjuna sama sekali.

“Yakin?” Tanya Arjuna lagi untuk memastikan.

“I-iya, yakin” jawab Sani yang masih tidak mau melihat ke arah Arjuna.

“Kenapa bawa-bawa buku?” Tanya Arjuna lagi.

“N-nanti, a-aku ada ulangan harian fisika” jawab Sani dengan kata yang terputus-putus.

“Ya udah” balas Arjuna.

“A-aku duluan, ya” ujar Sani.

“Ayo masuk ke kelas gua” titah Arjuna sambil melepaskan cengkeraman tangannya dari kerudung Sani “belajar bareng gua” lanjutnya santai. Arjuna masuk ke dalam kelasnya bersama Sani yang membuntutinya dari belakang.

Setelahnya, Arjuna dan Sani belajar bersama. Tidak. Sepertinya tidak bisa disebut belajar bersama. Karena, sejak awal, hanya Arjuna yang menerangkan kepada Sani tentang materi-materi yang tidak dimengerti oleh Sani.

Semua berjalan sangat lancar. Mengingat bahwa Sani adalah siswi yang pintar, bahkan paling pintar di sekolah. Hanya butuh sedikit waktu bagi Arjuna yang sudah biasa menjelaskan pada temannya untuk mengajarkan Sani. Sekali saja Arjuna menerangkan, maka Sani akan langsung mengerti.

Ada hal aneh yang dirasakan Arjuna saat dia sedang belajar bersama Sani. Biasanya, Sani akan banyak tingkah, banyak berbicara dan juga sangat ekspresif. Tapi kali ini, Sani benar-benar sangat pendiam, bahkan dia tidak melihat wajah Arjuna sama sekali.

“Kenapa, hm?” Tanya Arjuna pada Sani saat mereka baru saja selesai belajar bersama.

“Apanya yang kenapa?” Sani mengembalikan pertanyaan Arjuna tanpa melihat ke arah orang yang menanyainya sedikit pun.

“Lu agak aneh” jawab Arjuna santai.

“Aneh gimana?” Tanya Sani lagi.

“Aneh aja, biasanya lu banyak omong, gak bisa diem, dan selalu bikin gua kesel” Arjuna mencoba untuk menjelaskan apa yang ia rasakan “tapi kali ini, lu diem doang”

“Gapapa kok” jawab Sani singkat.

“Lagi ada masalah?” Arjuna kembali bertanya.

“Nggak, kok” jawab Sani sambil sedikit menggeser kursi yang sedang ia duduki agar lebih jauh dari Arjuna.

“Gua ada salah?” Tanya Arjuna lagi.

“Gak ada kok” Sani menyanggah pertanyaan Arjuna dengan cepat “ya udah, ya, aku mau balik ke kelas” lanjutnya sambil merapikan buku-bukunya dan bergergas untuk pergi.

Arjuna tahu kalau semua jawaban yang diberikan oleh Sani hanyalah sebuah kebohongan.

Saat Sani sudah berdiri dan akan beranjak pergi, Arjuna lansgung menginjak kaki Sani untuk menghentikannya.

“Sekarang lu mau jadi orang gagu, hm? Atau behel lu karatan, sampe-sampe lu gak mau ngomong sama gua?” Arjuna melontarkan begitu banyak pertanyaan karena merasa kesal “kalau lu emang mau benci sama gua, biar gua kasih lu alesan buat benci sama gua. Seenggaknya, itu lebih baik dari pada gua gak tahu apa dan di mana letak kesalahan gua” lanjutnya.

“Aku cuma masih kaget aja sama kejadian kemarin di rumah kamu” ujar Sani sambil menunduk karena malu. Setelahnya, Sani langsung beranjak keluar dari kelas. Saat Sani baru saja melangkahkan kakinya, Arjuna menarik lengan baju Sani untuk kembali menahannya.

“Maksud lu?” Tanya Arjuna bingung.

“Roti sobek!” Ucap Sani dengan nada yang cukup tinggi, kemudian menunduk setelah mengucapkan kata tersebut.

“Roti sobek? Roti sobek apaan?” Tanya Arjuna yang semakin bingung sambil mencoba mengingat.

“Kok lu tahu kalau gua kemarin makan roti sobek buat sarapan?” Arjuna kembali bertanya “lu suka roti sobek? Lain kali, gua bakal ajak lu makan bareng dah kalau gua beli lagi” lanjutnya.

Sani tidak menjawab perkataan Arjuna, dia hanya menarik lengan bajunya sampai lepas dari cengkeraman Arjuna dan kemudian beranjak pergi meninggalkan kelas X IPA 5.

‘Biarin ajalah. Seenggaknya, gua udah tahu kenapa sikap tuh cewek aneh berubah jadi makin aneh’ batin Arjuna.

Arjuna baru tahu, kalau roti sobek bisa membuat Sani menjadi orang yang berbeda.

Bagi Arjuna, Sani itu aneh dan abnormal.

‘Bener-bener cewe yang aneh. Bisa-bisanya cuma karena perkara roti sobek sampe ngambek segitunya sama gua. Besok gua beliin dia roti sobek dah, biar dia gak ngambek dan makin aneh lagi.’ Arjuna kembali berbicara dalam batinnya sambil tersenyum karena keanehan Sani.