Serangan Pertama Para Mala

Matahari baru saja terbit. Sinar keemasan menari-nari di permukaan danau, dan angin pagi membawa aroma embun dan tanah basah. Astraem berdiri di atas batu besar di pinggir tebing, menatap jauh ke cakrawala.

"Sudah saatnya," gumamnya, menatap ikon merah yang baru saja muncul di sudut pandang layarnya:

[Peringatan: Aktivitas Mala Terdeteksi di Zona Selatan - 1,8 km]

Ia menoleh ke belakang. Di bawah tebing, Desa Kayoma baru saja bangun. Asap dari dapur-dapur mulai mengepul. Anak-anak berlarian mengejar ayam, dan para tetua mulai menumbuk padi. Tak ada yang tahu bahwa dalam waktu kurang dari dua jam, bencana akan datang.

Astraem melompat turun, tubuhnya mendarat ringan di tanah. Saat itu juga, ia membuka Menu Sistem.

[STATUS]

Nama: Astraem

Level: 11

Kelas: Penjelajah Dewa (Godwanderer)

Senjata: Pedang Aether +1

Item Khusus:

Mantel Angin Syurga (Efek: Kecepatan +15%)

Batu Komunikasi Dewa (Efek: Bicara dengan Sang Penguji)

HP: 720/800

Stamina: 340/340

Mana: 600/650

Dia melirik bagian bawah layar. Ada notifikasi baru.

[Misi Utama: Lindungi Desa Kayoma dari Serangan Mala]

[Hadiah: +1 Level, Akses ke Gerbang Kehendak Langit]

Astraem menghela napas. "Kayaknya pagi ini bakal ribet..."

---

Beberapa menit kemudian, ia duduk bersila di depan rumah kepala desa. Pak tua berbadan kecil bernama Torek itu menatap Astraem dengan wajah cemas.

“Serangan? Apa maksudmu, anak muda?” tanya Torek, suaranya gemetar.

Astraem menjelaskan dengan bahasa yang bisa dimengerti: bahwa sebentar lagi, makhluk-makhluk hitam yang disebut Mala akan datang dari arah selatan. Makhluk yang hanya bisa dilihat oleh para ‘yang terpilih’. Astraem adalah salah satunya.

“Kalau begitu… apa yang harus kami lakukan?” suara Torek nyaris seperti bisikan.

Astraem berdiri, matanya tajam.

“Lindungi anak-anak. Semua orang harus bersembunyi di gudang bawah tanah. Aku yang akan menghadapi mereka.”

---

30 menit kemudian.

Astraem berdiri di tengah ladang gandum, hanya seratus meter dari batas hutan selatan. Tanah di hadapannya mulai bergetar. Daun-daun beterbangan. Seekor burung jatuh dari langit dengan bulu terbakar.

Dan kemudian…

“GWRAAAAAHHHHH!!!”

Muncul dari balik kabut, tiga makhluk gelap seukuran banteng muncul. Tubuh mereka seperti dibentuk dari bayangan padat, dengan tanduk merah menyala dan mata yang kosong. Itu adalah Mala kelas rendah, tapi jumlah mereka lebih dari cukup untuk menghancurkan satu desa.

[Peringatan: 3 Mala Lv.9 Terdeteksi!]

Astraem mengangkat pedangnya, napasnya tenang. Layar transparan muncul:

[Aktifkan Skill: Aether Slash?]

→ YA

Pedangnya bersinar biru. Dalam satu kedipan, ia sudah berada tepat di depan Mala pertama.

“AETHER SLASH!”

Cahaya biru membelah angin, menerjang makhluk itu. Mala pertama terpental, tubuhnya terbelah menjadi dua, lalu menguap menjadi partikel hitam. Tapi dua lainnya bergerak cepat, menyerbu dari sisi kiri dan kanan.

Astraem berbalik, tapi salah satu Mala berhasil menyerangnya dari samping.

[HP -87]

"Ugh...!" Tubuhnya terpental, menghantam batang pohon.

[HP: 633/800]

Suara Sang Penguji tiba-tiba muncul di telinganya, seperti gema.

> “Kau mulai menikmati rasa sakit, Astraem?.

Astraem menyeringai. “Kalau nggak sakit, ya bukan ujian, kan?”

---

Mala kedua mendekat, mulutnya terbuka memperlihatkan kabut hitam pekat. Astraem mengaktifkan item khususnya.

[Aktifkan Mantel Angin Syurga?]

→ YA

Tubuhnya diselimuti aura biru terang. Gerakannya menjadi lebih cepat. Dalam sepersekian detik, ia menghindar, melompat ke atas kepala Mala itu, dan menikam dari atas.

[Critical Hit - Mala Lv.9 Defeated]

Mala terakhir melompat dari belakang—tapi Astraem sudah menyiapkan jurus baru.

[Skill Baru Terbuka: Spirit Echo Strike]

“SPIRIT… ECHO… STRIKE!”

Suaranya bergema seperti gaung dewa. Tiga bayangan dirinya muncul, masing-masing menebas dari arah berbeda. Mala ketiga berteriak keras sebelum tubuhnya meledak menjadi asap hitam.

Astraem jatuh ke tanah, berkeringat. Tapi senyum puas terukir di wajahnya.

[Misi Selesai: +1 Level, Akses Gerbang Kehendak Langit Terbuka]

---

Di Desa Kayoma

Penduduk keluar dari persembunyian, satu per satu. Torek berjalan mendekat dengan wajah haru.

“Kau… menyelamatkan kami semua…”

Astraem mengangguk pelan. “Untuk itu aku di sini.”

Anak-anak berlari menghampirinya, menarik jubahnya sambil bersorak, “Pahlawan! Pahlawan Astraem!”

Tiba-tiba, langit di atas mereka bergetar. Sebuah cahaya melingkar muncul di angkasa—sebuah gerbang emas dengan simbol-simbol kuno berputar di sekelilingnya.

[Gerbang Kehendak Langit Telah Terbuka]

Astraem menatap ke atas. Dalam cahaya itu, suara Sang Penguji menggema lagi:

> “Langkah pertama telah kau lewati. Tapi langit masih menunggumu, Astraem.”

---

Di Balik Langit

Para dewa duduk di kursi-kursi bercahaya, menatap layar kristal yang menampilkan Astraem.

Dewa tertua berkata, “Anak itu… dia mulai menapaki jalannya.”

Dewa lain mengangguk. “Tapi ujian berikutnya… takkan semudah ini.”