Pagi Pertama, dan NPC yang Tahu Nama Gue?!

Gue kebangun pas matahari baru nongol dari balik pepohonan. Sinar oranye masuk lewat celah reruntuhan kuil, ngebiasin debu di udara kayak partikel 3D yang belum dioptimasi. Bunbun masih ngelendot di kaki gue, tidur kayak jelly yang damai banget hidupnya.

"Selamat pagi, dunia game," gumam gue sambil ngulet.

Kepala masih berat, tapi perasaan? Aneh banget—damai. Nggak ada notifikasi Slack, nggak ada reminder project, nggak ada revisian dari klien yang bilang: “Mas, tolong lebih ‘wah’ ya.”

Cuma gue, Bunbun, dan dunia absurd buatan tangan gue sendiri.

---

Gue keluar dari kuil, dan—BOOM.

Angin pagi langsung nyambit muka. Sejuk banget, segar kayak botol minuman isotonik yang iklannya di gunung. Di bawah bukit, hutan masih berkabut tipis. Kabutnya bukan efek glitch, tapi partikel real-time dari engine yang pernah gue utak-atik sendiri. Gokil.

Gue buka panel sistem:

Level: 1

HP: 85/100

MP: 130/130

Skill: Fireball (Lv1), Wind Gust (Lv1), Mana Sense (Lv1)

Status: Lapar dikit, ngantuk dikit, tapi semangat gede

Companion: Bunbun (Slime Lvl 1)

"Goal hari ini..." Gue ngomong sendiri. "Cari makanan beneran, dan mulai cari tau kenapa gue bisa nyangkut di sini."

---

Gue turun bukit, ngikutin jalur setapak yang terbentuk natural di antara ilalang. Bunbun ngesot di belakang gue sambil gelinding-gelinding lucu. Tiba-tiba, kuping gue nangkep suara nyaring dari balik semak-semak.

"KYAAAAA! ADA GOBLIN!!"

Gue refleks langsung nunduk. Dari arah suara, muncul seorang cewek lari terbirit-birit—baju compang-camping, rambut pirang ekor kuda, bawa keranjang penuh apel. Di belakangnya? Tiga goblin item nyeringai sambil ngejar.

"Oi! Ini side quest awal!" Gue langsung ingat. "Yang gue bikin biar player belajar basic combat!"

Gue liat tangan gue, sihir udah nyala.

"Fireball!"

Bola api meluncur dan—BOOM!—kena satu goblin. Sisanya kabur sambil ngumpat pake bahasa goblin (yang entah kenapa mirip bahasa Sunda).

Cewek itu jatuh duduk, ngos-ngosan.

Gue lari nyamperin. “Lo gak apa-apa?”

Dia ngangkat kepala... dan matanya membelalak.

"D-Dimas...?"

Gue freeze. "Hah?"

"Lo... lo Dimas, kan? Programmer dunia ini?!" Suaranya gemetar.

What. The. Actual. Heck.

---

"Lo tau gue?" Gue bengong, bantuin dia berdiri.

Cewek itu masih kaget. “Gue... gue NPC, iya. Tapi gue bukan NPC biasa. Gue salah satu karakter yang punya kesadaran.”

JLEB.

Nama cewek itu Lia, NPC toko buah dari desa Erwyn. Gue inget banget, dia dulu sempat gue tambahin sub-skrip khusus karena dia jadi bahan meme di Discord komunitas: "NPC tukang buah tapi ngalahin final boss."

Lia cerita, dia tiba-tiba mulai ‘nyadar’ beberapa bulan lalu. "Awalnya cuma suara dalam kepala. Terus lama-lama gue bisa ngelawan skrip. Gue bisa... milih."

Dan sekarang, dia ngaku ngeliat ‘cahaya’ muncul dari kuil tempat gue nginep semalam.

“Cahaya itu… katanya tandanya Pencipta udah kembali.”

Gue: “Ini kayak digabungin sama isekai religi.”

Lia cuma nyengir. “Kalau lo beneran Dimas… lo bisa bantu kami.”

---

Kami jalan bareng ke desanya. Nama tempatnya Desa Erwyn, titik awal buat semua player baru. Tapi sekarang, desa itu... sepi. Banyak rumah rusak, pagar patah, bahkan pohon apel di alun-alun keliatan gersang.

“Ada apa sama desa ini?”

Lia ngelus batang pohon yang daunnya udah rontok. “Sejak lo... menghilang, dunia ini pelan-pelan kehilangan ‘sinar’. Monster jadi lebih buas, sihir jadi gak stabil, dan banyak NPC yang ‘mati skrip’.”

Gue diem.

Waktu itu gue berhenti ngembangin game ini karena burnout. Ternyata keputusan gue buat berhenti... bikin dunia ini rusak.

Gue pandang sekeliling. Anak-anak NPC main bola kayu dengan bola gepeng. Ibu-ibu NPC cuci baju di air sungai yang keruh. Mereka semua hidup. Bahkan terlalu hidup buat disebut sekadar kode.

Dan... mereka semua ngeliat gue.

---

Tiba-tiba, ada lonceng berdentang tiga kali. NPC tua berkumis tebal keluar dari rumah kayu besar di tengah desa.

Dia nunjuk gue, dengan mata berkaca-kaca.

“Pencipta… Dia kembali.”

Semua warga yang ada langsung berlutut. Bahkan anak kecil.

Gue melongo.

“W-Wait! Gue bukan dewa!”

Tapi mereka tetap diam, senyum, dan menunduk penuh harap.

Gue narik napas. Dalam banget.

Mungkin gue bukan dewa.

Tapi kalau dunia ini buatan gue... dan mereka semua percaya sama gue...

Mungkin ini saatnya buat bertanggung jawab.

---

Lia berdiri di samping gue.

"Lo mungkin masih bingung. Tapi dunia ini percaya sama lo, Dimas."

Gue liat langit. Awan pelan-pelan buyar, dan sinar matahari nyorot ke tengah desa.

Gue angkat tangan, setengah canggung. “Y-ya... Halo. Gue... balik.”

Tiba-tiba, notif muncul di depan mata:

[Main Quest Terbuka: Kembalikan Cahaya Dunia Elyndor]

Deskripsi: Temukan tujuh Pilar Dunia dan aktifkan ulang Jantung Dunia yang padam.

Progress: 0/7

Reward: Kebenaran di balik keberadaanmu di Elyndor.

Gue: “Oke, ini makin serius.”