Malam di Hutan

Malam di Aetheria adalah entitas yang sama sekali berbeda dari malam di Bumi. Di Bumi, bahkan di pedesaan terpencil, selalu ada cahaya samar dari kota-kota di kejauhan, atau setidaknya, cahaya bulan yang familiar. Di sini, di jantung hutan Aetheria, kegelapan adalah selimut tebal yang menelan segalanya, hanya dipecah oleh cahaya redup dari lumut berpendar di batang pohon dan api unggun di tengah pemukiman.

Eudora, yang terbiasa dengan keamanan apartemennya yang terang benderang dan suara lalu lintas kota yang menenangkan, merasa sangat rentan. Gubuknya, meskipun memberikan perlindungan dari angin dan hujan, tidak terasa seperti benteng. Dindingnya terbuat dari daun dan ranting, dan setiap suara dari luar terasa sangat dekat.

Malam itu, setelah makan malam bubur biji-bijian dan beberapa upaya gagal untuk mengajarkan suku kata "garpu" (mereka hanya menatapnya dengan bingung), Eudora berbaring di tumpukan daun kering di gubuknya. Matahari kembar telah lama terbenam, meninggalkan matahari keperakan sendirian di langit, memancarkan cahaya yang lebih redup, hampir seperti bulan purnama yang sangat besar.

Suara-suara hutan di malam hari adalah simfoni yang menakutkan. Ada desisan, geraman rendah, kicauan aneh yang terdengar seperti tawa setan, dan gemerisik daun yang bisa berarti apa saja—angin, atau sesuatu yang lebih menyeramkan. Eudora mencoba mengenali suara-suara itu, menganalisis frekuensi dan polanya, tetapi otaknya yang ilmiah tidak bisa menenangkan insting primitifnya yang berteriak "BAHAYA!".

Ia menarik selimut kulit binatang yang kasar lebih erat ke tubuhnya, mencoba mengabaikan rasa gatal yang samar. Setiap kali ada suara gemerisik di luar gubuknya, jantungnya akan berdebar kencang. Ia membayangkan Beastkin besar dengan mata merah menyala, mengintai di kegelapan, menunggu kesempatan.

"Ini konyol," gumamnya pada dirinya sendiri. "Aku seorang fisikawan. Aku sudah menghadapi krisis energi global, anomali kuantum yang bisa merobek realitas. Aku tidak bisa takut pada suara-suara di hutan."

Namun, ia tetap takut. Ketakutan itu adalah pengingat yang menyakitkan akan betapa tidak berdayanya ia tanpa teknologi yang ia kenal. Tidak ada senter, tidak ada ponsel untuk memanggil bantuan, tidak ada sistem keamanan canggih. Ia hanya memiliki akal sehatnya, dan itu terasa sangat tidak memadai di hutan yang gelap ini.

Ia mencoba memejamkan mata, berharap bisa tidur. Tetapi setiap kali ia melakukannya, bayangan-bayangan aneh muncul di benaknya—bayangan Beastkin, bayangan portal yang berputar, bayangan laboratoriumnya yang kini terasa sangat jauh.

Ia teringat akan kehidupannya di Bumi. Malam-malam yang dihabiskan di laboratorium, dikelilingi oleh mesin-mesin yang berdengung, layar-layar yang berpendar, dan aroma ozon dari peralatan listrik. Itu adalah lingkungan yang ia pahami, lingkungan di mana ia merasa aman dan berkuasa. Di sana, ia bisa memanipulasi energi, memecahkan misteri alam semesta. Di sini, ia hanyalah mangsa potensial, seorang ilmuwan tanpa alat.

Rasa kesepian yang mendalam merayapi dirinya. Ia merindukan suara-suara familiar, wajah-wajah familiar. Ia merindukan kopi instan yang rasanya seperti lumpur, tetapi setidaknya itu adalah kopi. Ia merindukan diskusi-diskusi ilmiah yang rumit, bahkan perdebatan sengit tentang interpretasi mekanika kuantum. Di sini, ia tidak bisa berbagi penemuannya dengan siapa pun, tidak bisa berdiskusi tentang hipotesisnya. Ia sendirian dengan pikirannya sendiri.

Tiba-tiba, ia mendengar suara yang lebih dekat, suara langkah kaki yang berat di luar gubuknya. Jantungnya melompat ke tenggorokannya. Beastkin? Ia menahan napas, mencoba mendengarkan.

Suara itu berhenti di depan gubuknya. Eudora memejamkan mata, bersiap untuk yang terburuk.

Kemudian, ia mendengar suara mendengus pelan, diikuti oleh suara seperti gesekan kulit. Ia membuka matanya sedikit. Melalui celah di dinding gubuk, ia melihat siluet besar. Bukan Beastkin. Itu Balmond.

Balmond berdiri di luar gubuknya, memegang tombak. Ia melihat ke sekeliling, matanya memindai kegelapan, seolah ia sedang berpatroli. Ia kemudian duduk di tanah, bersandar di dinding gubuk Eudora, tombaknya bersandar di sampingnya. Eudora bisa mendengar napasnya yang tenang.

Balmond. Pelindungnya. Prajurit yang aneh, tetapi dapat diandalkan.

Eudora merasakan gelombang kelegaan yang luar biasa. Ia tidak sendirian. Balmond ada di sana, berjaga. Ia mungkin tidak mengerti fisika kuantum, tetapi ia mengerti tentang perlindungan. Dan itu, untuk saat ini, sudah lebih dari cukup.

Ia menutup matanya lagi, kali ini dengan rasa aman yang aneh. Suara-suara hutan masih ada, tetapi mereka tidak lagi terasa begitu mengancam. Suara napas Balmond di luar gubuknya adalah pengingat yang menenangkan bahwa ia tidak sendirian.

Ia mulai memikirkan tentang cahaya. Lumut berpendar. Kristal Aether. Api unggun. Semua itu adalah bentuk energi. Bisakah ia memanipulasi energi itu untuk menciptakan cahaya yang lebih baik? Atau bahkan, untuk menciptakan sumber cahaya yang bisa ia kendalikan? Itu adalah proyek ilmiah yang menarik.

Jurnal Aetheria: Percikan Ilmiah

Entri 5: Malam ke-5 (perkiraan) di pemukiman.

Subjek Observasi: Kegelapan Aetheria. Tantangan: Ketakutan primitif yang dipicu oleh kegelapan total dan suara-suara hutan yang tidak dikenal. Ketergantungan pada teknologi modern menjadi jelas.

Solusi sementara: Kehadiran Balmond di luar gubuk memberikan rasa aman. Ini menunjukkan pentingnya keamanan komunal di lingkungan yang tidak ramah.

Proyek Penelitian Baru: Sumber Cahaya. * Potensi: Lumut berpendar, kristal Aether, api unggun. * Hipotesis: Aether dapat dimanipulasi untuk menghasilkan cahaya yang lebih terang atau lebih terkontrol. * Eksperimen awal: Bagaimana cara mengumpulkan dan menyimpan cahaya dari lumut atau kristal? Bisakah listrik statisku digunakan untuk memicu pendaran yang lebih kuat?

Eudora tersenyum dalam kegelapan. Ia adalah seorang ilmuwan. Bahkan di tengah hutan yang menakutkan, otaknya masih mencari solusi, masih merumuskan hipotesis. Ini adalah cara ia bertahan hidup, cara ia tetap waras.

Malam itu, ia akhirnya tertidur, mimpi-mimpinya dipenuhi dengan Beastkin yang mengaum dan persamaan-persamaan yang berpendar. Tetapi di balik semua itu, ada rasa aman yang aneh, kesadaran bahwa ia tidak sendirian di dunia yang aneh ini. Ia memiliki Balmond, prajurit yang berjaga dalam kegelapan. Dan ia memiliki sains, cahaya penuntunnya di dunia yang asing.