Chap 1 - Target Pertama di Tengah Kota

Hujan ringan membasahi kaca pelindung di atas Distrik 3, salah satu zona elite Vireon yang dipenuhi menara kaca dan restoran mewah. Lampu-lampu neon menyala sepanjang jalan udara, membentuk ilusi kota impian. Tapi Aven tidak pernah percaya ilusi.

Ia berdiri di atap gedung parkir yang tak berfungsi, mengamati lantai 62 dari menara seberang—Restoran Calistra—tempat sang target sedang makan malam bersama dua pengawalnya. Lensa canggih pada visornya menampilkan tiga siluet, dengan satu kotak merah mengunci target utama.

“Bisa ditembak dari sini,” gumamnya datar.

Tapi Aven tidak pernah menembak sebelum memastikan dua hal:

arah angin dan cara keluar.

---

Tablet kecil di tangan kirinya memindai jalur evakuasi.

Satu drone polisi melintas di atas, tak mendeteksi keberadaannya berkat penyamaran elektromagnetik yang ia aktifkan sejak dua menit lalu.

“Angin 4,2 ke timur laut. Elevasi minus 3. Tekanan udara stabil.”

Tangannya merakit senapan laras panjang dalam senyap, satu per satu.

Magazine dimasukkan. Peluru khusus: titanium fragment, tanpa suara, tanpa pantulan.

Hanya satu peluru. Karena dia tidak butuh dua.

---

Waktu: 22:54

Enam menit sebelum batas waktu.

Aven membidik.

Namun tiba-tiba...

target berdiri. Tapi bukan untuk pergi.

Ia mengangkat tangan, dan dari arah belakang... muncul dua orang lainnya. Bukan pengawal.

Wajah mereka... tidak masuk dalam file.

Dan salah satu dari mereka... menatap langsung ke arah Aven.

“...?”

Refleks Aven langsung menarik mundur senapan, tapi detik berikutnya—DZZZTT!!

Tablet di tangannya crash. Sistemnya disusupi.

“Pancingan.”

Satu kata itu langsung terlintas di kepalanya.

Sebelum ia bisa bergerak, sebuah drone hitam tak bertanda menukik dari langit, meledak tepat di lantai atas gedung tempat Aven berdiri.

BOOM!

Ledakan membelah malam. Aven terlempar ke belakang, visornya retak, tubuhnya menghantam beton.

Suara keras memenuhi telinga. Dunia berputar. Tapi dia masih sadar.

“...Aku yang jadi target.”

---

Dengan tubuh setengah luka, Aven bangkit sambil menarik pistol cadangan.

Ia tidak melihat siapa pun, tapi... suara langkah kaki terdengar dari tangga darurat. Cepat. Terlatih.

Seseorang sudah tahu di mana dia berada.

Dan mereka datang bukan untuk menangkap.

Mereka datang untuk menghabisi.

---

Di layar jam tangan rusaknya, waktu kini menunjukkan 3:14.

Dan Aven menyadari sesuatu:

Ini bukan misi. Ini deklarasi perang.

---

“Kalau malam ini aku mati, maka dunia akan tetap diam. Tapi kalau aku hidup... seseorang akan menyesal pernah menggangguku.”

– Aven Kuro.