Bab 9: Pewaris Dua Dunia

Sejak malam di pondok itu, Aydan berubah.

Ia tidak hanya bisa melihat bayangan. Sekarang ia merasakan mereka—kemarahan, kelaparan, kesedihan, bahkan tipu daya mereka mengalir dalam pikirannya seperti gelombang radio yang tak bisa dimatikan. Di setiap bayangan yang melintas, Aydan tahu siapa mereka pernah semasa hidupnya... dan bagaimana mereka mati.

Itu bukan anugerah.

Itu adalah kutukan.

---

Pagi itu, Bu Rini mendapati Aydan duduk diam di belakang rumah, menggambar simbol-simbol di tanah. Ia menggunakan arang dari dapur, membuat lingkaran pelindung, menulis aksara tua yang tidak pernah diajarkan siapa pun.

“Kau dapat ini dari mana, Aydan?” tanya ibunya, cemas.

“Dari mereka... tapi juga dari dalam diriku. Seolah aku memang sudah tahu sejak dulu, cuma... belum bangun.”

Bu Rini berlutut, menggenggam tangan anaknya. Tapi Aydan menatapnya dalam.

“Ibu, aku tahu sekarang kenapa Ayah pergi. Dia bukan melarikan diri. Dia... menyegel sesuatu. Dan sekarang segel itu mulai retak.”

---

Pencarian Jawaban

Aydan kembali ke pondok di hutan keesokan harinya, membawa buku peninggalan ayahnya. Di dalamnya, ia menemukan satu halaman tersembunyi, ditulis di balik sampul:

> “Jika suatu hari darahmu dibuka, cari mereka yang dulu satu garis dengan kita. Para Penjaga.”

Siapa para Penjaga?

Ia terus membaca dan menemukan nama-nama tua:

Ki Sanur di Gunung Rembang

Ibu Suji di Lereng Andalas

Rama Gede dari Sukaraja

Mereka bukan keluarga. Tapi orang-orang yang dulu bertempur bersama ayahnya, melindungi dunia dari pengaruh Kalasethra.

“Mereka mungkin satu-satunya yang bisa bantu aku mengendalikan ini.”

---

Gangguan Pertama

Malam itu, saat Aydan bersiap menulis ulang catatan, lampu rumah padam tiba-tiba.

Udara dingin merasuk. Cermin di dinding retak sendiri. Dan dari balik pintu, suara kecil memanggil:

> “Aydan...

Bantu aku keluar...

Aku... ayahmu...”

Tapi Aydan tahu, itu bukan suara ayahnya.

Itu bayangan—meniru, mencoba membuka pintu secara batin.

Aydan menggenggam kalung segitiga dan berseru:

> “Dengan cahaya yang aku warisi, aku takkan tertipu! Pergi!”

Bayangan menjerit, dan cermin meledak menjadi debu. Tapi sebelum menghilang, sosok itu berbisik:

> “Para Penjaga... sudah mati.

Kau sendirian, Pewaris.”