Satu jam dilalui oleh Elsa dan Sebastian dalam bioskop. Elsa begitu aktif dalam menyentuh tunangannya itu, beda dengan Sebastian dia tidak membalas satu pun perlakuan manis. Tatapannya kadang-kadang terlihat kesal menonton film dengan penuh penilaian.
Laras sendiri yang berada di kursi paling belakang mengawasi keduanya. Dia mengangguk pelan, senang sebab Sebastian mulai bisa meredam emosi yang meledak-ledak. Tak lama film berakhir. Laras dan Gino lantas keluar sebelum pasangan kencan mereka keluar.
"Makasih ya sayang, aku senang sekali bisa nonton di bioskop sama kamu." Sebastian hanya bergumam sebagai jawaban.
"Setelah ini mau ke mana lagi? Jangan bilang kita cuma nonton ya." Elsa khawatir jika Sebastian akan langsung pulang mengingat watak pria itu tidak mau membuang waktu.
Sebastian mengambil secarik kertas, melihat ke tempat mana mereka akan pergi. "Kita ke taman hiburan." Mata Elsa berbinar. Jadi mereka benar-benar berkencan sekarang.
Saat Elsa sedang berceloteh, Sebastian mengingat ucapan Laras. Dalam taman hiburan, dia harus ikut dalam setiap wahana yang diinginkan Elsa naik. Saat Elsa meminta sesuatu, Sebsstian harus mengikuti. Tidak ada protes, cukup setuju saja.
Keduanya kemudian memanggil taksi menuju taman hiburan terdekat dari tempat itu. Sementara Laras dan Gino menyusul. "Sejauh ini semuanya baik-baik saja, Tuan tidak melakukan apapun itu adalah sebuah tanda yang bagus."
"Nona Laras, Anda sangat bekerja keras untuk hal ini saya merasa terkesan sebab berkat Anda Tuan sedikit berubah menjadi lebih baik." Gino yang sedari tadi diam, akhirnya membuka percakapan.
"Tuan itu nggak mudah buat percaya orang Nona Laras. Sama sahabat Nona pun dia nggak percaya 100%. Semua karena Tuan punya luka tersendiri."
"Biar aku tebak, apa ini karena Ibu Tuan dan perlakuan keluarganya?" terka Laras sambil memamerkan senyum saat memandangi pria paruh baya itu.
Gino mengembangkan senyum kecil. "Nona Laras begitu cerdas ya meski agak sedikit psikopat."
"Aku anggap itu sebagai pujian," sahut Laras.
Senyum Gino menghilang seiring dengan helaan napas berat. "Nyonya meninggal saat Tuan masih kecil. Dia diperlakukan buruk oleh Tuan Besar dan istrinya yang baru, sampai-sampai dia tak mau mengatakan apapun termasuk pada Saya. Tuan begitu terpukul atas kematian Nyonya ditambah harus menanggung segala siksa dari Ayahnya sendiri. Tuan tak pernah mengeluh tapi saya sendiri tahu dia lelah dan semua tindakan itu mempengaruhi sikapnya."
"Sampai sahabat Nona masuk ke dalam hidupnya. Sesungguhnya saya tak pernah tahu apa yang terjadi antara Tuan dan sahabat Nona tapi karena Nona, Tuan bersikap berani serta tegas dalam mengambil keputusan. Tuan merasa memiliki hutang budi, alih-alih berterima kasih dia malah memaksa sababat Nona untuk tinggal di dalam mansion."
"Nona Laras, saya juga mewakili Tuan ingin meminta maaf atas sikapnya yang sembrono. Tuan tidak pernah di didik dengan baik oleh kedua orang tuanya. Bukannya tak punya empati tapi Tuan merasa hanya dengan harga diri tinggi dan uang, semuanya bisa teratasi."
"Sudahlah Tuan Gino, jangan meminta maaf atas nama dirinya. Kalau dia merasa bersalah harusnya dia yang minta maaf bukan Anda." Taksi kemudian berhenti tepat di sebuah taman hiburan.
Dari kejauhan mereka terus melihat bagaimana interaksi keduanya. "Aku tidak percaya Tuan bisa tahan dengan perempuan itu, setiap hari mood Tuan selalu berantakan jika bertemu dengan tunangannya."
"Aku pun akan pusing jika selalu bersama dengan wanita itu." Laras ikut setuju dengan komentar Gino. "Lagi pula setelah ini, Tuan akan membatalkan pertunangan."
Gino menganggukkan kepala. "Sudah seharusnya. Aku pun yakin jika Tuan akan melakukannya cepat atau lambat. Pertunangan ini dibuat oleh Ayahnya Tuan demi popularitas pemilihan umum nantinya."
"Oh begitu. Pantas saja dia tak nyaman. Dari pada kita terus-terusan melihat mereka, lebih baik kita berkeliling juga. Aku ingin sekali bermain di taman hiburan. Tuan Gino apa kau sering main ke taman hiburan?" Laras kemudian menarik pria tua itu menuju kedai teh.
Tidak sama seperti saat Sebastian dan Elsa ke bioskop keduanya menghabiskan waktu mengobrol, juga menikmati beberapa wahana. Kepala pelayan tersebut pun tidak keberatan malahan tampak menikmati setiap wahana yang dimainkan bersama dengan Laras. Sadar jika seharusnya mereka lebih mempercayai Sebastian.
Di sisi lain Elsa sangat senang. Senang bisa bersama dengan Sebastian mencoba segala wahana yang ada termasuk rumah hantu. Anehnya Sebastian yang tak suka disentuh atau pun kadang-kadang marah tak jelas mendadak berubah.
Dia mengiyakan keinginan Elsa apapun itu. Elsa jadi yakin bahwa dia bisa menikah dan bahagia bersama Sebastian. "Aduh aku lelah sekali tapi entah kenapa aku senang hari ini." Elsa berucap sambil tersenyum.
"Jangan mengeluh dulu, ada satu lagi tempat yang harus kita kunjungi."
"Benarkah? Ada satu tempat lagi? Ke mana?" tanya Elsa kembali bersemangat. Ke mana pun Sebastian membawanya, dia akan ikut.
Sebastian mengambil secarik kertas itu lagi. Akuarium adalah destinasi mereka selanjutnya. Sebastian cukup lama menatap secarik kertas itu jika saja Elsa tak membuyarkan dia dari lamunan. "Kau kenapa? Apa ada masalah?" tanya Elsa lagi kali ini terlihat khawatir.
"Ah tidak, ayo kita pergi." Sampai di sana Elsa begitu terpukau melihat ikan-ikan berenang dalam akuarium. Sebastian ikut melihat tapi sorot matanya tampak menerawang jauh.
"Ibu, ibu ikan kecil warna warni itu apa?" Pertanyaan dari seorang anak kecil menyita perhatian Sebastian. Si ibu kemudian menjawab pertanyaan anaknya dengan lembut. Di dekat mereka juga ada Ayah dari anak kecil itu. Mereka tampaknya seperti keluarga kecil bahagia. Dulu Sebastian juga punya keluarga seperti itu saat Ibunya masih hidup.
"Sebastian bisa tolong pegang tasku, aku ingin ke kamar kecil." Lagi Elsa menyentak Sebastian dari lamunan. Dia menerima saja tas milik Elsa yang kini entah ke mana.
Kini Sebastian sendiri terus menatapi ikan-ikan dalam diam. "Jangan terus menatap ikannya nanti dia malu dilihat sama kamu terus." Sebastian menoleh ke asal suara menemukan Laras berdiri di sampingnya.
Anehnya dia tak marah atau pun menyunggingkan senyum sombong seperti sebelumnya. Sebastian terlihat seperti bukan dirinya sendiri. "Kenapa kau memasukkan tempat ini sebagai tempat kencan?" tanya Sebastian, dia kembali memusatkan perhatian pada akuarium.
"Tuan Gino yang bilang kalau kau dan Ibumu sewaktu kecil suka sekali pergi ke Akuarium. Itu sebabnya aku memilih tempat ini." Laras mengembuskan napas panjang. "Oh iya soal pertunanganmu..."
"Keputusanku sudah bulat. Aku akan bicara dengannya." Laras menganggukan kepala mengerti.
"Baiklah, itu terserah kau saja tapi jangan sampai kau membentaknya. Katakan keputusanmu secara baik-baik."
Sebastian kembali mengalihkan perhatian pada Laras. "Jangan khawatir, aku tidak akan menyakiti dia."
"Ok, aku percaya kok sama kamu." Keduanya lalu diam cukup untuk waktu yang lama. Keduanya menikmati pemandangan ikan yang berenang di depan mereka.
"Terima kasih," kata Sebastian nyaris berbisik. "Terima kasih sudah membawaku ke tempat ini." Sebastian melanjutkan ucapannya masih dengan nada yang sama.
"Sama-sama," balas Laras dengan nada yang lirih pula. Sebastian membulatkan mata menatap Laras yang tertawa, tak lama dia pun ikut tertawa. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama Sebastian merasa senang.