Chap 3 - Bayangan di Bawah Dermaga

Langkah Aven terdengar pelan di sepanjang lorong bawah tanah menuju Distrik 5.

Ruangannya sempit, gelap, dan bau lembap dari genangan hujan bercampur logam memenuhi udara.

Sisa luka di pelipisnya masih mengering, dan tulang rusuk kirinya terasa ngilu setiap kali dia tarik napas.

Tapi Aven tidak mengeluh. Dia belajar bertahan dalam kondisi lebih buruk dari ini.

---

Waktu: 23:36

Dermaga bawah Distrik 5 bukan tempat orang waras datang malam-malam.

Di sinilah jaringan penyelundup beroperasi, dan rumor mengatakan bahkan robot-robot hasil modifikasi ilegal dibuang ke laut dari sini.

Aven berjalan menyusuri jalur pipa tua, lalu berhenti di bawah tiang besi yang penuh karat.

Di sana… berdiri seseorang.

Tudung gelap. Masker setengah wajah. Dan pelat identifikasi di pundaknya — dicoret.

Mantan agen. Atau lebih tepatnya, buronan sistem.

Orang itu membuka masker perlahan.

Wajah perempuan. Usia sekitar 30-an. Luka bekas laser membelah pelipis kiri sampai rahang.

Tatapannya tajam, tapi bukan musuh.

"Nama gue Lira. Mantan intel dari divisi internal pemerintah. Gue kirim sinyal itu."

Aven tidak menjawab. Hanya menatap. Menunggu.

Lira melanjutkan, “Misi lo malam ini—itu setup. Bukan cuma untuk ngeluarin lo dari permainan, tapi buat ngetes seberapa jauh unit Red Sigil masih bisa dibajak.”

Aven mendekat satu langkah. "Kenapa gue?"

Lira menghela napas. "Karena lo pembunuh bebas terakhir yang belum tunduk sama mereka."

Aven menyipit. “Mereka siapa?”

Lira menatap ke laut hitam di belakangnya, lalu menjawab pelan.

“Zeraphis.”

Satu nama yang langsung membangkitkan sesuatu dalam memori Aven.

Bukan karena dia tahu siapa mereka. Tapi karena… nama itu tertera dalam satu file terenkripsi — file yang dia pernah lihat tahun lalu, tapi tak pernah berhasil dibuka.

“Zeraphis bukan cuma organisasi,” lanjut Lira. “Mereka sistem bayangan di balik pemerintahan Vireon. Semua dewan, semua hukum, semua AI… bisa mereka putar. Dan lo... ternyata ancaman buat stabilitas mereka.”

Aven diam beberapa detik, lalu menunduk, menyentuh jam tangannya yang rusak. Masih menunjukkan pukul 3:14.

“Jadi sejak awal… bukan cuma misi palsu. Ini deklarasi eliminasi.”

Lira mengangguk. “Dan gue di sini bukan buat nyelamatin lo. Tapi ngajak kerja sama.”

---

Tiba-tiba — BLAM!!

Satu tembakan menembus tiang besi di dekat mereka.

“Mereka sudah tahu lo ada di sini!” seru Lira.

Dari arah kapal tua di ujung dermaga, siluet bersenjata muncul — berpakaian full hitam, helm optik, langkah seragam. Bukan pembunuh bayaran biasa.

Pasukan khusus. Tapi bukan milik pemerintah. Milik Zeraphis.

Aven menghunus pistol dan menarik Lira ke bawah tumpukan kontainer.

“Lo bisa pakai senjata?” tanyanya cepat.

Lira menarik senapan kecil dari dalam jaket. “Bisa nembak, gak jamin kena.”

Aven mengangguk dingin. “Cukup.”

---

Perang kecil pun dimulai.

Di bawah dermaga yang ditinggalkan, dengan darah menetes ke laut, dan suara peluru menggema di malam kota yang tak pernah tidur.

Tapi Aven Kuro tahu satu hal pasti—

mereka baru mulai. Dan dia tidak akan lari.

---

"Kalau malam ini aku bertahan, besok mereka akan lihat bayangan yang selama ini mereka buat… mulai melawan balik."

– Aven Kuro