Aydan berdiri kaku. Bayangan berjubah di hadapannya tidak sekadar hitam... ia seperti lubang dalam kenyataan. Langkah kakinya tak menimbulkan suara, dan matanya—dua cahaya merah samar di balik tudungnya—memancarkan keabadian dan kematian sekaligus.
“Aku tidak akan menjadi perantara kalian,” kata Aydan dengan suara tegas, meski jantungnya berdentum liar.
Bayangan itu tersenyum. “Lalu kau pilih mati? Seperti ayahmu?”
Aydan maju selangkah. “Kalau dia mati karena melindungi aku dan ibu, maka itu bukan kematian... itu keberanian.”
Tiba-tiba, tanah di sekitar pondok bergetar. Pohon-pohon menjerit—benar-benar menjerit. Udara jadi dingin hingga nafas Aydan membeku di udara. Bayangan itu mengangkat tangan, dan dari balik kabut muncul tiga sosok lain—bayangan berbentuk binatang buas, tetapi dengan wajah manusia yang hancur.
> “Kami takkan membunuhmu sekarang, Aydan... Tapi kami akan meninggalkan tanda.”
Tepat sebelum mereka menghilang, salah satu sosok itu menyentuh dahi Aydan. Seketika, pandangan Aydan terbalik. Ia melihat dunia bukan dengan mata biasa, tapi dengan mata ketiganya—yang kini terbuka sepenuhnya.
---
Visi dari Dunia Lain
Dalam sekejap, ia tak lagi di hutan.
Ia berada di ruang abu-abu tanpa langit dan tanah. Di sekelilingnya, ribuan sosok berjubah hitam membentuk lingkaran, menggumamkan sesuatu dalam bahasa asing. Dan di tengah mereka, duduk di singgasana api hitam:
Kalasethra.
Bentuknya bukan manusia. Ia seperti jelmaan dari kegelapan dan dendam, dengan wajah tak berbentuk yang terus berubah—kadang menyerupai wajah Ayah Aydan, kadang seperti Aydan sendiri... tapi mati.
> “Kau akan kembali padaku, Aydan. Karena darahmu adalah kunci. Karena kami tidak bisa masuk ke dunia ini sepenuhnya... tanpamu.”
---
Aydan tersentak. Ia kembali di dalam pondok. Nafasnya terengah-engah. Tanda aneh berwarna hitam samar kini terukir di dahinya—tanda penghubung.
Tapi ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya.
Ia bisa mendengar detak hati bumi.
Ia bisa melihat bayangan tersembunyi di balik daun.
Ia tahu apa yang sedang datang.
Kekuatan Aydan telah bangkit. Tapi bersamanya, datang takdir yang tak bisa ditolak.
---
Di malam yang sama, di desa Karangjati, suara aneh mulai terdengar dari sumur tua di balai desa. Seorang warga yang tinggal dekat situ mengaku melihat bayangan anak kecil duduk di bibir sumur sambil menangis. Tapi ketika didekati... anak itu hilang. Yang tersisa hanyalah goresan di tembok: “Kalasethra Akan Datang.”