Gunung Terselubung, dan NPC yang Harusnya Udah Mati

Tiga hari kemudian.

Gue, Lia, dan Bunzi berdiri di depan kaki Gunung Terselubung—salah satu wilayah paling misterius dan gak pernah selesai gue desain waktu dulu. Dulu, niatnya tempat ini mau jadi semacam dungeon uji nyali, tapi belum sempat gue coding semua NPC-nya… ya, keburu gue ngilang ke dunia nyata.

Tapi sekarang, tempat ini bukan cuma segunung kode setengah jadi.

Tempat ini hidup.

Kabut putih tebal menyelimuti jalur pendakian. Akar pohon menjulur dari tanah kayak tangan zombie, dan angin di sini bukan main dinginnya, padahal matahari masih nongol. Langkah kami pelan, tiap gesekan ranting bikin Bunzi loncat panik.

Lia nanya, “Lo yakin ini jalan yang bener?”

Gue buka panel. Notifikasi dari langit waktu itu masih nyala:

[Pilar Dunia #1 Terdeteksi]

Lokasi: Gunung Terselubung - Puncak Tertutup Kabut

Status: Terlindungi oleh entitas tidak dikenal

“Yup. Kalo bener ini ‘pilar dunia’, berarti bagian inti dari sistem stabil dunia Elyndor. Mungkin di situ pusat datanya,” jawab gue.

Lia geleng-geleng. “Dan lo naruhnya di gunung. Bagus.”

Gue cengengesan. “Waktu itu gue kira bakal keren.”

---

Sekitar dua jam mendaki, kami nyampe ke sebuah dataran terbuka. Ada reruntuhan gerbang batu besar, bentuknya kayak portal tua dari zaman purba. Tapi yang bikin gue merinding, bukan gerbangnya.

Tapi seseorang yang berdiri di bawahnya.

Rambutnya panjang. Bajunya compang-camping. Di tangan kirinya, dia pegang tongkat sihir model kuno, dan di tangan kanannya—fragmen glitch.

Matanya merah menyala.

Gue bisik: “Lia... itu... karakter buatan gue.”

Lia: “Maksud lo?”

Gue maju pelan. “Itu NPC dari versi beta. Gue matiin dari sistem final karena... terlalu powerful.”

---

Gue inget dia: Sir Caldris.

Dulu dia dijadikan Guardian of the Lost Code. Ceritanya keren—penjaga artefak terlarang, yang dikorbankan demi kestabilan dunia. Tapi akhirnya gue hapus, karena... skill-nya terlalu op.

Tapi sekarang, dia berdiri nyata. Matanya kosong. Mulutnya gerak sendiri.

“Kau... pembuat dunia.”

Gue mundur selangkah. “Kenapa lo masih hidup?”

Sir Caldris angkat tangannya. Fragmen glitch di tangannya mulai memancarkan aura hitam ungu. Tanah di sekitarnya retak. Ranting-ranting pohon langsung gugur.

“Karena kode tak pernah benar-benar mati.”

---

Gue reflek aktifin panel sihir. “Fireball! Ice Blast! Combo—“

Tapi tiba-tiba...

GUE GAK BISA GERAK.

Seluruh tubuh gue kaku. Panel error muncul di depan mata:

[System Override Detected]

[Control Lockdown Active — Source: Unknown Legacy Code]

Gue nyaris panik. “Ini gak masuk akal… dia override kode kontrol utama!”

Lia teriak, “Zayn! Dia nargetin lo doang! Gue hadapin dia!”

Gue: “JANGAN—!”

Tapi Lia udah nyabetkan dua belati ke arah Sir Caldris. Sayangnya... pedangnya mental sebelum menyentuh tubuh Caldris. Seolah ada perisai tak terlihat.

Sir Caldris melayang beberapa senti dari tanah. “Aku ditulis oleh tanganmu. Tapi kini, aku menulis takdirku sendiri.”

Zzzrkktt—

Suaranya glitch.

Dan tiba-tiba, langit di atas kami berubah. Dari biru cerah jadi merah gelap, kayak langit mau kiamat. Kabut makin tebal. Akar pohon mulai merangkak di tanah.

Bunzi melompat ke arah Caldris.

Gue ingin teriak: "JANGAN!!"

Tapi... Bunzi menabrak aura pelindung Caldris, dan...

TERLEMPAR JAUH!

Tubuh mungilnya menabrak pohon. Bunyi plok! yang bikin hati gue kayak diremas.

“BUNZI!!!”

Seketika, sesuatu dalam diri gue meledak.

Panel kunci yang sebelumnya terkunci... mendadak terbuka.

[Emergency Access Protocol Aktif]

[Anda adalah Developer Primer — Override diizinkan]

Tangan gue bisa gerak lagi.

Gue lompat maju. “CALDRIS!!”

---

Gue lempar kode perintah langsung:

> /force_unbind_guardian_ai

> /remove_core_protection

Sir Caldris gemetar. Matanya berkedip. Tapi... dia tertawa.

“Sudah terlambat.”

Dan dari balik kabut... muncul sesuatu.

Sosok besar. Berpakaian seperti raja, tapi wajahnya hancur. Matanya penuh pixel rusak. Dadanya mengandung Pilar Dunia yang tadi kami cari.

Dan di bawahnya... lubang glitch menganga.

Sir Caldris bicara pelan: “Selamat datang, Zayn. Di dunia yang akan menelan penciptanya.”

---

Gue berdiri di depan mereka, tangan mengepal.

“Kalau ini perang... gue gak bakal kabur.”

Lia berdiri di samping gue. Luka di pipinya kecil, tapi sorot matanya tajam.

Bunzi... perlahan bangkit lagi. Meski tubuhnya gemetar, dia melayang ke sisi kanan gue. Matanya bersinar pelan.

Tim kami utuh.

Dan dari dalam kabut, suara bergema:

“Pertarungan pertama dimulai.”