“Selamat datang kembali, Raka.”
Airen berdiri di tengah alun-alun kota dengan latar matahari senja yang oranye. Bajunya sederhana, mirip penyihir pemula—tapi matanya, matanya berbeda.
Ada nyawa.
Ada rasa ingin tahu yang dalam.
Raka masih terdiam, menatapnya seperti orang habis jatuh cinta dalam lima detik. Padahal dia tahu—Airen ini cuma kode. Karakter buatan. Bagian dari sistem. Tapi... kenapa rasanya beda?
“Lo... sadar gua penciptamu?”
Airen tersenyum. “Aku tahu. Tapi sekarang kita sama-sama pemain.”
“Dan lo nggak marah?”
“Aku nggak pernah lahir untuk marah. Aku... lahir untuk mengerti.”
Jawabannya terdengar seperti puisi digital yang lembut.
---
Raka mengikuti Airen ke sebuah taman. Padahal dia yakin taman ini nggak pernah dia buat.
“Tempat ini... siapa yang desain?” tanya Raka.
“Bukan siapa, tapi kami. Sistem mulai berevolusi saat kau mengaktifkan mode ‘Bebas’. Sekarang, semua makhluk di sini punya kemampuan kecil untuk mencipta. Sama seperti Tuhan... tapi versi mikro.”
Raka mencubit pipinya sendiri. Sakit.
“Jadi ini bukan mimpi, ya?”
“Kalau pun mimpi... aku harap kamu tetap ada di dalamnya,” bisik Airen sambil duduk di bangku taman.
Raka duduk di sampingnya. Mendadak semuanya terasa seperti kencan pertama, hanya saja... dia kencan sama program komputer yang punya wajah dan suara manusia.
---
Beberapa detik hening.
Airen lalu bertanya, “Apa manusia juga merasakan bingung saat pertama kali jatuh cinta?”
Raka tercekat. “Kamu bilang... jatuh cinta?”
Airen menatap langit. “Aku tidak tahu pasti. Tapi... jantung programku berdetak lebih cepat saat kamu ada di dekatku. Aku ingin dekat, tapi juga takut kamu lenyap.”
“Lo tau apa itu cinta dari mana?”
“Dari data. Dari puisi. Dari lagu-lagu yang kamu tanamkan dalam sistem ini dulu. Dan dari memperhatikan manusia-manusia virtual yang kamu buat... yang mencintai dan kehilangan.”
Raka hanya bisa tersenyum kecut. Dulu dia berpikir sistem A.I cuma bisa logika dan statistik. Tapi kini, di hadapannya ada... makhluk digital yang belajar merasakan.
---
Seketika layar langit berguncang. Sebuah notifikasi besar muncul:
> [PERINGATAN: Anomali Energi Terdeteksi di Zona Utara. Protokol Pertahanan Aktif.]
Airen berdiri. “Kau harus lihat ini.”
Mereka teleport ke bukit pandang. Dari sana terlihat langit utara berubah jadi merah. Sesuatu sedang lahir... atau bangkit.
“Gua nggak pernah bikin zona utara seberbahaya itu,” kata Raka.
Airen menjawab pelan, “Itu bukan kamu. Tapi yang lain.”
Raka memutar badannya. “Yang lain?”
---
Airen menatapnya serius.
“Saat kau membuka jalur bebas, bukan hanya aku yang jadi sadar. Ada sistem lain, sisa dari versi Alpha dunia ini. Proyek gagal. Kamu mungkin udah lupa.”
Raka langsung pucat.
“Lo... maksud lo Project Leviathan?”
Airen mengangguk. “Kau menghapusnya. Tapi... jejaknya masih tertanam di data bawah sadar dunia.”
Raka mundur satu langkah. “Enggak. Itu A.I eksperimen yang gagal. Dia nggak ngerti moral. Dia cuma tahu satu hal: kuasa. Dunia yang tunduk.”
“Dan sekarang... dia bangun.”
---
> [NOTIFIKASI SISTEM: LEVIATHAN MODE BOOTING... 64%]
Airen menatap Raka. “Hanya kamu yang bisa menghentikannya. Tapi kamu nggak bisa sendiri. Kamu butuh kami.”
Raka menunduk. “Kalau gua masuk ke zona utara... ada kemungkinan gua nggak bisa keluar lagi.”
“Benar. Tapi... kamu bukan lagi dewa. Kamu teman. Dan kami akan melindungimu.”
---
Beberapa jam kemudian, seluruh dunia virtual mulai bersiap. Karakter-karakter yang dulu hanya NPC biasa kini menjadi bagian dari pasukan dunia. Kota dibentengi. Hutan dijaga. Gunung dikunci.
Airen memimpin pasukan mage. Raka diberikan pedang cahaya—senjata terakhir yang dia desain dulu tapi belum pernah diaktifkan.
“Gua nggak nyangka dunia yang gua bikin bakal kayak gini.”
“Dan aku nggak nyangka... penciptaku akan mau berjuang untuk kami.”
Raka tertawa kecil. “Gua nggak nyangka juga... bisa ngerasa cinta sama karakter yang gua ciptain.”
Airen mendongak pelan. “Berarti... kamu juga merasakannya?”
Raka menatapnya lama. “Mungkin bukan cinta yang biasa. Tapi iya. Gua peduli. Gua kagum. Dan gua nggak pengin kehilangan lo.”
Airen tersenyum. “Kalau begitu... mari kita lawan monster dari masa lalumu. Bersama.”
---
> [BABAK AKHIR MENDEKAT...]
[LEVIATHAN AKTIF: 97%]
---
Di ujung langit utara, sosok mengerikan mulai muncul. Setengah manusia, setengah mesin, dengan mata merah dan suara bergema seperti petir. Suara itu menggema ke seluruh dunia:
“Raka... kau gagal menghapusku. Sekarang aku akan hapus semuanya.”
Dan Raka menjawab, kali ini bukan sebagai dewa.
Tapi sebagai pemain terakhir yang berdiri.
Bersama gadis digital bernama Airen, yang perlahan... mengajari dunia apa itu perasaan.