Suara detakan... seperti arloji tua yang sekarat.
Raka tersentak sadar dalam keheningan yang membentang seperti jurang. Matanya terbuka perlahan, dan cahaya pertama yang ia lihat bukanlah matahari—melainkan bias kehijauan samar dari tabung transparan yang retak di sudutnya. Cairan kental menetes perlahan dari sisi dinding kaca, menimbulkan suara tik... tik... tik yang menggema menyakitkan di gendang telinga.
Tubuhnya lunglai. Lutut gemetar saat ia mencoba berdiri, telapak tangannya menyentuh lantai besi yang dingin dan berembun. Setiap sendi terasa seperti baru dirakit ulang. Kulitnya basah oleh cairan licin dengan bau menyengat, campuran etanol dan sesuatu yang lebih tajam—zat pengawet, mungkin. Atau sisa dari semacam induksi neural yang tak pernah ia ingat masuk ke dalamnya.
Ruangan itu gelap, kecuali lampu-lampu kecil di langit-langit berbentuk spiral, menyala redup seperti kelap-kelip serangga. Raka mendongak. Apa pun ini, jelas bukan rumah sakit. Dinding berkarat. Lantai dengan bekas gesekan yang dalam seperti pernah diseret sesuatu. Dan simbol—lingkaran logam dengan ukiran rumit seperti jaring laba-laba—tertanam di lantai di tengah ruangan, memancarkan cahaya biru samar.
Di sekelilingnya, tabung-tabung lain mulai terbuka perlahan. Uap putih menyembur keluar dari sela-sela segelnya, disertai bunyi sssht seperti napas terakhir makhluk mekanik. Satu per satu, tubuh-tubuh lain ikut terbangun. Semua remaja. Semua tampak bingung, sebagian panik.
Salah satu dari mereka, gadis berambut pendek dengan luka robek di alisnya, langsung terjatuh saat mencoba berdiri. Seorang remaja tinggi dengan jaket kulit membantu menopangnya, matanya awas menatap ke sekeliling.
Raka menelan ludah. Tenggorokannya kering dan perih. Tidak ada nama. Tidak ada informasi. Bahkan pakaiannya bukan miliknya—seragam hitam tanpa lencana, dengan kode QR kecil di kerah. Saat ia menekan tombol kecil di sisi dada, hologram redup muncul:
[ID: RAKA / STATUS: SYNC 97% / ZONA: RUIN / TIM: SILUMAN]
Dia tak tahu apa itu berarti. Tapi satu hal jelas: semua orang di sini tidak tahu mereka sedang di mana. Dan lebih buruk lagi—tidak tahu siapa yang membawa mereka ke sini.
Tiba-tiba, suara berat dan digital meledak dari udara—bukan dari speaker, tapi langsung dari dalam kepala mereka. Suara yang terlalu jernih untuk jadi manusia, namun terlalu ekspresif untuk jadi sekadar AI.
"Selamat datang, peserta Project E.D.E.N. Anda kini terdaftar dalam Zona RUIN. Fase inisialisasi telah selesai. Status vital: stabil. Ingatan sebagian dikunci. Interaksi sosial diizinkan. Sistem mulai menghitung mundur ke Tantangan Pertama."
Napas Raka tertahan. Matanya menatap sosok-sosok di sekelilingnya—semua wajah asing, semua dalam ketakutan yang belum sempat diberi nama. Detik itu juga, angka besar muncul di dinding holografis di sisi ruangan:
[00:59:58]
Tantangan Pertama Dimulai Dalam: 59 Menit
Sebuah pintu besi di ujung ruangan bergeser membuka, berderit seperti makhluk yang terbangun dari tidur panjangnya. Di baliknya—gelap, kabut, dan suara geraman rendah yang bukan berasal dari manusia.
Dan tiba-tiba Raka tahu: apa pun ini, mereka bukan hanya dikurung. Mereka sedang diuji.
Dan yang gagal... tidak akan kembali.
Udara di balik pintu itu seperti napas dari liang kubur—dingin, basah, dan berbau besi karatan yang menyusup ke dalam paru-paru. Kabut abu keperakan melayang rendah, menyelimuti lantai besi yang sudah penuh dengan goresan, bekas cakaran, atau mungkin… gesekan paksa tubuh-tubuh sebelumnya.
Raka melangkah ragu, mengikuti naluri yang bahkan belum sempat diberi nama. Di belakangnya, lima orang menyusul. Seolah ada kekuatan tak terlihat yang menarik mereka untuk tetap bersama. Mereka tak mengenal satu sama lain, namun seutas ketakutan yang sama membuat mereka diam, menunduk, namun tetap berjalan beriringan. Tim Siluman, entah apa artinya, tapi nama itu kini menjadi satu-satunya identitas mereka yang bisa dipegang.
Lorong di balik pintu membentang ke bawah—turunan spiral yang dikelilingi dinding logam usang dan kabel-kabel menjuntai. Lampu-lampu kecil menyala bergantian seiring langkah mereka, seperti sistem yang memantau pergerakan dengan cermat.
"Zona RUIN adalah simulasi reruntuhan era sebelumnya. Sisa-sisa peradaban hancur. Di sinilah kesabaran, kecerdikan, dan kelangsungan hidup diuji."
Suara EDEN kembali, kali ini terdengar seperti suara yang dibisikkan langsung ke sumsum tulang. Kata-katanya dingin, datar, dan mengandung nada seperti dewa yang sedang bermain-main dengan semut.
Mereka tiba di sebuah ruang terbuka. Dindingnya tinggi, langit-langitnya lenyap dalam kegelapan. Lampu sorot dari atas menyorot satu benda di tengah: meja logam dengan enam tablet kaca menyala di atasnya. Satu untuk setiap peserta.
Mereka saling pandang, lalu mulai menyentuh layar masing-masing. Tablet itu menampilkan serangkaian data pribadi: nama, status fisik, tingkat stres, dan indikator misterius bernama “Dampak Realita” — nilai numerik yang terus bergerak, seperti mengukur hal-hal yang bahkan tak mereka sadari sedang terjadi.
Raka mencoba memahami:
“Sinkronisasi Neural: 97%”
“Ingatan terkunci: 38%”
“Kondisi Psikologis: Stabil dengan kecenderungan waspada”
“Dampak Realita: Fluktuatif”
Tiba-tiba, salah satu dari mereka—remaja tinggi berambut gondrong, mengenakan sarung tangan tempur—mengentakkan layar tablet. “Omong kosong apa ini?” suaranya berat, napasnya cepat. “Apa ini game sialan?! Kita dijebak?!”
Gadis dengan luka di alis mendekat, menatapnya tajam. “Teriak gak bakal keluarin kita dari sini. Lihat sekelilingmu.”
Semua terdiam.
Lalu… gedebuk.
Suara keras menggema dari ujung ruangan. Sebuah tembok terbuka perlahan, dan aroma menjijikkan menguap—campuran bau daging busuk, tanah basah, dan logam terbakar. Di ambang pintu, berdiri sesuatu—bukan manusia.
Makhluk itu berjalan dengan kaki mirip kuda, tubuhnya tinggi dan kurus seperti kayu lapuk yang dibungkus kulit sintetis. Kepalanya berbentuk helm perunggu yang terbelah dua, dan dari dalam celahnya, mata merah menyala seperti bara. Suaranya bukan raungan, melainkan dengusan rendah berulang—seperti napas makhluk yang tak pernah hidup.
“Tantangan Pertama: Pengakuan Dosa.”
“Satu di antara kalian menyimpan kebohongan. Yang lainnya harus memilih: siapa yang akan dikorbankan.”
Di tengah ruangan, lantai terbuka. Sebuah platform terangkat, menampilkan kursi logam dengan tali pengikat.
Raka merasakan seluruh tubuhnya menegang. Ia menatap lima orang lainnya. Mata mereka saling berpaut—panik, takut, dan satu hal yang lebih berbahaya: curiga.
Layar holografis muncul di atas kepala masing-masing. Satu kalimat muncul, dan hanya bisa dibaca oleh pemiliknya.
Di atas kepala Raka:
“Kau pernah menyakiti seseorang yang mempercayaimu. Akui atau sembunyikan.”
Sebuah voting diam-diam akan segera dimulai.
Tidak ada petunjuk. Tidak ada yang pasti.
Dan waktu terus berjalan:
[00:12:49]
Pemungutan Suara Dimulai Dalam: 12 Menit.