Wudang, 1357: Antara Masa Lalu dan Harapan

Semua orang membeku dalam kebimbangan sambil menatap Qi Shengniang, mereka hampir tidak mempercayai apa yang baru saja mereka dengar, tetapi itu semua sangat nyata. Permaisuri yang cantik jelita ini baru saja mengatakan bahwa dirinya bersedia mundur jika Zhang Wuji mau menjadi kaisar dalam dinasti yang baru. Tetapi bagaimana pun juga, ia tetaplah hanya salah seorang dari dua permaisuri Dinasti Yuan saat itu, dan bukan kaisar sendiri. Apakah ucapannya ini bisa dipercaya? Jangan-jangan ia hanya membual? Ataukah dia punya maksud tersembunyi?

Zhang Wuji tentu saja sebelum ini sudah tahu siapa Qi Shengniang sebenarnya, karena ia bersama Zhou Zhiruo dan Zhao Min memang pernah melihatnya di Xiangyang. Terlebih lagi, ia dan Zhou Zhiruo sebelumnya pernah melihatnya di Festival Besar Kekaisaran, di Dadu. Bahkan ada hal lain yang tidak diketahui semua orang sebelum ini, diam-diam ia telah mengutus Zhang Zhong untuk mencoba menghubungi Bibi Qi ini, dengan maksud membuka hubungan baik. Semula ia menduga, Bibi Qi dan empat orang pengawalnya itu dengan sengaja telah mengatur pertemuan pertama mereka di kedai makanan Mongolia itu, tetapi kemudian ia merasa dugaannya tidak masuk akal. Sekarang tiba-tiba Bibi Qi mengeluarkan usulan yang sangat mengejutkan ini, ia tak tahu bagaimana harus menanggapi hal ini.

Zhao Min dan Zhou Zhiruo tampak sibuk dengan pikiran mereka masing-masing, dan kali ini tidak banyak bicara lagi.

Yang Xiao dan Fan Yao yang mengenalnya sejak kecil tahu persis, Qi Shengniang kadang-kadang bisa sangat konyol. Ia terpaksa datang ke Zhongyuan adalah karena membunuh pengawal istana tanpa pikir panjang. Tapi ucapannya barusan dilontarkan dengan muka sangat serius, dan kelihatannya sudah dipikirkan masak-masak sebelumnya.

Yang Xiao bertanya, "Qi Shimei, kau serius?"

"Aku sangat serius," jawab Qi Shengniang mantap.

"Dan bagaimana dengan kaisar?" tanya Fan Yao.

"Soal kaisar, kalian tidak perlu memusingkannya," kata Qi Shengniang lagi. "Ini adalah bagianku. Kalau Wuji memang bersedia, maka aku pasti akan melaksanakannya." Sesaat tadi ia melihat Zhang Sanfeng sempat membuka mata untuk menatapnya, meskipun hanya sebentar. Ia tahu mereka semua meragukan kata-katanya, karena itu ia menambahkan dengan santai, "Percayalah, aku ini masih tetap adikmu yang dulu. Lain kali aku akan berusaha mengajak Mei Jian dan Ah Luo Shijie supaya kalian bisa menilai dengan lebih baik. Aku bukan seperti Lu Zhi atau Dou Yifang, apalagi Wu Zetian."

Yang Xiao dan Fan Yao yang memang mengenalnya sejak Qi Shengniang kecil memang tidak merasakan perubahan yang terlalu drastis pada diri wanita ini sejak tadi. Tentu saja sekarang ini adik seperguruan mereka itu adalah seorang wanita dewasa yang sudah matang dan penuh pengalaman hidup. Sedangkan Yu Lianzhou hanya pernah bertemu sekali dengan Qi Shengniang ketika sedang dalam perjalanan menuju ke Hangzhou, dan ketika itu Qi Shengniang adalah seorang gadis tujuh belas tahun, seperti bunga yang sedang mekar. Karena peristiwa itu sendiri sudah lama dilupakannya, ia sempat tidak mengenalinya tadi. Tetapi Permaisuri Qi yang berdiri di hadapannya sekarang ini memang nyaris tidak berbeda dengan gadis muda yang dulu sempat dikenalnya di Jiangxi. Saat itu ia dan Yin Liting tidak punya pilihan kecuali mempercayakan keselamatan anak kecil yang mereka selamatkan itu ke dalam tangan mereka bertiga. Sekarang terbukti gadis itu memang memenuhi janjinya. Jadi ia sendiri cenderung percaya pada kemampuan Qi Shengniang. 

Yu Lianzhou sejak tadi diam, tapi sekarang mulai ikut bicara. "Katakanlah urusan istana adalah bagianmu, dan ternyata kau sukses. Bagaimana kau bisa memastikan bahwa di selatan tidak akan terjadi perang?"

Qi Shengniang tersenyum dan berkata, "Yu Erxia, masalah di selatan memang aku tidak bisa terlalu banyak ikut campur. Itu adalah bagian kalian, karena jika aku yang bertindak, maka segalanya akan menjadi kacau. Tapi sekedar untuk meyakinkan kalian, aku bisa menceritakan sedikit rahasiaku." Ia berpaling kepada Zhang Wuji sambil berkata dengan lembut, "Wuji, Bibi Qi tidak ingin mengecilkan hatimu. Aku sudah mendengar laporan dari Chaghan Temur mengenai peperangan di Shaolin. Strategi yang kalian terapkan memang bagus."

"Tapi...?" desak Yang Xiao dengan curiga. "Kau pasti ingin mengatakan sesuatu yang lain, kan?"

"Perintah kepada Chaghan Temur itu sebenarnya ada dua," lanjut Qi Shengniang dengan tenang. "Yang pertama adalah untuk menyerang Shaolin, dan perintah itu memang ditandatangani sendiri oleh kaisar. Ini adalah usulan dari Bolad Temur dan Hama, mereka berhasil meyakinkan kaisar dan aku gagal untuk membendungnya pada saat itu."

"Dan yang kedua?" tanya Yang Xiao lagi.

"Yang kedua adalah untuk menarik mundur pasukan," jawab Qi Shengniang dengan santai.

"Maksudmu yang kedua ini adalah usulanmu?" tanya Fan Yao.

"Tentu saja," kata Qi Shengniang.

Zhang Wuji berkata dengan hati-hati, "Tapi saat itu bukankah pasukan..." Tanpa sadar ia melirik Zhao Min dengan muka minta maaf. "Pasukan Wangye sudah kalah?"

"Itu memang betul," jawab Qi Shengniang. "Tapi kalian tidak tahu, sebenarnya saat itu Hama dan Bolad Temur sudah siap mengirimkan sejumlah besar meriam ke Henan. Untungnya aku berhasil meyakinkan kaisar bahwa tujuan Hama yang sebenarnya adalah mengadu domba kaisar dengan para pemimpin agama di Zhongyuan, dengan begitu posisi Hama di istana akan menjadi lebih kuat. Akhirnya kaisar mengeluarkan surat perintah untuk menarik mundur pasukan."

Ucapan Qi Shengniang ini seperti obor yang mendadak dinyalakan di tengah kegelapan malam bagi Zhang Wuji. Ia memang selalu merasa bahwa kemenangan yang mereka raih di Shaolin itu agak janggal, tetapi ia tidak bisa memastikan penyebabnya. Sekarang ia tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi seandainya saat itu bibinya terlambat sedikit saja, dan sejumlah meriam berhasil dikirimkan ke Shaolin. Kemungkinan besar dirinya pasti sudah mati bersama dengan para pemimpin lain yang terjebak di situ, meskipun Xu Da dan Chang Yuchun datang tepat waktu. Dan ini juga akan terjadi pada diri Zhao Min yang saat itu bersama mereka semua. Chaghan Temur pasti tidak akan bisa menolak perintah kaisar untuk menyerang. Jika menolaknya, hasilnya akan sama saja, seluruh keluarganya akan terancam hukuman mati. Sampai di sini Zhang Wuji mulai menyadari betapa sulitnya posisi Bibi Qi bersama kedua bibinya yang lain di istana, dan saat itu tak seorang pun dari mereka menyadarinya.

Suasana di tempat itu kembali menjadi hening karena semua orang sedang sibuk dengan pikiran masing-masing. Zhou 

Zhiruo dan Zhao Min masing-masing menggenggam tangan kiri dan kanan Zhang Wuji tanpa bicara.

Zhao Min berpikir, "Entah mengapa, aku merasa apa yang mereka bayangkan itu sepertinya tidak akan terjadi, jadi sebaiknya aku tidak perlu terang-terangan melawan."

Sebaliknya, Zhou Zhiruo berpikir, "Sepertinya ramalan Peng Yingyu sungguh-sungguh akan terjadi. Entah ini pertanda baik atau buruk? Rasanya aku seperti sedang bermimpi, tapi orang-orang ini nyata."

Yu Lianzhou dan Zhang Songxi menatap guru mereka yang sampai saat itu masih tetap diam, larut dalam meditasi, sambil memikirkan apa yang terlintas di benak masing-masing. Di benak Yu Lianzhou dan Zhang Songxi sekarang ini yang ada hanyalah bayangan Zhang Cuishan dan Yin Susu, yang — seandainya saja saat itu Yu Lianzhou tidak bertemu dengan Qi Shengniang di tengah jalan — kemungkinan besar masih hidup sampai sekarang. Tapi bukankah, seandainya hal itu yang terjadi, berarti saat ini tidak ada anak baik yang bernama Zhang Wuji?

Yang Xiao dan Fan Yao memikirkan kemungkinan-kemungkinan baru setelah mendengar uraian panjang Qi Shengniang. Tetapi apa yang bermain di benak Yang Xiao sama sekali berbeda dengan Fan Yao. Jika Yang Xiao memikirkan peranan apa yang bisa dimainkannya setelah ini, Fan Yao justru teringat bahwa dulunya ia sering menggoda Qi Shengniang, dan mengatakan bahwa ia ingin melamarnya. Ia jadi ingin tahu apakah adik seperguruannya ini masih mengingat peristiwa itu? Rasanya baru kemarin ia melihat Yin Susu dan Qi Shengniang kecil di Shangdu, di mana mereka menggaruk harta di rumah orang-orang kaya yang ditinggalkan karena perang antar dua ibukota itu. Yin Susu mengatakan bahwa Qi Shengniang nantinya akan berkembang menjadi wanita yang paling cantik di antara mereka semua. Sekarang kelihatannya Yin Susu tidak terlalu salah. Saat itu ia secara sembarangan mengatakan, "Kalau begitu aku harus segera melamarmu." Dan mereka semua tertawa, padahal ia hanya ingin memancing reaksi Tajkis, yang ternyata sama sekali tidak cemburu.

Qi Shengniang sendiri sedang tenggelam dalam lamunan masa lalu ketika pertama kalinya ia menyusup ke dalam istana sebagai pelayan bersama dengan Mei Jian dan Ah Luo. Itu semua mereka lakukan atas desakan Toghon Temur, yang pada saat itu belum genap tiga belas tahun. Saat itu mereka bertiga harus bersaing dengan para pelayan putri Jendral El Temur, yang sudah siap dinikahkan dengan Toghon sebagai permaisurinya. Toghon sama sekali tidak menyukai Danashiri, tetapi ia terpaksa menyetujui perkawinan itu karena neneknya juga terpaksa menerima usulan El Temur, yang terang-terangan sedang memasang Danashiri di sisinya untuk memata-matai segala gerak-gerik Toghon.

Ibu Suri Budashiri sebenarnya masih cukup muda, bahkan lebih muda jika dibandingkan dengan usia Qi Shengniang sekarang. Toghon sendiri sebenarnya selalu curiga bahwa neneknya itu bermaksud membunuhnya untuk membuat anaknya sendiri, El Tegus, menjadi kaisar. Tetapi akhirnya Qi Shengniang berhasil meyakinkannya bahwa satu-satunya cara bagi mereka untuk tetap aman adalah dengan menjadi sekutu Budashiri. Meskipun Budashiri seorang wanita, tetapi karena posisinya sebagai Ibu Suri, El Temur juga tidak berani bertindak sembarangan melawannya.

Qi Shengniang merasa geli jika membayangkan bahwa sebenarnya orang yang mengajarkan kepada Toghon mengenai apa yang harus dilakukan seorang suami kepada istrinya di tempat tidur adalah Ah Luo. Di malam pengantinnya, Toghon Temur ternyata menyelinap pergi untuk mencari Qi Shengniang, Mei Jian dan Ah Luo, dan sebagai hasilnya para pelayan dan kasim kepercayaan Danashiri kena marah. Danashiri selalu mengira semua itu adalah karena ulah mereka bertiga. 

Sekarang ini, ketika mendengar cerita tentang Zhang Wuji yang selalu menolak untuk menjadi kaisar, ia merasa seperti sedang melihat Toghon Temur yang juga menghindari hal yang sama lebih dari dua puluh tahun yang lalu, meskipun alasan mereka sangat jauh berbeda. Saat itu mereka bertiga berhasil meyakinkan Toghon bahwa pilihan itu justru harus diambil. Sekarang ia mengandalkan Zhao Min dan Zhou Zhiruo untuk melakukan hal yang sama bagi Zhang Wuji.

Lamunan Qi Shengniang buyar ketika mendengar Zhang Wuji berkata, "Bibi Qi, sekarang ini Wuji masih belum bisa memutuskan apa yang harus dilakukan dengan masalah ini. Tapi karena kita sudah terlanjur berjanji kepada banyak orang, menurut Bibi apa yang harus kukatakan kepada mereka semua?"

Qi Shengniang memasang tampang kecewa, lalu sengaja berkata dengan ketus, "Mengenai hal ini Bibi tidak bisa membantumu. Kau sudah dewasa, bahkan baru saja menikah. Untuk itu kau harus memikirkannya sendiri. Kalau sekarang Bibi membantumu, berikutnya kau juga akan menanyakan bagaimana harus menjawab Minmin."

Aroma daging bakar terbawa oleh angin menyelinap masuk ke dalam ruangan itu dan menggelitik penciuman mereka. Zhang Sanfeng membuka matanya dan berkata dengan gembira, "Ah, akhirnya makan malam kita sudah siap! Kita bisa keluar sekarang."

"Tai Shifu, Wuji masih belum punya jawaban untuk mereka," kata Zhang Wuji.

"Tidak perlu kau pusingkan," jawab Zhang Sanfeng dengan santai. "Setelah perutmu kenyang kau akan menemukan caranya."

"Hmm, aku sudah lama ingin makan hidangan seperti ini," kata Qi Shengniang. "Makanan istana sangat membosankan."

Diam-diam Yang Xiao berpikir, "Begitu keluar dari ruangan itu, tingkah laku dan cara bicaranya langsung berbeda. Qi Shimei yang sekarang ini bukan lagi yang kukenal dulu. Rasanya aku tidak bisa mempercayainya begitu saja."

Qi Shengniang menggandeng tangan Zhou Zhiruo dan Zhao Min sambil berjalan menuju ke lapangan terbuka, mengikuti Zhang Sanfeng bersama para pria yang sudah keluar mendahului mereka. Di lapangan itu murid-murid Yu Daiyuan telah menyalakan beberapa api unggun untuk membakar daging. Para tamu duduk mengelilingi api unggun di beberapa meja yang disiapkan. Beberapa jenis makanan vegetarian juga telah disajikan bagi mereka-mereka yang tidak makan daging, seperti para biksu Shaolin dan para biksuni dari Emei Pai. Suasana malam itu sangat meriah, semua orang bergembira dan sepertinya tak seorang pun dari mereka membicarakan urusan perang maupun politik sambil makan.

Sisa prajurit yang ditinggalkan oleh Xu Da dan Chang Yuchun tampak ikut bergabung dengan para tamu di lapangan itu, mereka tetap mengenakan seragam militer lengkap, tetapi wajah mereka sangat santai tanpa beban. Para pengawal yang datang bersama dengan Qi Shengniang sedang mengobrol dengan mereka sambil minum arak ditemani daging angsa.Karena agak penasaran, Yang Xiao diam-diam berjalan mendekati kelompok itu untuk mencuri dengar apa saja yang mereka bicarakan. Seperti dugaannya, anak-anak didik Qi Shengniang itu dengan disiplin menaati perintah majikan mereka. Sudah jelas mereka telah dilatih untuk bergaul dengan para prajurit lawan, dan membatasi obrolan yang dapat membocorkan identitas Qi Shengniang. Tak seorang pun dari mereka mabuk karena terlalu banyak minum. Jika mendengar logat mereka, Yang Xiao bisa menebak mereka semua berasal dari Henan. 

"Qi Shimei sungguh luar biasa," pikir Yang Xiao. "Semua orang ini jelas adalah hasil didikannya sendiri. Rasanya tak ada urusan yang luput dari perhitungannya."

Ia kemudian mengajak Fan Yao untuk bergabung dengan Yu Lianzhou dan Zhang Songxi. Mereka berempat membicarakan perkembangan yang baru, dan memikirkan jalan keluar terbaik untuk membantu Zhang Wuji. Yu Daiyuan dan Yin Liting juga ikut dilibatkan dalam rapat kecil mereka.

Di tempat lain, Zhang Wuji tampak sedang asyik berbicara dengan kakek gurunya. Tetapi Zhang Sanfeng sama sekali tidak menyinggung apa-apa tentang politik. Ia hanya membagikan banyak pengetahuan tentang ilmu silat. Zhao Min ikut mendengarkan pembicaraan mereka dengan penuh minat.

Zhou Zhiruo yang masih mengenakan pakaian pengantin berwarna merah menarik perhatian banyak orang. Busana itu membuat kecantikannya yang alamiah semakin menonjol. Beberapa orang prajurit yang ditinggalkan Xu Da saling berebut melontarkan pujian kepada Zhou Zhiruo. Tampaknya mereka agak terpengaruh minuman, untungnya tak seorang pun berani melontarkan kata-kata kasar. Tetapi salah seorang dengan berani menyeletuk, "Kami ingin melihat Zhou Furen menari. Bagaimana menurut kalian semua?"

Muka Zhou Zhiruo memerah, ia buru-buru berkata, "Aku sama sekali tidak bisa menari. Shifu hanya mengajari kami kungfu, jadi aku terpaksa mengecewakan harapan kalian semua."

Mendengar jawaban itu, bukannya kecewa, malah semakin banyak orang mendesak Zhou Zhiruo untuk menari. Mereka mengira Zhou Zhiruo hanya berusaha merendahkan diri. Dalam sekejap suara tepuk tangan meriah diiringi suara yel-yel terdengar makin seru. Zhou Zhiruo makin panik, ia terus berusaha menolak, tetapi hal ini semakin membuat para prajurit itu lebih bersemangat memaksanya menari. 

Untungnya di saat kritis itu ia mendengar suara lembut Qi Shengniang berbisik, "Tidak usah panik, ini justru kesempatan bagus. Bibi akan mengajarimu menari sekarang juga. Kau hanya perlu menggunakan jurus pedangmu. Bibi akan mengikutinya, dan kau perhatikan baik-baik bagaimana cara Bibi bergerak." Ia memberi isyarat dengan tangannya ke arah Zhao Min, lalu menambahkan, "Kita perlu sedikit bantuan dari Minmin, dia bisa mengiringi kita dengan sitarnya."

Qi Shengniang menenangkan kerumunan orang yang sedang hiruk-pikuk itu, lalu mengajak Zhou Zhiruo mendekat ke arah Zhao Min yang sedang bercakap-cakap dengan Zhang Sanfeng dan Zhang Wuji.

"Meizi, mereka menyuruhku menari. Bibi ingin mengajari aku. Kau bisa mengiringi kami?" tanya Zhou Zhiruo.

"Wah, ini kemajuan pesat," sahut Zhao Min penuh semangat. "Tentu saja aku mau!" Ia kebetulan membawa sitarnya ke tempat itu. Mereka segera bersiap setelah Qi Shengniang memberikan instruksi singkat mengenai irama lagu yang harus dimainkannya.

Petikan sitar Zhao Min dibuka dengan irama sendu yang mirip aliran air. Qi Shengniang mengikuti alunan musik itu dengan gerakan gemulai, sesuai dengan ilmu pedang Emei Pai yang diperagakan oleh Zhou Zhiruo. Setelah satu-dua jurus, Zhou Zhiruo mulai menirukan gerakan yang dibuat oleh Qi Shengniang dengan caranya sendiri. Setelah itu Qi Shengniang mulai menggunakan Yue Nu Jian Fa yang sering diperagakannya sebagai tarian pedang di hadapan kaisar. Ini menghasilkan perpaduan yang indah dengan ilmu pedang Emei yang baru saja dirombak Qi Shengniang menjadi tarian itu. Mereka berdua seolah-olah sedang bertarung menggunakan jurus pedang yang berlainan. Zhou Zhiruo belajar dengan cepat. Kecanggungannya mulai menghilang setelah alunan musik Zhao Min berubah menjadi mirip dengan derap kaki para prajurit yang sedang berarak menuju benteng pertahanan lawan. Ia bergerak dengan mantap dan penuh semangat.

Tepuk tangan riuh rendah memecahkan keheningan malam. Hal ini membuat alunan musik Zhao Min semakin hidup. Kedua wanita yang sedang menari itu seolah bersatu dengan petikan sitar Zhao Min. Ketika irama sitar berubah semakin cepat, gerakan pedang Qi Shengniang tampak seperti pusaran angin di tengah gurun pasir. Zhou Zhiruo dengan gemulai menirukan gerakan Qi Shengniang yang sangat cepat. Jubah merahnya menciptakan pemandangan yang sangat memukau. Gerakan pedangnya berubah-ubah dengan cepat dari lemah gemulai menjadi tusukan-tusukan penuh tenaga, seperti layaknya seorang prajurit yang sedang menghadapi musuh di medan perang.

Yang Xiao dan Fan Yao sudah sering melihat Qi Shengniang menari di Guangming Ding. Malam ini yang mereka saksikan adalah tarian seorang wanita yang sudah matang, dan jelas sekali bukan tarian biasa. Tampaknya inilah yang selalu diperagakannya di istana bagi kaisar.

Tepuk tangan yang sangat meriah terdengar dari segala penjuru ketika mereka mengakhiri tarian pedang itu.

Zhang Wuji tercengang sambil memandang ke arah Zhou Zhiruo. Selama beberapa saat ia tidak mampu bicara. Setelah itu ia berkata, "Zhiruo, aku tidak menyangka kau bisa menari seperti ini."

Zhou Zhiruo tertawa terbahak-bahak sambil melirik Qi Shengniang. Ia berkata, "Sebetulnya aku memang tidak bisa menari. Tadi aku berusaha setengah mati untuk bisa mengimbangi Bibi Qi."

Qi Shengniang tidak menyia-nyiakan kesempatan emas itu, lalu menggandeng tangan Zhou Zhiruo dan Zhao Min. Ia mengajak keduanya membungkuk hormat di hadapan Zhang Wuji, lalu berkata, "Bukankah hari ini adalah hari perkawinanmu? Hari ini kau adalah seorang 'Raja Sehari', jadi kami hanya sekedar mempersembahkan apa yang sepatutnya bagi Huang Shang!"

"Eh, ini agak berlebihan..." sela Zhang Wuji. Ia berusaha mencegah bibinya, yang sudah jelas sebetulnya adalah seorang permaisuri, memberi hormat kepadanya.

Tetapi begitu mendengar sebutan 'Huang Shang', para tamu yang sudah sejak lama menunggu-nunggu, seolah-olah mendapat jawaban yang ingin mereka dengar. Tanpa disuruh, mereka semua serempak berlutut di hadapan Zhang Wuji sambil menyapanya dengan mantap, "Huang Shang!"

"Eeeh, ini... ini tidak boleh..." Zhang Wuji menjadi panik. Ini semua di luar dugaannya. Sekali lihat ia sudah tahu bahwa Qi Shengniang punya cara yang unik untuk memaksakan kehendaknya. Tetapi sedikit pun ia tidak mengira bibinya akan memanfaatkan orang-orang ini untuk mengangkatnya menjadi kaisar. Ia melirik ke arah Yang Xiao dan Fan Yao yang sedang berdiri di dekatnya untuk mencari dukungan. Tetapi kedua orang itu tiba-tiba juga ikut berlutut sambil meletakkan tangan di dada, lalu menyapanya, "Huang Shang!"

Dalam hati Zhang Wuji mengumpat, "Mula-mula kalian memaksaku menjadi ketua Ming Jiao, dan sekarang kalian memaksaku menjadi kaisar?" Ia lalu mendekati Yu Lianzhou, Song Yuanqiao, Yu Daiyuan, dan Yin Liting yang sedang berdiri di samping Yang Buhui sambil menggendong bayi mereka. Tetapi mereka semua kemudian ikut berlutut sambil memanggilnya, "Huang Shang!"

Zhang Wuji merasa putus asa. Ia berkata, "Saudara-saudara, tolong bangkit berdiri. Tadi Bibi Qi hanya bercanda, harap jangan dianggap serius. Keputusan kami yang sebenarnya bisa kita bicarakan nanti."

Tetapi Tang Wenliang dari Kongtong Pai berkata dengan suara nyaring, "Zhang Jiaozhu, harap jangan menolak lagi.Mungkin saja Qi Furen tadi hanya bercanda, tapi kami tidak. Semua orang tentu tahu, sekarang ini Liu Futong dan Zhang Sicheng tidak bisa dipersatukan. Sedangkan Ni Wenjun baru saja memberontak melawan Xu Shouhui. Kalau dibiarkan, maka wilayah selatan akan hancur berantakan. Entah berapa banyak lagi kelompok kecil yang akan terbentuk nantinya. Kami semua sudah melihat kiprah Zhang Jiaozhu di Shaolin. Kami yakin hanya Zhang Jiaozhu yang mampu menyatukan semua kelompok ini."

Zhang Wuji mencuri pandang ke arah kakek gurunya. Orang tua itu masih tetap duduk tenang di tempatnya, tetapi pandangannya seolah-olah sedang merestui tindakan semua orang yang sedang berlutut itu. Dengan panik ia segera mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Tentunya sangat tidak lucu jika Zhang Sanfeng mendadak ikut berlutut sambil menyebutnya 'Kaisar'. Ia berjalan mendekati Qi Shengniang dan kedua istrinya yang masih berlutut. Dengan nada memohon ia berbisik ke telinga bibinya, "Bibi, tolong jangan bercanda lagi. Ini semua bisa menimbulkan masalah besar."

Qi Shengniang mengajak Zhou Zhiruo dan Zhao Min bangkit berdiri, lalu berkata dengan suara rendah, "Jangan panik, Bibi justru sedang membantumu."

Mereka berempat lalu berjalan ke arah Zhang Sanfeng dan berdiri di dekat orang tua itu sambil menghadap ke arah para tamu yang sedang berlutut. Qi Shengniang berkata dengan penuh wibawa, "Saudara-saudara sekalian, harap bangkit berdiri. Zhang Jiaozhu ingin bicara."

Secara ajaib suaranya membuat semua orang bangkit berdiri tanpa membantah sedikitpun.

Mereka semua melihat Qi Shengniang berunding dengan Zhang Wuji dan kedua istrinya, lalu mereka berempat mendekati Zhang Sanfeng sambil berbisik ke telinga orang tua itu. Beberapa saat kemudian Zhang Sanfeng mengangguk-angguk seperti sedang menyetujui usulan mereka.

Akhirnya Qi Shengniang kembali beralih kepada orang banyak sambil membungkuk hormat dan berkata, "Malam ini aku mewakili keluarga besar Wudang dan Ming Jiao mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan yang diberikan oleh para pendekar sekalian kepada keponakanku Zhang Wuji."

Tetapi setelah itu mereka melihat Zhang Sanfeng bersama Zhang Wuji, Zhou Zhiruo dan Zhao Min berjalan ke arah pendopo dan mereka tidak dapat mendengar apa yang sedang mereka bicarakan di situ.

Di situ, ternyata Zhang Sanfeng bertanya sambil tersenyum kepada Zhao Min, "Tai Shifu saat itu mamberimu sebuah karakter, kau masih ingat?"

[^dizi]: Di Zi (弟子) adalah panggilan seorang murid kepada dirinya sendiri, sebagai orang ketiga tunggal, di hadapan gurunya, sebagai wujud kerendahan hati.

[^kong]: Karakter 'Kong' (空) bermakna 'kosong' atau 'nihil'.

Seketika Zhao Min menjawab, "Tentu saja, Dizi merenungkannya setiap hari, seperti amanat Tai Shifu. Itu karakter Kong!"

"Bagus," kata Zhang Sanfeng senang, mengelus jenggot dan cambangnya yang putih sambil tersenyum. "Lalu apa yang kau temukan sampai sejauh ini? Ceritakan saja, tidak perlu harus benar atau salah."

Zhao Min berusaha mengingat apa saja yang telah terkumpul di benaknya sejak pertama kalinya ia mendengar istilah itu dari Zhang Sanfeng, lalu menjawab, "Dizi menemukan gambaran seperti sebuah mangkuk, yang baru berguna karena bagian tengahnya kosong..."

"Naah!" Zhang Sanfeng tertawa gembira. "Kau sungguh-sungguh menekuni renunganmu itu, coba lanjutkan. Apa lagi yang kau temukan?"

Zhao Min tampak ragu, membuka mulutnya beberapa kali, tetapi tak ada jawaban yang terdengar.

Akhirnya Zhang Sanfeng tertawa dan memandang mereka semua bergantian, lalu berkata, "Coba dengar suara-suara di luar itu, dan mungkin di sepanjang perjalanan ke Xiangyang nanti kalian akan mendengar lebih banyak lagi. Jika hati kalian dipenuhi keinginan sendiri, lalu di mana kalian akan meletakkan suara mereka?"

Seketika Zhao Min berlutut, tak kuasa menahan haru, dua titik air mata membasahi pipinya. Ia berkata sambil terisak, "Tai Shifu, *Dizi* selamanya tidak akan melupakan pelajaran yang Tai Shifu berikan pada malam ini."

Zhang Wuji dan Zhou Zhiruo berusaha memahami apa yang sebenarnya terjadi, tetapi mereka tidak mengerti dengan baik apa yang sedang dibicarakan oleh Zhang Sanfeng dan Zhao Min. Mereka kemudian melihat Zhang Sanfeng membangunkan Zhao Min sambil tertawa ringan dan berkata, "Kulihat kau memang sudah mengerti. Lain kali jika kau melihat ada orang yang melupakan hal semacam ini, kau harus mencari jalan untuk mengingatkan mereka."

Ia menoleh kepada kedua cucu muridnya yang lain sambil berkata, "Sudah saatnya kita berkumpul kembali dengan mereka semua."

Setibanya kembali di tanah lapang yang luas itu, mereka mendengar suara bisik-bisik dari para tamu, kemungkinan mereka menanggapi ucapan Qi Shengniang. Lalu Tang Wenliang dari Kongtong Pai kembali mewakili mereka semua berkata, "Qi Furen, apakah ini berarti kita sekarang bisa mengumumkan Zhang Jiaozhu sebagai kaisar untuk wilayah selatan ini?"

Kalimat itu segera mendapat sambutan meriah dari tamu-tamu lainnya, yang berlomba-lomba menyerukan nama Zhang Wuji.

Qi Shengniang segera mengangkat kedua tangannya untuk menenangkan orang banyak itu, lalu berkata, "Saudara-saudaraku, harap tenang dan sabar. Kita sekarang harus menangani masalah ini dengan hati-hati. Seperti yang kalian lihat, saat ini para pemimpin seperti Zhang Sicheng, Liu Futong dan Xu Shouhui, punya kecenderungan tidak mau lagi menerima nasihat. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan pemberontakan seperti yang baru saja terjadi. Dalam kondisi seperti ini, jika kita memaksa para pemimpin besar ini untuk bersatu di bawah pimpinan _satu_ orang, maka yang terjadi adalah peparangan besar. Kami yakin kita semua yang hadir di sini tidak menginginkan hal ini, karena jika sampai terjadi perang, yang paling menderita adalah rakyat jelata. Zhang Jiaozhu ingin menghindari hal ini, dan kami percaya, dengan strategi yang tepat kita akan bisa menyatukan semua pihak tanpa harus berperang. Setidaknya, jika peperangan tidak bisa dihindarkan, kami punya cara untuk menghindari terlalu banyak korban dari kalangan rakyat."

He Taichong yang sebelumnya terhindar dari maut akibat ulahnya sendiri, sekarang maju selangkah dan membungkuk hormat kepada Zhang Wuji. Ia berkata, "Zhang Jiaozhu, kita semua pasti tahu bahwa setiap peperangan pasti akan memakan korban. Dalam peperangan di Shaolin, korban dari kedua belah pihak memang tidak sedikit. Tapi jika Zhang Jiaozhu tidak segera mengambil tindakan, kami kuatir korban jiwa akan lebih banyak lagi."

Zhang Wuji melangkah maju dan berkata, "Itu memang benar. Karena itu kami memang sudah memutuskan untuk segera menangani masalah ini. Dan kita akan mulai dari wilayah selatan." Ia berhenti sejenak, dan berbisik kepada Qi Shengniang, "Bibi, jika aku mengambil pos di kota Xiangyang, apakah Bibi akan mendukungku?" 

Qi Shengniang segera mengiyakan dengan mantap. "Hm!" katanya. "Pilihan yang bagus! Bibi mendukungmu seratus persen. Kita akan membicarakan detilnya setelah ini."

Zhang Wuji melanjutkan, "Seperti yang sudah kuperintahkan tadi sore, dan sudah diketahui semua orang, setelah ini kita akan punya cukup banyak prajurit yang siap siaga di kota Xiangyang. Tempat ini sangat strategis, karena mudah dijangkau dari Wudang, dan tidak terlalu jauh dari Henan maupun Jiangnan. Ini juga memudahkan kita untuk melakukan pengawasan terhadap wilayah bermasalah seperti Hanyang dan juga Suzhou, yang kami perkirakan akan menjadi sasaran Zhang Sicheng dalam 

waktu dekat ini. Selain itu kita akan cukup dekat dengan Shaolin, yang terletak di Henan."

Wu Zhanglao berkata, "Kalau begitu Zaixia mohon pamit segera kembali ke Xiangyang, untuk menyiapkan tempat yang lebih baik bagi Zhang Jiaozhu dan kedua Furen."

"Hm, Wu Zhanglao, mengenai hal ini, kurasa kita tidak perlu merepotkan diri," kata Zhang Wuji, merasa risih dengan gagasan kemewahan.

Malam itu juga seratus orang prajurit yang ditinggalkan Xu Da dengan cepat membuat sebuah kereta mewah bagi Zhang Wuji dan kedua istrinya, memukau para murid Wudang dengan kecepatan kerja mereka. Para murid Yin Liting dan Yu Daiyuan membantu Zhao Min dan Zhou Zhiruo berkemas.

Qi Shengniang menganjurkan untuk menyiapkan banyak makanan sebagai bekal perjalanan, yang disetujui Yang Xiao mengingat keberangkatan dini. Para murid Wudang dengan cekatan menyiapkan *mantou* dibantu kedua wanita itu.

Qi Shengniang dan Yang Buhui mendandani Zhou Zhiruo dengan jubah hijau terang yang menonjolkan kecantikannya, dan Zhao Min dengan pakaian adat Naiman berwarna biru dan merah menyala, menyamarkan keanggunan biasanya dan menonjolkan sisi periangnya. Keduanya tampak mengesankan di sisi Zhang Wuji.

Zhang Wuji mengenakan jubah kebesaran ketua Ming Jiao buatan Xiao Zhao yang belum pernah dipakainya, mungkin karena kenangan akan gadis itu. Tiga kancing emas di atasnya memberikan kesan mewah.

Zhao Min merapikan jubah Zhang Wuji, menyentuh kancing emas itu sambil tersenyum, "Jubah ini... buatan Xiao Zhao memang selalu istimewa."

"Xiao Zhao?" ulang Qi Shengniang penuh rasa ingin tahu. Lalu ia menepuk dahinya sendiri sambil berkata, "Ah, pasti itu anak Tajkis Shijie yang menjadi ketua Ming Jiao Persia itu ya?"

"Ya," jawab Zhang Wuji agak muram. 

Zhao Min tertawa kecil, tetapi tidak berkomentar. Qi Shengniang melirik Zhou Zhiruo yang tampaknya sedang sibuk mengemasi barang-barang. Sepertinya ia tidak mendengar pembicaraan mereka.

"Apa dia secantik ibunya?" tanya Qi Shengniang lagi.

"Wah, Bibi belum tahu ya?" sahut Zhao Min penuh semangat. "Bibi kan sudah cukup lama mengikuti Tajkis. Yang ini bahkan lebih cantik dari ibunya. Rasanya aku belum pernah melihat perempuan secantik Xiao Zhao."

"Aku sungguh-sungguh tersinggung," kata Qi Shengniang, pura-pura marah. Tanpa bertanya pun ia tahu bahwa Xiao Zhao pasti cantik. Mungkin memang lebih cantik dari Tajkis. Tapi ucapan Zhao Min itu sudah jelas sengaja dilebih-lebihkan untuk mengganggu Zhou Zhiruo. 

Qi Shengniang memeriksa penampilan Zhang Wuji dan menepuk bahunya sambil berkata, "Aku juga sudah lama merindukan Tajkis. Setelah menyelesaikan urusan ini mungkin aku akan mengunjunginya, lalu mengajak mereka berdua menemuimu."

Ia lalu mendekati Zhou Zhiruo, dan meletakkan sebuah buntalan yang sebetulnya sudah rapi. Lalu ia menggenggam tangan Zhou Zhiruo untuk mengajaknya berdiri. Ia berkata kepada Zhao Min, "Minmin, aku membawa beberapa ekor merpati pos yang bisa kalian gunakan untuk menghubungiku. Sebaiknya kalian bawa semuanya ke Xiangyang. Coba temani Wuji Gege-mu untuk memeriksa burung-burung itu dan memastikan semuanya tidak ketinggalan. Tanyakan saja kepada para pengawalku. Jangan sampai tercampur dengan burung-burung merpati dari tempat lain, karena yang ini hanya akan pulang ke istana, langsung ke ruanganku. Aku ingin bicara sebentar dengan Zhiruo."

Zhang Wuji bertanya, "Jadi besok Bibi langsung pulang ke Dadu?"

"Betul," kata Qi Shengniang. "Aku tidak boleh terlalu lama di luar, kalau semua orang tahu aku pergi, maka rencana kita akan kacau. Saat ini Mei Jian dan Ah Luo masih bisa menutupi kepergianku." Ia memberi isyarat dengan tangannya. "Kalian urus dulu burung-burung itu. Aku tidak punya terlalu banyak waktu lagi."

Ucapan itu mengandung wibawa yang tidak bisa ditolak. Kedua anak muda itu segera keluar ruangan tanpa berani membantah sepatah kata pun. Setelah keduanya tak terlihat lagi, Qi Shengniang bertanya dengan lembut, "Jadi sebelumnya kalian bertiga juga dekat dengan Xiao Zhao ya?"

Zhou Zhiruo tertunduk, tidak segera menjawab, tetapi kemudian menghela nafas dan berkata, "Sebetulnya masih ada seorang lagi — anak perempuan Yin Yewang — saudara sepupu Wuji Gege."

Qi Shengniang agak terkejut, tertegun sejenak, lalu bertanya, "Yin Yewang punya anak perempuan?" tapi berikutnya ia menyadari bahwa pertanyaan ini agak bodoh, lagi-lagi ia berpikir, lalu meralat ucapannya, "Maksudku, anak ini *juga* dekat dengan Wuji?"

"Mereka berkenalan sejak masih kecil," kata Zhou Zhiruo. "Sebetulnya Zhiruo juga begitu. Saat itu Wuji Gege terluka parah gara-gara dipukul oleh Xuanming Er Lao. Tai Shifu sendiri sudah tidak bisa mengobatinya, jadi dia diserahkan kepada Hu Qingniu. Tabib itu kemudian menganggapnya sebagai murid, karena itu Wuji Gege pandai mengobati orang. Saat itulah Yin Li berkenalan dengan Wuji Gege, mereka sama sekali tidak tahu bahwa sebenarnya mereka bersaudara."

"Hu Qingniu?" tanya Qi Shengniang heran. "Orang itu sangat aneh. Mau menerima Wuji sebagai murid dan mengobatinya saja sudah aneh. Bagaimana anak Yin Yewang bisa ada di situ?"

"Bibi, cerita ini sangat rumit," jawab Zhou Zhiruo. "Waktu itu Yin Li diselamatkan oleh Jinhua Popo dan menjadi muridnya. Jinhua Popo sedang mencari Hu Qingniu untuk membalas dendam."

"Jinhua Popo?" tanya Qi Shengniang dengan kening berkerut. "Siapa Jinhua Popo ini, kenapa aku tidak pernah mendengar namanya? Dan lagi, bagaimana dia bisa menyelamatkan Yin Li? Memangnya Yin Li kenapa?"

Zhou Zhiruo baru teringat, saat itu Ming Jiao dalam keadaan kacau. Yang Dingtian menghilang, Yang Xiao mengambil alih pimpinan, Yin Tianzheng mendirikan perguruannya sendiri, dan pastilah Qi Shengniang sudah pergi dari Guangming Ding bersama dengan kedua saudara seperguruannya yang lain, itu sebabnya ia tidak pernah tahu semua ini.

Secara singkat Zhou Zhiruo menceritakan apa yang pernah didengarnya dari Xie Xun dan Tajkis. Qi Shengniang tercengang, lalu berkali-kali menggeleng-gelengkan kepalanya dengan sedih. Ketika mendengar bagaimana Tajkis yang saat itu sedang menyamar sebagai Jinhua Popo menyelamatkan Yin Li dari tangan Yin Yewang, ia tampak gusar, lalu memejamkan matanya dengan sedih.

Setelah Zhou Zhiruo menyelesaikan ceritanya, Qi Shengniang berkata, "Sekarang aku tahu mengapa Tajkis tidak pernah menyukai Yin Yewang." Ia menggelengkan kepalanya dengan sedih sambil berkata, "Aduh, kasihan sekali anak malang ini..."

Zhou Zhiruo memandang Qi Shengniang dengan wajah penuh penyesalan, lalu menundukkan kepalanya sambil berkata lirih, "Bibi, Zhiruo pernah melakukan sesuatu yang sangat jahat... yang kalau diceritakan pasti akan membuat Bibi marah..."

"Apa yang kau lakukan?" tanya Qi Shengniang dengan nada tajam.

Zhou Zhiruo menangis tanpa bisa ditahan lagi, lalu menceritakan semua yang pernah dilakukannya di Pulau Ular, termasuk apa yang dilakukannya kepada Yin Li. Ia menceritakan segala-galanya tanpa ada satu bagian pun yang ditutup-tutupi. Ia melanjutkan cerita itu sampai ke peristiwa di Shaolin, ketika mereka untuk terakhir kalinya bertemu dengan Yin Li, sampai akhirnya Yin Li pergi, dan sampai hari ini mereka tak pernah mendengar kabarnya lagi.

Tanpa terasa air mata Qi Shengniang menetes ketika mendengar akhir cerita itu. Berkali-kali ia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan sedih, lalu ia menatap mata Zhou Zhiruo dengan serius sambil berkata, "Zhiruo, seandainya suatu hari nanti — ini memang hanya seandainya — tapi seandainya kalian bertemu lagi dengan Yin Li, dengan salah satu cara — kalian *harus* memperlakukannya dengan baik." Ia menghapus air mata Zhou Zhiruo dengan sapu tangannya, lalu menambahkan, "Kau mengerti maksudku, kan?"

Zhou Zhiruo kembali menangis sambil menganggukkan kepalanya.

Qi Shengniang kembali mendesah, lalu berkata, "Bagaimana seandainya suatu hari nanti kalian bertemu lagi dengan Xiao Zhao, dan saat itu keadaan sudah berubah? Kurasa kau mengerti maksudku, kan?"

"Xiao Zhao sudah menjadi ketua Ming Jiao Persia," kata Zhou Zhiruo. "Dia kan tidak mungkin menikah dengan siapapun?"

"Zhiruo, di dunia ini tidak ada peraturan yang tidak bisa berubah," kata Qi Shengniang. "Peraturan Ming Jiao Persia itu agak lucu. Setahuku tidak ada ajaran Ming Jiao yang menyebutkan hal semacam itu. Seandainya apa yang kumaksudkan itu ternyata terjadi, lalu apa yang akan kau lakukan?"

Zhou Zhiruo memalingkan mukanya ke arah lain, dan tidak segera menjawab. Xiao Zhao bukan seperti Zhao Min atau Yin Li. Entah mengapa, setiap kali ia mendengar orang menyebutkan nama Xiao Zhao, atau Zhang Wuji melakukan sesuatu yang ada kaitannya dengan Xiao Zhao, seperti yang baru saja terjadi, tiba-tiba hatinya dilanda kecemburuan yang sulit dikendalikan. Ia setengah mati berusaha melawan dan menutupi hal ini, tapi tetap saja terjadi. Zhang Wuji pernah sangat marah kepada mereka semua, dan bahkan ia pernah mencekik Zhao Min sampai hampir mati, meskipun akhirnya tidak tega meneruskannya. Tapi ia akan selalu menemukan cara untuk memaklumi apa saja yang dilakukan oleh Xiao Zhao, padahal Xiao Zhao sudah jelas menipunya. Hal ini sama sekali tidak bisa dipahaminya, karena itu ia tidak berani menjawab pertanyaan Qi Shengniang.

Setelah agak lama, akhirnya ia menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Bibi, soal ini aku sungguh tidak tahu."

Qi Shengniang menatapnya dengan lembut sambil berkata, "Nak, di dunia ini kita tidak bisa mendapatkan segala hal yang kita inginkan. Seringkali untuk meraihnya kita harus mengorbankan sesuatu, itu pun bukan berarti apa yang akan kita dapatkan tepat sama seperti harapan kita. Kau harus memahami hal ini baik-baik."

Kata-kata itu membuat Zhou Zhiruo menangis sejadi-jadinya. Selama ini ia belum pernah menemukan seorang ibu seperti Qi Shengniang. Ibunya sendiri sudah meninggal sejak ia masih kecil. Ketika tiba di Wudang, Zhang Sanfeng terpaksa mengirimkannya kepada Miejue Shitai di Emei Pai karena ulah Song Qingshu. Setelah tiba di Emei Pai, Ding Mingjun menindasnya demi meraih posisi tertinggi di hadapan gurunya. Akhirnya, Miejue Shitai memperlakukannya dengan keras, bahkan tidak mengijinkannya mencintai seorang Zhang Wuji. Baru malam ini ia menemukan figur seorang ibu yang selalu dirindukannya di dalam diri Qi Shengniang. Ia begitu terharu sampai tidak mampu mengatakan apa-apa lagi. Saat itu ia merasakan kebahagiaan yang selama ini tidak pernah dirasakannya. Tiba-tiba ia merasa mampu mengorbankan apa saja yang dimilikinya saat ini. Kecemburuannya kepada Xiao Zhao lenyap. Ia sekarang memiliki seorang ibu.

Ia berkata sambil menghapus air matanya, "Bibi, Zhiruo hanya bisa berusaha."

Qi Shengniang memeluknya dengan lembut sambil mengusap rambutnya. "Hanya itu yang ingin Bibi dengar," katanya. "Memang hanya itu yang bisa kau lakukan." Ia berbisik pelan, "Zhiruo, mulai saat ini Bibi menitipkan masa depan negeri ini dan juga keluarga Bibi kepadamu. Aku tadi mengatakan kepada semua orang bahwa Zhang Wuji seolah-olah _harus_ menjadi kaisar, tetapi yang sebenarnya hal itu tergantung pada keputusan Wuji sendiri, kita tidak bisa memaksanya. Sebelum keputusan itu sendiri kau dengar dengan tegas, kalian _harus_ bersikap seolah-olah hal itu memang akan terjadi, ini adalah bagian dari rencana Bibi."

Zhou Zhiruo menatapnya dengan pandangan bertanya. "Bibi, aku tidak mengerti..."

"Untuk saat ini kau memang belum sepenuhnya mengerti," kata Qi Shengniang sambil tersenyum tipis. "Tidak apa-apa. Kau hanya perlu yakin bahwa apapun yang terjadi nantinya, kau memang akan menjadi seorang ratu, karena Bibi punya rencana kedua, jika yang pertama tidak berhasil. Karena itu mulai sekarang kau harus belajar baik-baik, bagaimana menjalankan perananmu. Kalau ada sesuatu yang ingin kau tanyakan, kau bisa menulis surat, dan kirimkan melalui merpati itu. Bibi pasti segera membalasnya."

Zhou Zhiruo tidak bisa memahami apa maksud Qi Shengniang, tetapi melihat ekspresi muka bibinya, ia tidak berani bertanya lebih jauh. Ia hanya menyimpan semua itu di dalam hati. Hatinya berdebar-debar mendengar Qi Shengniang mengatakan bahwa dirinya akan menjadi seorang 'Ratu'. Sebelum ini Peng Yingyu pernah menyinggung hal yang sama, dan ucapan itu seakan-akan melambungkannya ke dunia impian. Tetapi semuanya itu buyar setelah rangkaian peristiwa yang berakhir dengan kekalahannya di Shaolin di tangan Gadis Berbaju Kuning, dan bahkan segala kejahatannya terbongkar. Setelah itu ia sama sekali tidak memikirkan hal ini lagi. Sekarang untuk pertama kalinya ia mendengar orang mengatakannya lagi, dan sekali ini segalanya terasa sangat masuk akal. Ia berusaha menutupi gejolak hatinya sambil mengemasi barang-barang pribadinya yang masih tersisa.

Setelah itu mereka berkumpul dengan Zhang Sanfeng dan murid-muridnya dari generasi pertama, Yang Xiao, Fan Yao, dan para pejabat tinggi Ming Jiao lainnya. Mereka merencanakan detil-detil perjalanan ke Xiangyang itu dengan cermat.Semua orang tidak tidur malam itu. Mereka hanya sempat beristirahat sejenak sebelum berangkat.

Zhou Zhiro sempat tertidur selama setengah jam sebelum dibangunkan oleh Zhao Min. Ia sempat bermimpi bertemu dengan Miejue Shitai dalam mimpi itu, tetapi kali ini ia melihat gurunya sedang tersenyum bangga.