Hari keempat setelah bertemu Dera.
Langit mendung. Tapi Ref merasa langit di dalam dirinya jauh lebih gelap.
Ia duduk di kamar kos, memperhatikan cermin retak di depannya.
Di balik retakan itu, bayangannya tersenyum, meski wajahnya sendiri tidak.
“Kenapa kau menolak, Ref? Kau sudah dipilih. Ini takdir, bukan pilihan.”
Suara dalam kepala mulai terasa bukan seperti dirinya… tapi seseorang yang memakainya.
Di luar, berita terus muncul.
Seorang guru ditemukan tewas di toilet sekolah.
Lehernya disayat… dengan pola yang mirip simbol di leher Ref.
Ia yakin… bukan dia yang melakukannya.
Tapi darahnya di bawah kuku berkata sebaliknya.
---
Malamnya, Ref mengikuti Dera diam-diam. Ia melihat wanita itu masuk ke gedung kosong yang dijaga kamera, tapi tak satu pun menangkapnya.
Di dalam gedung:
Lima orang duduk melingkar, semuanya memakai topeng berbeda.
Dera berdiri di tengah.
“Tiga sudah aktif. Empat lainnya akan segera menyusul,” katanya.
“Ref masih ragu. Tapi pantulannya sudah bergerak.”
Salah satu bertopeng ular bersuara:
“Kalau dia menolak?”
Dera menjawab pelan:
“Kita lepaskan kendalinya. Biar bayangannya ambil alih.”
Ref terlonjak.
Jadi… mereka tidak hanya mengaktifkan. Tapi juga bisa mengambil alih.
Ia kembali ke kamar dan menatap cermin.
Bayangannya tak bergerak bersamaan. Kali ini… ia berjalan sendiri.
“Cepat atau lambat, kau akan jadi aku sepenuhnya.”
Ref melempar batu ke cermin. Pecah.
Tapi pecahannya tetap menatap balik… dan tertawa.