Aktivasi

“Kau pikir mereka mati karena siapa?”

Suara pria bertopeng rusa itu makin dekat. Ref mencengkeram pisau lebih erat. Dia tahu dia bisa bertarung. Tapi kenapa tubuhnya... justru diam?

“Biarkan aku keluar sebentar,” bisik suara dalam kepalanya lagi.

Jantung Ref berdetak pelan… terlalu pelan. Seolah menahan sesuatu yang akan meledak.

Pria itu berhenti hanya dua meter di depan Ref.

“Aku datang bukan untuk bertarung. Aku datang untuk menyaksikan. Karena hari ini… kamu aktif.”

Ref mengerutkan kening. “Aktif?”

Lantai gudang tiba-tiba bergetar. Lampu di atas padam, lalu menyala lagi — tapi kali ini cahayanya merah.

Ref menunduk. Urat-urat hitam merambat di kulit tangannya.

Tangannya bergerak sendiri.

Pisau naik.

Tiba-tiba—CRAAACKK!!

Pisau Ref menancap lurus ke leher pria bertopeng rusa.

Tapi anehnya... pria itu tidak menghindar.

Malah tersenyum.

“Kau sudah mulai membuka gerbangnya. Tapi ini baru lapisan pertama, Ref. Di dalam kamu... ada lebih banyak kematian yang menunggu keluar.”

Ref terdiam. Suara dalam kepalanya tertawa.

“Itu baru satu.”

Pria itu terjatuh—dan tubuhnya hancur menjadi awan hitam, menguap.

Ref berdiri, tubuhnya bergetar. Tapi bukan karena takut.

Karena dia menyukai rasanya.

Darah.

Kekuasaan.

Kebangkitan.

Dan untuk pertama kalinya… dia sadar:

Dia mungkin bukan korban. Tapi pintu.