Bab. 3 Tak Sengaja Bertemu

Bagaimana bisa aku mengharap pohon berbunga, jika akar dan batangnya saja tercabut ? Cahaya yang memandu tuk pulang kerumah sudah meredup.

Kehangatan yang menahan selama ini mungkin telah menjadi belulang yang menyatu pada bumi.

Hal ajaib tentang rumah adalah rasa menyenangkan untuk pergi, dan bahkan lebih baik untuk kembali. Tapi aku kembali untuk siapa ?

Pagi yang cerah seolah – olah tahu aku ingin menyembunyikan air mataku pada rintikan hujan, dan benar hujan turun walaupun tidak terlalu lebat namun cukup menggigilkan badan yang sudah basah kuyup ini.

Payung pun lupa membawa apalagi kenangan bersama orang tua sudah aku rapikan dalam memori album foto tanpa berani aku buka lagi.

Ketakutan semakin menjadi saat aku berpikir usiaku kini sudah pantas untuk menikah mencintai seseorang secara lahir dan bathin.

Dimana pangeranku ? Aku sudah mencarimu kemana – mana namun aku selalu saja salah memilih.

Sekali lagi, apa takdirku berjodoh dengan kematian ? Apa aku tidak akan pernah mendapatkan cinta sejati ?

Aku merasa iri pada kisah Habibi dan Ainun, perjuangan mereka menjadikan cinta abadinya terkenang sepanjang masa generasi ke generasi berikutnya.

Lihat lah aku masih sepi sendirian hanya mampu melangitkan nama namun terus saja berjuang melawan kesakitan hati dikhianati oleh cinta.

Tanpa status tanpa aba – aba aku harus terus jalan atau harus berhenti cukup disini. Semua itu kemauanku untuk tetap menyakiti diri sendiri. Membuat stres tiap waktunya karena memikirkannya yang telah berjodoh dengan yang lain.

Setelah puas kalut dengan diri sendiri dibawah rintikan hujan diantara hembusan angin yang semakin membuatku seperti membeku.

Ku kecup penuh arti akhirat bersama lagi, nisan kayu kedua orang tuaku. Hujan kian mereda saat ku langkahkan kaki menuju gerbang luar Pemakaman ini.

Tidak ada yang benar – benar mengenalmu kecuali dirimu sendiri. Bangkit jangan manja ! Jangan banyak ngeluh dan jangan tunjukkan tangisanmu didepan orang lain.

Aku yakin aku kuat berpijak sendiri diatas kakiku sendiri, aku harus bisa move on dari masa lalu jadikan semua pembelajaran yang mungkin takkan pernah mau ku ulangi lagi.

Aku mempunyai kebiasaan bernyanyi diatas motor dengan suara yang sedikit sumbang aku tak peduli jika orang lain mendengarkanku.

Terlihat lucu bukan ? Atau malah lebih ke gila ? Tidak, semua orang punya hak untuk membahagiakan diri sendiri meskipun yah hanya sepele lewat lirik lagu yang dinanyikan dengan suara fals mau itu dikamar mandi, dijalan atau di karaokean.

Yang terpenting bibir ini masih bisa tersenyum walaupun tertahan oleh luka yang bisa menyebabkan air mata berjatuhan. Aku mencoba tak peduli dengan pikiran yang semakin menumpuk membuatku semakin lelah.

Jalan punya bahu, pantai punya bibir, dan aku punya siapa ? Sudah saatnya aku mencari pangeran kodokku, mungkin dia tersesat salah jalan hingga dirinya tak menemukan putri secantik aku hahaha tidak mengapa kan memuji diri sendiri.

Lucu ya seandainya do’aku terkabul salah satunya, misal segera menemukan jodoh. Apakah dia mau menerimaku apa adanya ?

Perempuan yang sering ceroboh, cuek bebek, cantiknya juga pas – pasan ditambah lagi pasti aku banyak merepotkannya.

Aku terus saja bermonolog pada diri sendiri ketimbang harus curhat sana sini atau memposting hal – hal menyedihkan hanya untuk mencari perhatian orang lain.

Brakk !!

Astaga aku tak sengaja menabrak seseorang saat dirinya hendak menyeberang. Dia berdiri dan baik - baik saja hanya sedikit kotor pada kemeja putihnya.

"Masya Allah tampan sekali laki - laki ini. Andaikan suamiku setampan lee min ho ini mau aku umpetin ah." Bathinku cengar - cengir menatap wajah tampan yang mulai mendekatiku dan bersiap memaki.

Nana nih tipe - tipe perempuan yang susah kali dibilangin alias ngeyelan. Jadi harus banyak bersabar untuk mengarahkanku ke arah yang baik.

Masih sepagi aku sudah cari perkara dengan orang lain, belum punya sim lagi. Gimana nih kalau diajak ke kantor polisi.

Maafkan aku yang memandang lekat wajahnya, laki - laki memakai kemeja putih dan bawahan sarung warna abu - abu.

Apakah dirinya seorang santri, kebetulan sekali disini tak jauh dari Pondok Pesantren. Bukan hal yang mudah menemukan laki - laki sesopan dia walaupun aku yang salah telah menabrak tapi dirinya malah tersenyum dan berlalu begitu saja.

Aku kira dia bakalan maki - maki, tahunya aku yang salah banyak su'udzon pada orang lain.

Ku tepikan motorku mencoba berniat baik mengejarnya ke seberang jalan. Bukan waktu yang tepat untukku berkenalan ataupun sekedar mengucapkan permintaan maaf.

Laki - laki itu masuk ke dalam sebuah mobil bagus.

Dengan kecewa langkahkan kaki kembali ke motor. Kali ini aku lebih berhati - hati saat mengendarai motor.

Lajukan motorku perlahan pulang ke kosan. Menyanyikan sebuah lagu cinta, mungkin aku sedang kasmaran.

Sungguh jatuh cinta pada pandangan pertama adalah hal yang sering aku rasakan, tapi ini berbeda. Terdapat getaran khusus didalam hati ini.

Siapa kah laki - laki tampan itu ?

Hatiku mengatakan dia laki - laki sholeh, baik dan yang pastinya fasih ilmu agama. Tak mau pikir panjang sesampainya di kosan aku langsung merebahkan diri.

Tanpa peduli cuci tangan, menghapus make up bahkan sekedar ganti baju malah main rebahan aja.

Capek dan ngantuk banget, padahal hari ini deadline aku harus ngerjain dua bab novel dalam sehari. Tapi otak susah kali mengeluarkan kata - kata mutiara pada hari ini.

"Ya Allah semoga Engkau memberikanu jalan yang indah untuk bertemu dengan kekasih hatiku didunia ini. Kalau bisa timing nya dicepetin Ya Allah. Biar ada yang nafkahin aku lahir bathin. Hehehe." 

Kira - kira seperti itulah self talk seorang Nana pada siang ini, sudah lelah cari nafkah sendiri. Pengen deh merasakan gimana rasanya duduk manis dirumah tanpa mikirin cari uang.

Pengen sih kayak temen - temen aku punya suami udah ganteng kaya lagi, apa yang dimau pasti keturutan.

Beda lagi dengan jomblo seperti ini, udah susah tambah lagi sering sakit - sakitan dan yang pastinya butuh sandaran jiwa biar enggak semakin loyo.

"Astagfirullahaladzim."

Mengusap kasar wajah sendiri.

Bisa - bisanya ya aku keinget sama wajah tampan nan teduh milik laki - laki tadi, masa iya sih jatuh cinta pada sekilas pandangan.

Jadi penasaran dia itu siapa, dan udah ada pawangnya belum ? Kalau belum boleh lah ditikung lewat jalur langit. Sebab aku percaya do'a tanpa ikhtiar seperti busur tanpa panah. Maka sisanya serahkan semua pada-Nya.

Siapa tahu hoki eh beruntung maksudnya, kalau dia ternyata jodoh dunia akhiratku yang selama ini dicari.

Maaf terlalu banyak yang diinginkan, siapa tahu Allah mengabulkan salah satu dari harapan ini. Tidak ada salahnya jika mulai besok aku berikthiar dengan cara mendekati area kilas pertemuan kami tadi.

Cie elah kami, kenal aja belum sudah "kami" apa tidak terlalu aneh ?