Sayup suara adzan dzuhur mulai terdengar, segera bangkit dari kemalasan pada siang ini. Walaupun tubuh lunglai lemah lesu karena belum diberikan asupan gizi berupa makanan 2 sehat 1 sempurna alias nasi telor ceplok dan air putih.
Tanggal tua begini harus hemat dalam pengeluaran. Itu lah sebabnya Nana ingin cepat - cepat dijemput jodohnya.
Selain meringankan finansial juga bisa jadi moodbooster.
Membasuh wajah menggunakan serangkaian produk cuci muka wardah, aku terlebih dahulu membersihkan wajahku dari sisa make up korean look tadi pagi.
Lengket banget gerah dikulit make up setebal ini. Natural lebih bagus sih tapi lebih ke putih pucat.
Selesai membersihkan wajah , aku bergegas wudhu dan melaksanakan sholat dzuhur.
Tidak ada yang lebih mencintaimu selain Allah.
Tidak ada yang paling mengetahui kesedihanmu selain Allah, dan tidak ada yang bisa menghilangkan kesulitan selain Allah.
Tak banyak berharap yang lebih tinggi sebab ekspetasiku tentu saja hanya akan biasa - biasa saja. Sudah posisi tiduran lagi diatas kasur tapi perut sudah mulai protes mengeluarkan suara aneh nan menyeramkan.
Krucuk krucuk ! Nyaring bumyinya.
Merasa tak enak hati dengan cacing - cacing diperutku yang mulai kelaparan, aku mulai berganti pakaian daster panjang warna sage dibalut dengan jaket dan hijab warna putih tulang.
Menyambar dompet dan kunci motor diatas meja nakas, keluar dan mengunci kembali kamar ternyamanku ini.
Siang ini tak begitu menyengat panas mataharinya sedikit tertutupi awan mendung, namun tetap harus pake sunscreennya ya girls.
Mengendarai motor dengan kelajuan siput berlari sembari mengedarkan pandangan mencari makanan enak, bikin kenyang dan yang pastinya ramah dikantong.
"Nah ketemu." Ucapku memarkirkan motor didepan rumah makan padang. Lumayan kenyang dengan harga sepuluh ribu aja.
Cocok banget buat anak kosan seperti aku ini, alternatif selain makan indomie dan telur.
"Pak, satu ya pake ayam bakar kuahnya lebihin. Makan ditempat."
"Oke siap dek cantik."
Trik marketing ini pastinya biar aku makan terus disini.
Rame banget tempat makannya, sudah pasti enak dan nikmat.Setelah menunggu pesanan, aku mencari tempat duduk yang kebetulan tinggal satu kursi lagi disebelah laki - laki muda yang sedang telponan menghadap kesamping.
"Permisi mas saya boleh numpang makan disini."
Basa - basiku cuman dibalas dengan juluran tangan kesamping menandakan aku boleh duduk di sampingnya.
Tanpa berlama - lama aku menikmati makanan nasi padang ini dengan lahap menggunakan sendok. Nana orangnya malesan jadinya ya apa - apa lebih sering pakai sendok ketimbang berlama - lama cuci tangan.
Laki - laki disebelah memulai ritual makannya dengan berdo'a terlebih dahulu dan sama saja memakai sendok garpu untuk menikmati setiap suapnya.
"Astagfirullahaladzim."
Aku yang sedang asyik makan tiba - tiba tersentak kaget mendengar seorang pria tua beristighfar didepan meja kami.
Kami mendongakkan kepalakami secara bersamaan, laki - laki disebelahku nampaknya syok. "Abah disini?"
MasyaAllah lembut sekali suaranya, bikin gimana gitu adem bener. Sedikit melirik seperti apa sih lelaki disampingku.
"Ya Allah. Pujaan hatiku." Celetukku menambah kesal wajah pria tua didepan kami.
"Asyam dan siapa namamu nak ?"
"Oh jadi namanya Asyam, laki - laki tampan nan beku disampingku ini." Bathinku.
"Saya ?" Menunjuk ke diri sendiri.
"Iya." Jawab pria tua itu ketus.
Aku menoleh ke arah lelaki sebelahku, "Jawab pertanyaan abah." Ucapnya ragu - ragu.
"Nama saya Nana , abah."
Eh kok jadi ikut - ikutan manggil abah sih, bikin makin salah paham aja.
"Asyam, Nana ikut abah sekarang."
Kami berdua mengikuti perintahnya, lumayannasi padang pun juga dibayarin. Tapi sayang banget baru 4 suap udah diciduk seperti ini mana masih laper anget lagi.
Kami berdua dibawa masuk ke sebuah mobil diparkiran seberang, "Kalian masuk."
Diculik kah ini ?
Bukan donk, jadi abah mengira jika kami berdua ini sepasang kekasih. Makan dengan yang bukan mahramnya duduk bersebelahan lagi.
Abah Ali dan Umi Aishwa adalah pasangan suami istri, mempunyai anak dua laki - laki bernama Asyam dan Attar umurnya tak jauh berbeda hanya selang 1 tahun.
Banyak orang mengira jika Asyam dan Attar bak pinang dibelah dua, kemiripan 80% seperti anak kembar padahal ya beda setahun.
Mereka keluarga terpandang dari kalangan pemuka agama di daerah ini, dan kebetulan sekali masih satu keluarga besar dengan pemilik Pondok Pesantren Al - Ghofur yang terkenal disini.
(Latar tempat dan waktu hanyalah fiksi, karangan cerita semata).
Aku yang memang polos atau pura - pura polos ini merasa aneh dengan keluarga ini, kenapa coba aku disuruh ikutan masuk kedalam mobil dan dibawanya ke rumah ndalem di Pesantren itu.
Hening tanpa sepatah kata apapun, hanya ada kilasan wajah kecewa diantara mereka.
"Duduk nak." Perempuan itu menyuruh kami untuk duduk berdampingan.
Nampak beberapa anggota keluarga lain juga ikut masuk ke dalam ruang keluarga ini. Tidak ada pandangan sinis hanya saja ini sangat asing dan aneh.
Membagongkan sekali, masa seorang Nana bertemu dua keluarga hebat ini saat mengenakan daster sandalan jepit gini.
"Jadi kalian sudah berapa lama menjalin hubungan ?"
Loh horor sekali pertanyaan pembuka pada diskusi keluarga yang berlangsung live saat ini.
"Hubungan apa ?" Jawab kami serentak.
"Hubungan diam - diam seperti ini tidak baik, jika Asyam sudah menemukan yang cocok ya bilang sama abah dan umi nanti segera kami nikahkan. InsyaAllah pilihan Asyam sendiri itu lebih baik daripada kami yang mencarikan."
Deg !
Percakapan apa ini ? Kenapa bisa mikir kalau kami berdua menjalin hubungan ? Aku aja baru bertemu hari ini, agak mirip sih sama laki - laki yang aku tabrak pagi tadi. Tapi masih gantengan yang pagi tadi donk. Beda jauh !
Spontan aku menoleh ke arah samping laki - laki yang setenang bunga es dalam freezer. Tak goyah jika tak dicairkan.
Tiba - tiba ada yang menyela, "Ada apa ini bang Asyam?"
Suara itu.. Suara itu seperti yang aku kenal. Dia laki - laki yang aku tabrak tadi pagi ? Kemejanya pun belum diganti masih memakai kemeja kotor itu.
Mataku berkaca - kaca, betapa baiknya Allah kepadaku yang hanya manusia hina banyak dosa dan kemauannya ini.
Allah mempertemukan kami lewat kejadian lucu dan penuh haru ini.
"Asyam menikahlah nak, usiamu juga sudah matang 27 tahun. Daripada diam - diam menjalin hubungan seperti ini. Jangan membuat abah dan umi mu kecewa."
Belum sempat anak sulungnya itu menjawab, perut sakit seperti dipelintir aku mual ingin muntah.
Hoekk, hoekk !
Asyam panik, tanpa disadari dirinya menarik tanganku untuk ke wastafel kamar mandi. Memuntahkan 4 sendok nasi yang barusan aku makan. Kepalaku pusing berputar, bibirku semakin pucat.
Aku berpegang pada lengan laki - laki ini, seketika itu juga seluruh keluarga ini menatap tajam pada kami berdua.
Eh jangan - jangan mereka salah paham lagi ?
Benar saja, seorang ibu - ibu langsung menggandeng tanganku penuh dengan ketlatenannya memberikanku air teh manis hangat.
Meminum perlahan teh yang tak kusukai bukannya bikin reda lambung eh malah mual lagi.
"Aishwa lebih baik segera nikahkan mereka secara agama dulu, sudah terlanjur seperti ini mau diapakan lagi ?" Ucap ibu bergamis hitam, kelihatannya kakak dari ibu ini. Wajahnya hampir sama seperti dua bersaudara.
Aku yang masih lemas hanya bisa terdiam tak menjawab apapun, kepalaku pusing sekali. Ini efek aku telat makan asam lambungku naik bukan karena hamil.
Hamil dengan siapa ? Aku dijamin masih segel dan terjamin keasliannya.