Pagi hari di Desa Erwyn terasa beda setelah pengumuman kemarin. Warga senyum-senyum tiap lihat gue, meskipun jelas mereka lagi hidup susah. Ada yang nyapu jalan, ada yang perbaiki atap rumah pakai daun pisang kering, dan ada juga yang nyoba nyalain api unggun buat masak... tapi malah meledak kecil karena bahan bakarnya ngaco.
Lia berdiri di samping gue di alun-alun desa, sambil ngasih apel busuk. "Sarapan?"
Gue: “Eh... ada yang mateng dikit gak?”
Lia: "Yang mateng malah dimakan Bunbun semalam."
Gue nengok ke arah si slime. Bunbun lagi loncat-loncat ceria di dekat keranjang apel, sambil ngeluarin suara kayak... "Pwep! Pwep!"
Lucu sih. Tapi...
Tiba-tiba Bunbun berhenti. Badannya bergetar.
Mata gue membelalak.
“Eh, ini... Bunbun kenapa?!”
---
Gue buka panel statusnya:
[BUNBUN - Slime Level 1]
XP: 98/100
Status: KENYANG, SIAP EVOLUSI
Gue: “Wah, tinggal dua XP lagi!”
Dan pas gue ngomong gitu, kruk! — seekor serangga digital lewat, Bunbun lompat, glep! ditelan.
XP: 100/100
[EVOLUSI DIMULAI]
Tubuh Bunbun bersinar terang. Tubuhnya melebar, berubah bentuk dari slime jelly biasa jadi... SLIME SETENGAH TRANSPARAN DENGAN TELINGA KECIL DAN KAKI MINI. Matanya jadi dua titik biru yang bisa gerak. Bahkan... ada sayap mungil di punggungnya!
[Selamat! Bunbun berevolusi menjadi: BUNZI — Slime Familiar Lv.2]
Gue bengong.
Lia: “Aku gak pernah liat slime berubah bentuk kayak gitu.”
Gue senyum. “Karena... gue tambahin sistem evolusi itu di patch terakhir. Tapi belum sempat testing. Harusnya Bunbun jadi familiarnya player—teman perjalanan yang bisa tumbuh bareng.”
Bunzi ngambang pelan-pelan, nyengir ke gue. “Pweeeep!”
Gue senyum makin lebar. “Welcome to the next level, Bunzi.”
---
Kami mutusin buat jelajahi area luar desa hari ini. Gue butuh leveling dan juga... nyari ‘Pilar Dunia’ yang disebut di notifikasi kemarin.
Lia nyaranin satu tempat: Lembah Gelap.
“Itu dulunya tempat perkemahan para pemburu, tapi sekarang udah ditinggalin karena... yah, makhluk aneh mulai keluar dari sana.”
Kami jalan kaki sekitar satu jam. Sepanjang jalan, banyak reruntuhan kecil. Batu-batu berlumut, reruntuhan patung, dan bunga liar yang tumbuh liar banget kayak AI shader yang kehilangan parameter.
Sampai akhirnya...
Kami tiba di Lembah Gelap.
---
Pohon-pohon tinggi melingkari area yang agak terbuka. Ada bekas api unggun, tenda compang-camping, dan... bau hangus di udara.
Gue aktifin Mana Sense.
Semuanya gelap... kecuali satu titik di tengah tanah.
Gue jalan pelan ke arah sana.
Dan tiba-tiba—krak!
Tanah retak. Retakannya berbentuk kotak-kotak kayak glitch.
“Eh, ini... lubang bug?”
Gue pernah bikin sistem debug yang bisa ‘menyimpan’ monster eksperimen di dalam semacam void. Harusnya sih nggak bisa muncul ke dunia asli...
Tapi sekarang, tanah itu kayak bocor, dan dari dalamnya...
Keluar tangan monster dari kotak-kotak glitch itu.
Wujudnya kayak serigala, tapi badannya berkedut, separuh transparan, dan matanya glitch biru merah.
Gue mundur. “Bunzi, siap-siap!”
Monster itu teriak: “SKRKRHHHH!”
---
Gue lempar Fireball!
Tapi api itu malah ngilang sebelum kena target. Glitch void di sekeliling monster itu kayak nyerap sihir gue.
Gue panik. "Lia, jangan deket-deket!"
Tapi Lia malah lompatin batu dan ngelempar buah apel kering kayak shuriken. Plok! apel itu kena mata monster—nggak sakit, tapi cukup bikin dia goyah.
“Gue distract! Lo cari titik lemahnya!” teriak Lia.
Gue aktifin Mana Sense lagi... dan akhirnya nemu: ada core glitch di punggung si monster. Gue harus serang titik itu!
“Bunzi, angkat gue!”
Bunzi, yang sekarang bisa terbang dikit, ngedorong gue ke udara.
Gue loncat, bawa Wind Gust di tangan. SIAP!!
“GRAAAHHH!!!” WUSS! Angin berputar, dan...
BYARRR!!!
Core glitch itu pecah. Monster langsung jatuh, berubah jadi kumpulan piksel yang menyebar dan lenyap ke angin.
Gue mendarat dengan gaya yang... yah, agak nggelinding dikit.
---
Notifikasi muncul:
[Glitch Entity dikalahkan!]
XP +130
Item: Fragmen Glitch x1
Catatan: Dunia ini mulai bocor. Tutup celahnya sebelum terlambat.
Gue duduk di batu. Napas ngos-ngosan. “Ini... gak sesuai skrip.”
Lia duduk di sebelah gue. “Sejak lo ngilang, batas antara dunia stabil dan dunia rusak jadi kabur.”
Gue pegang Fragmen Glitch—item kecil kayak kristal hitam yang berdenyut.
Gue tau ini. Ini... bagian dari kode eksperimen yang dulu gue simpen. Tapi kok bisa bocor?
Dan kalau glitch ini bisa nyebar...
Dunia Elyndor bisa hancur.
---
Malamnya, kami balik ke desa. Penduduk nyambut dengan wajah cemas pas denger cerita kami. Mereka mulai sadar—dunia mereka memang rusak. Tapi mereka juga mulai percaya... kalau gue satu-satunya harapan.
Gue berdiri di alun-alun, tunjukin Fragmen Glitch itu ke warga.
“Gue janji. Gue bakal perbaiki dunia ini. Tapi gue butuh bantuan kalian semua.”
Warga mulai sorak pelan. Lia tepuk pundak gue.
“Kayaknya lo emang dilahirkan buat jadi lebih dari sekadar programmer.”
Gue cuma nyengir. “Gue bahkan belum bisa masak mie instan di dunia nyata.”
Bunzi: “Pweep!”
Gue liat langit. Di antara bintang-bintang, salah satu bintang terang mendadak berkedip... dan panel notifikasi muncul:
[Pilar Dunia #1 Terdeteksi di Gunung Terselubung]
Gue mengepalkan tangan.
“Ayo, kita mulai perjalanan ini.”