Zhou Zhiruo menarik napas lega, senyum tipis menghiasi bibirnya. Urusannya di kediaman Chen Youliang pagi ini berjalan jauh lebih lancar dari yang dibayangkannya semula. Di luar dugaannya, kedua selir Chen Youliang itu tampak senang ketika mendengar apa yang diutarakannya, mata mereka berbinar-binar, terus menanyakan dengan penuh rasa ingin tahu mengenai kondisi di tempat penampungan para pengungsi itu. Tanpa banyak tanya lagi mereka mendukung rencananya untuk membangun tempat penampungan pengungsi yang dikelola oleh Frater Andre.
Mereka bahkan bersemangat menawarkan diri untuk menggalang dukungan dana dari kalangan istri-istri pejabat terkemuka di Hanyang. Zhou Zhiruo sangat gembira. Ia hanya menghabiskan waktu tak sampai dua jam di situ, lalu segera menyampaikan kabar gembira itu kepada Frater Andre dan para pengungsi yang ditemuinya kemarin.
Dalam perjalanan pulang ke penginapan, ia membuka jendela kereta untuk menyapa para penduduk kota yang masih berjejer dengan tatapan penuh harap di pinggir jalan seperti hari sebelumnya. "Furen, Yesus memberkati Furen!" sapa seorang anak laki-laki sambil tersenyum lebar. Merasa bukan pengikut Yesus, Zhou Zhiruo hanya tersenyum sambil membalas sapaan mereka dengan ramah.
Di sebuah tikungan, matanya tiba-tiba melihat beberapa orang bergerak cepat di antara keramaian pasar, lalu menyelinap ke jalan yang akan langsung membawanya ke tempat kediaman Chen Youliang.
Zhou Zhiruo sangat peka terhadap situasi mencurigakan, seketika waspada, otaknya berputar cepat. Tetapi saat itu ia tidak bisa keluar dari kereta untuk mengejar orang-orang itu. Ia kemudian memberi isyarat kepada Jiang He untuk mendekat, lalu berkata dengan nada rendah, "Ada beberapa orang sedang menuju ke rumah Chen Youliang. Suruh anak buahmu menyelidiki apa yang sedang mereka lakukan di situ. Aku akan berhenti di depan kedai itu." Ia menunjuk ke arah sebuah kedai arak tak jauh dari tempat mereka sedang lewat.
Jiang He mengiyakan, lalu memerintahkan beberapa orang untuk melakukan apa yang disuruh.
Di kedai itu ia memesan makanan bagi semua pengikutnya, dan sengaja mengajak para pelayannya duduk di meja yang berdekatan, lalu berpesan, "Kalian tunggu aku di sini, jangan kemana-mana." Setelah itu ia menyelinap keluar dari pintu dapur. Ketika para koki yang sedang bekerja menyapanya, ia hanya tersenyum tanpa mengatakan apa-apa.
Setibanya di luar, secepat kilat ia melompat ke atap dan menggunakan *qinggong*-nya untuk mengejar sasarannya dengan cara melompat dari rumah ke rumah. Tak seorang pun memperhatikan bayangannya di keramaian kota yang sedang menunggu rombongannya keluar dari kedai itu.
Tak jauh dari tempat kediaman Chen Youliang, Jiang He yang sedang berjaga bersama sepuluh orang pengawal sedang mengawasi rumah itu dari tempat yang berlainan. Ia melemparkan kerikil kecil ke arah Jiang He, lalu memberi isyarat supaya komandan itu mendekat.
"Mereka masuk ke rumah?" tanya Zhou Zhiruo.
"Ya, semuanya ada sepuluh orang," kata Jiang He.
"Kalian tetap di sini, aku akan menyelinap ke belakang untuk melihat apa yang sedang mereka lakukan," kata Zhou Zhiruo lagi.
Tanpa menunggu jawaban Jiang He, ia segera bergerak ke belakang rumah secepat angin. Jiang He tercengang, matanya terbelalak lebar, membuka mulut, lalu mengatupkannya lagi, tak ada suara yang keluar. Selama ini ia tak pernah melihat Zhou Zhiruo menggunakan ilmu silatnya. Pagi ini ia menyaksikan sendiri cara Zhou Zhiruo bergerak, dan ia tak dapat mempercayai penglihatannya. "Furen yang tampaknya lemah lembut ini bergerak seperti siluman," pikirnya.
Setibanya di belakang rumah itu, Zhou Zhiruo melompat ke atas tembok tinggi, lalu mengendap-endap menyusuri tembok itu sampai ke atap rumah terdekat, menyembunyikan diri di balik salah satu jendela lantai dua yang sedang terbuka. Dari situ ia bisa melihat sepuluh orang pria yang tadi sempat dilihatnya sedang bercakap-cakap dengan Selir Tou dan Selir Du di halaman belakang. Suara mereka terdengar sangat jelas bagi telinga Zhou Zhiruo.
"Panglima menunggu di Jiangxi," kata salah satu pria itu. "Kota ini dijaga ketat, tapi kami sudah mengatur supaya Furen bisa keluar malam ini juga. Mulai sekarang siapkan semuanya, jangan membawa terlalu banyak barang."
"Tapi Yang Furen dan Lou Furen sedang sakit keras," kata Selir Du. "Mereka tidak mungkin berjalan jauh."
"Kami akan menyiapkan tandu," kata orang lainnya.
"Ini sangat berbahaya, aku takut," kata Selir Tou, agak gemetaran. "Mungkin sebaiknya kita turuti saja apa kata Zhou Furen itu. Dia tidak berniat jahat kok."
"Furen, kita sungguh-sungguh harus pergi," kata orang yang pertama.
"Ini perintah Panglima, kami harus melaksanakannya," kata yang lain.
"Kalau terus di sini kita semua akan mati juga, lebih baik mengambil resiko," kata seseorang yang bertubuh gendut.
"Tapi kedua Furen itu betul-betul sakit, mereka tidak mungkin pergi jauh," kata Selir Du lagi.
Orang yang pertama itu tampaknya adalah pemimpin mereka. Ia berkata, "Begini saja, Tou Furen dan Du Furen berangkat bersama mereka ini. Kita akan melakukannya begitu matahari tenggelam. Setelah itu aku sendiri yang akan mengatur bagaimana membawa Yang dan Lou Furen."
"Kalau Panglima bertanya, kau yang bertanggungjawab, ya?" kata Selir Tou.
"Ya," jawab pemimpin itu. "Furen bisa mempercayaiku."
"Baiklah, sekarang kalian pergi dulu," kata Selir Tou lagi. "Kami akan bersiap-siap."
Begitu mendengar kalimat terakhir, Zhou Zhiruo segera melompat ke atas atap di dekatnya, lalu bergerak cepat tanpa menimbulkan suara untuk melompati pagar tembok tinggi menuju ke jalan.
Ia memanggil Jiang He dengan isyarat tangan supaya mendekat, lalu berbisik, "Sebentar lagi mereka akan keluar. Kau suruh anak buahmu mengikuti mereka. Aku tunggu laporanmu di penginapan. Kita menyusun rencana di situ."
Tanpa menunggu jawaban, ia menggunakan *qinggong*-nya untuk melompat ke atap salah satu rumah, dan kembali ke kedai dengan cara seperti ketika ia datang. Dua orang anak kecil dari tempat penampungan pengungsi kebetulan melihat bayangannya sedang bergerak secepat angin melompati atap rumah ke rumah.
Salah seorang anak itu membuat tanda salib, bergumam, "Yesus ternyata hadir melalui Furen!"
Temannya bergumam setengah melamun, "*Allahu Akbar...*"
---
Setibanya kembali di kedai, ia makan dengan santai bersama para pelayannya. Ia sama sekali tidak terburu-buru, memesan makanan bagi para pengawal yang sedang berjaga di depan kedai, dan menyuruh mereka semua makan dengan santai.
Setelah membayar harga makanan bagi semua pengikutnya, ia mengajak mereka keluar dari kedai itu sambil menyalami para penduduk yang masih menunggu kesempatan untuk sekedar mengobrol dengannya. Zhou Zhiruo sekarang mulai menikmati peranannya sebagai istri Zhang Wuji — seorang Ketua Ming Jiao.
Di Pulau Ular mereka semua melihat para 'Raja' Ming Jiao yang datang dari Persia itu. Mereka tampak seperti raja dalam arti sesungguhnya, dengan aura kekuasaan yang tak terbantahkan, jauh berbeda dari kesan urakan Wei Yixiao, ketegasan dingin Xie Xun, atau kharisma keras Yin Tianzheng di Zhongyuan ini. Ketika pertama kalinya bersama para pendekar dari enam perguruan silat menyerang Guangming Ding, ia melihat sebelah dalam markas besar Ming Jiao itu memang tampak seperti istana raja, meskipun terkesan agak angker. Jadi kehidupan Yang Dingtian sehari-hari memang mirip raja. Akhirnya ketika ia membayangkan kehidupannya sendiri kelak jika menjadi istri Zhang Wuji, Guangming Ding-lah yang muncul di benaknya.
Tetapi kemudian muncul seorang Permaisuri Qi, yang akhirnya mereka panggil 'Bibi Qi'. Dan apa yang pernah disinggung oleh Peng Yingyu sebelumnya tiba-tiba disebutkan lagi oleh Bibi Qi, dalam bentuk yang lebih nyata, yaitu bahwa ia dan Zhang Wuji akan menjalani kehidupan seperti yang saat ini dijalani Bibi Qi bersama kaisar sendiri di istana.
Mula-mula Zhou Zhiruo merasa takut, bayangan istana Guangming Ding yang luas dan penuh tanggung jawab sempat membuatnya gentar. Tetapi pagi ini, setelah melihat kebaikan hati para selir dan menyadari bahaya yang mengintai, tiba-tiba rasa takut itu lenyap, ia menyadari peranannya — sebuah posisi yang memberinya pengaruh dan kesempatan untuk berinteraksi dengan orang-orang, sesuatu yang diam-diam disukainya.
Di kamar penginapan, ia melepas jubah luarnya yang terasa agak mengganggu. kemudian ia membuka pintu dan memanggil beberapa pelayan yang dinilainya cukup dewasa.
Ia berkata, "Jing'er, coba kau berdiri di depanku."
Jing'er saat ini bersia sekitar lima belas tahun, bertubuh tinggi dan ramping, garis mukanya halus, alisnya terang, matanya besar dan indah. Sepintas lalu ia cukup mirip dengan Zhou Zhiruo, meskipun potongan tubuh mereka agak berbeda. Pinggul Jing'er sudah mulai berkembang seperti wanita dewasa, payudaranya tampak mulai tumbuh sempurna. Ia hanya dua sentimeter lebih pendek ketimbang Zhou Zhiruo sendiri.
"Kalian bantu Jing'er memakai pakaian yang biasa kupakai," kata Zhou Zhiruo. Ia membawa dua perangkat pakaian yang sama seperti yang dipakainya sekarang.
Mereka semua melakukan apa yang disuruh dengan patuh, meskipun tidak mengerti apa maksud Zhou Zhiruo. Setelah Jing'er memakai pakaian itu, teman-temannya bertepuk tangan. Salah seorang berkata, "Jing'er tampak mirip Furen!"
Gadis kecil itu tersipu-sipu, tapi ia sangat senang. Zhou Zhiruo tersenyum dan berkata, "Malam ini aku harus pergi sendirian. Tapi aku ingin supaya semua orang mengira bahwa aku masih ada di sini. Karena itu kalian semua harus bersikap seolah-olah Jing'er adalah aku sendiri. Jangan beritahu semua teman lainnya yang saat ini ada di luar. Biarkan mereka sesekali memanggil namaku untuk menanyakan sesuatu seperti biasanya."
Gadis-gadis kecil itu tertawa cekikikan, suara meeka memenuhi ruangan. Mereka merasa semua ini adalah permainan yang menarik, petualangan yang mendebarkan. Zhou Zhiruo berkata lagi, "Jing'er, coba kau tirukan suaraku. Katakan sesuatu yang biasa kukatakan kepada kalian!"
Ketika Jing'er mencobanya, ternyata suaranya sangat jauh dari apa yang diharapkan. Teman-temannya tertawa. Tetapi Zhou Zhiruo merangkul Jing'er sambil berkata, "Kalau begitu jangan bicara. Kau hanya perlu sesekali membuka jendela dan melongok keluar untuk melihat pemandangan di kota. Semua orang di bawah pasti akan mengira itu aku. Jika melihat para penduduk yang menyapamu, cukup lambaikan tangan untuk menyapa mereka. Kalaupun kau bersuara, dari jauh mereka tidak akan mendengar perbedaannya. Dan lagi, jika Lingshan atau Xian'er membuka pintu untuk menerima sesuatu dari luar kamar, usahakan untuk berjalan melewati pintu yang sedang terbuka itu, supaya mereka melihat punggungmu, atau melihatmu dari samping. Tapi jangan mengatakan apa-apa. Mungkin kau harus menunduk, pura-pura membaca surat."
Ia menambahkan, "Jika ada yang ingin bertemu, suruh Lingshan atau Xian'er yang bilang bahwa aku sedang sibuk, dan tak ingin diganggu."
Ia mengambil sejumlah uang, lalu berkata kepada Lingshan, "Sekarang juga kau pergi untuk mencari pakaian baru untukku,usahakan yang berwarna hitam. Jangan beli yang terlalu mewah, aku tidak perlu yang seperti itu. Cari yang nyaman dipakai untuk berlari dan berkelahi seperti yang kukenakan di Xiangyang. Sayangnya aku tidak membawa pakaian berwarna gelap."
Setelah Lingshan pergi, ia kemudian menulis surat dan berkata kepada Lu Xian yang masih menunggu perintah, "Xian'er, kau pergi bersama dua orang pengawal. Cari Komandan Xu, orang yang kemarin bertemu dengan kita di pinggiran kota ketika kita datang. Kau bisa naik kuda, kan? Berikan surat ini, dan dia akan mengerti apa yang harus dilakukan."
---
Zhou Zhiruo mengamati para pejalan kaki kota Hanyang dari jendela kamarnya, otaknya sudah dipenuhi rencana beberapa langkah ke depan. Diam-diam ia juga mengamati ketiga anak perempuan yang masih bersamanya d dalam kamar penginapan itu. Saat ini Shuang'er dan Sikong Jiumei sedang mendandani Jing'er, dan membuat rambut panjangnya semirip mungkin dengan Zhou Zhiruo. Melihat hal ini Zhou Zhiruo agak terkejut. Jing'er terlihat lebih tua, sangat mirip dengan dirinya. Zhou Zhiruo merasakan sensasi aneh melihat dirinya sendiri melalui Jing'er yang jauh lebih muda.
Zhou Zhiruo tertawa. "Sebaiknya sekarang kau ganti pakaianmu seperti biasa, karena sebentar lagi teman-temanmu pasti akan menanyakan soal makan siang kita. Jangan sampai mereka tahu rencana ini."
Tak banyak yang bisa mereka lakukan lagi setelah makan siang. Zhou Zhiruo sengaja menyibukkan diri dengan mengajak para pelayannya membuat aneka macam kerajinan tangan untuk diberikan kepada para pengungsi. Setelah itu ia beristirahat di kamarnya sambil menunggu matahari terbenam.
Menjelang senja, rencananya nyaris kacau. Mereka mendengar pintu kamar diketuk, lalu terdengar suara Zhao Min, "Zhou Jiejie!"
Ketika Lingshan membuka pintu untuk mempersilakan Zhao Min masuk, Zhou Zhiruo segera meletakkan jari telunjuk di depan mulutnya supaya ia diam. "Kenapa kau tiba-tiba datang?"
Zhao Min berkata, "Aku sudah tahu semuanya dari Xu Da dan Jiang He. Aku datang untuk membantumu."
Kudanya memang luar biasa, ia mencapai Hanyang hanya dalam waktu sekitar tiga jam. Setelah mendengar apa yang terjadi dari Xu Da, ia segera mendatangi penginapan ini untuk mendengar langsung dari Zhou Zhiruo. Tapi saat itu Zhou Zhiruo berkata, "Kita tidak punya banyak waktu, cepat ganti bajumu! Itu terlalu menyolok!"
Untungnya Zhao Min memang membawa setelan berwarna gelap yang membuatnya lebih nyaman bergerak. Ia sudah siap menghadapi situasi semacam ini. Mereka mengganti pakaian dengan cepat, lalu Zhou Zhiruo menyuruh Jing'er mengenakan pakaiannya. Pada saat itu ia teringat akan sesuatu. "Wah, tadi semua orang melihatmu masuk. Padahal aku ingin supaya mereka mengira aku tetap ada di sini."
Zhao Min mengamati kelima anak ada di dalam kamar itu, dan mendesah, lalu berkata, "Mereka semuanya kecil-kecil."
"Kau kira gampang menemukan anak perempuan seperti dirimu?" kata Zhou Zhiruo sambil tertawa. Ia menoleh kepada Sikong Jiumei dan berkata, "Jiumei, coba kau tirukan cara Xiao Furen bicara."
Sikong Jiumei segera menirukan kata-kata Zhao Min barusan.
Mendengar gaya bicaranya, mereka tertawa. "Sudah beres," kata Zhao Min. "Mereka tak perlu melihatku, cukup mendengar Jiumei berceloteh!"
Setelah memastikan tak ada orang yang melihat, mereka keluar lewat jendela, lalu dengan ringan melompat ke atas atap. Dari situ mereka melompat turun ke jalan kecil di belakang penginapan, dan kemudian berjalan di antara para penduduk kota. Hanya sepuluh menit kemudian mereka telah sampai di tikungan yang menuju ke tempat kediaman Chen Youliang.
Setelah membaca surat yang dibawa Lu Xian, Jiang He dan Xu Da diam-diam sudah mengamati rumah itu sejak tadi siang. Zhou Zhiruo menyuruh mereka mengamankan siapa saja yang bermaksud memasuki rumah sebelum sempat mendekati pintu. Saat ini dengan mudah mereka segera mengenali Xu Da yang sedang berdiri tak jauh dari rumah itu, dan menyembunyikan diri di balik pohon dengan mengenakan pakaian seperti penjual makanan.
"Berapa orang yang tertangkap?" tanya Zhou Zhiruo.
"Belum satupun," jawab Xu Da.
"Beritahu yang lain, kalian tetap seperti tadi. Kami akan memasuki rumah lewat halaman belakang," kata Zhou Zhiruo lagi. "Sebentar lagi mereka pasti beraksi. Saat itu kalian bergerak. Ringkus mereka sebelum sampai di depan pintu. Jangan menimbulkan keributan."
"Siap!"
Mereka mengendap-endap mendekati tembok tinggi di belakang rumah itu. Sebelum melompat ke atas tembok itu, Zhao Min berbisik, "Apa rencanamu?"
"Kita tak punya pilihan lain," bisik Zhou Zhiruo. "Chen Youliang bermaksud menjemput mereka untuk dibawa ke Jiangxi. Kita tidak bisa membiarkannya berbuat begitu tanpa mengembalikan Xu Shouhui kepada kita. Jelas sekali saat ini Xu Shouhui ada di dalam genggamannya."
"Kau ingin menyandera mereka?" tanya Zhao Min.
Zhou Zhiruo tertawa. "Kau membuatku merasa jadi orang jahat," katanya. "Mereka berjanji untuk membiayai para pengungsi dari utara, masa aku membiarkan mereka lolos begitu saja?"
Zhao Min tersenyum lebar, lalu bertanya, "Lalu kau mau apa?"
"Chen Youliang menyuruh anak buahnya memaksa perempuan-perempuan ini pindah, padahal dua orang dari mereka sedang sakit keras. Aku juga akan 'memaksa' mereka, tapi dengan cara membujuk dan memastikan kenyamanan mereka," kata Zhou Zhiruo. "Kita bawa mereka semua ke istana Xu Shouhui."
"Bagaimana caranya?" tanya Zhao Min.
"Nanti kita pikirkan lagi," jawab Zhou Zhiruo. "Sekarang ini yang terpenting adalah meringkus semua orang yang mendekati rumah ini." Ia memberi isyarat dengan tangannya, lalu berkata lagi, "Sekarang kita masuk untuk berunding dengan kedua sahabatku itu."
Mereka dengan mudah melompat ke atas tembok tinggi itu, lalu melompat turun ke halaman. Kemudian mereka mengendap-endap ke arah rumah, sambil memeriksa setiap ruangan. Tak lama kemudian mereka mendengar suara orang sedang berbicara dari dalam salah satu kamar. "Itu suara Selir Tou," bisik Zhou Zhiruo.
"Aku juga tidak yakin kita tentang ini," kata Selir Tou.
"Ya, jelas sekali orang-orang itu hanya akan membawa kita. Mereka pasti akan meninggalkan Yang Furen dan Lou Furen," kata yang lain. Suaranya mirip Selir Du.
Sebelum Zhao Min sempat bereaksi, Zhou Zhiruo berkaa dengan suara cukup keras dari luar jendela kamar itu, "Memang itu maksud mereka."
Terdengar suara menjerit kaget, lalu jendela kamar dibuka dari dalam, dan dua sosok wanita muncul dari dalamnya. Mereka terkejut melihat Zhou Zhiruo yang sedang mengenakan setelan hitam, dan tentu saja mereka tidak mengenali Zhao Min.
"Zhou Furen!" sapa keduanya hampir bersamaan.
"Kami hampir tidak mengenalimu," tambah Selir Tou.
Zhou Zhiruo tersenyum ramah, lalu berkata, "Maafkan aku mengagetkan kalian. Kita bicara di dalam, ada yang harus kusampaikan."
Tanpa menunggu jawaban, Zhou Zhiruo mengajak Zhao Min masuk dengan jalan melompati jendela. Sikap seperti ini tentu saja sangat jauh dari kesan yang didapat oleh kedua selir itu ketika melihat Zhou Zhiruo sebelumnya, yang tampil menawan sebagaimana layaknya seorang wanita terhormat dari kalangan bangsawan — bukan siluman atap yang bergerak tanpa suara.
"Tou Furen, Du Furen, perkenalkan, ini adikku — Minmin — dia baru tiba dari Xiangyang," kata Zhou Zhiruo setelah mereka ada di dalam kamar.
Kedua wanita itu tampak bingung sejenak, karena wajah Zhao Min sangat berbeda dari Zhou Zhiruo. Potongan tubuhnya yang tinggi atletis itu juga sama sekali lain. Tapi kemudian mereka baru menyadari sesuatu, dan segera memberi hormat sambil berkata, "Ternyata Xiao Furen. Tak disangka Xiao Furen masih sangat muda, dan luar biasa cantik!"
Dalam hati Zhao Min merasa geli, karena ia sendiri tak pernah merasa dirinya 'luar biasa cantik'. Ibunya pasti akan tertawa jika melihat sikap kedua wanita ini, mengingat betapa sering ibunya menggodanya karena lebih suka berkuda dan memimpin pasukan ketimbang berdandan. Tetapi karena sejak kecil ia sudah diajari sopan santun semacam ini, maka akhirnya ia tetap membalas sikap itu, lalu melakukannya dengan cara elegan dan alamiah. "Pujian Tou Furen akan membuatku menjadi bahan tertawaan," katanya.
Tanpa membuang waktu lagi, Zhou Zhiruo berkata, "Tadi aku mendengar rencana mereka untuk segera membawa kalian berdua pergi ke Jiangxi. Aku tentu saja tidak menghalangi hal ini. Tapi kalau mereka bilang bahwa akan mengurus kedua Furen yang sedang sakit setelah kalian berangkat, aku berani memastikan bahwa mereka membohongi kalian! Setelah kalian pergi, mereka pasti akan meninggalkan kedua Furen itu begitu saja."
Kedua selir itu tampak bingung dan ragu-ragu, tetapi detik berikutnya Selir Du berkata, "Aku memang sudah menduga orang itu berbohong."
"Zhou Furen, sekarang apa yang harus kita lakukan?" tanya Selir Tou.
"Sekarang juga aku akan memeriksa bagaimana keadaan kedua Furen itu, setelah itu baru kita bicara lagi," kata Zhou Zhiruo.
Kedua selir itu menurut, lalu mengajak mereka ke kamar yang dipakai untuk merawat kedua selir lainnya yang sedang sakit parah. Zhou Zhiruo terkejut setelah melihat bahwa kedua wanita itu ternyata memang sangat lemah. Ketika ia menyentuh dahi mereka, ternyata demam mereka sangat tinggi, sesekali keduanya mengigau tanpa membuka mata. Ia bertanya, "Mengapa sampai separah ini? Sejak kapan mereka sakit?"
"Sekitar dua hari," jawab Selir Du. "Tabib mengatakan mereka belum pernah menangani penyakit seperti ini."
Zhou Zhiruo segera berkata, "Kalau begitu kita harus segera memanggil An Shifu, dia tinggal di tempat penampungan pengungsi. Dia mengerti pengobatan gaya Barat, kemungkinan besar dia pernah menangani demam seperti ini, karena tempat itu terlalu padat penghuninya. Pasti mereka sering terjangkit penyakit menular."
"An Shifu?" tanya Selir Du, ia tampak agak heran.
"Namanya agak sulit disebutkan, jadi aku memanggilnya An Shifu, dia seorang guru agama Kristen," jawab Zhou Zhiruo.
"Kalau begitu kita mengikuti anjuran Zhou Furen," kata Selir Tou.
"Suruh salah satu pengawal kalian untuk pergi ke tempat penampungan itu, katakan bahwa kalian ingin bertemu dengan An Shifu, katakan bahwa aku yang menganjurkan kalian datang. Semua orang di situ pasti akan mengerti."
"Baik," kata Selir Du. "Aku sendiri yang akan ke situ bersama beberapa pengawal."
Zhou Zhiruo hendak mencegahnya, tapi ia merasa ujung lengan bajunya ditarik Zhao Min dengan halus.
Zhao Min berkata, "Itu pasti akan lebih baik."
Selir Du bergegas keluar dari pintu depan, lalu mereka mendengar suaranya memerintahkan beberapa pengawal untuk menyiapkan kereta baginya.
Mereka menunggu kedatangan Frater Andre di ruang tamu rumah Chen Youliang yang tampak mewah sambil minum teh dan menikmati makanan kecil yang disuguhkan Selir Tou.
Tak sampai setengah jam kemudian, Selir Du sudah kembali ke rumah itu sambil membawa serta Frater Andre. Begitu melihat kehadiran Zhou Zhiruo, Frater itu membungkuk dan menyapanya, "Furen!"
"An Shifu, tolong segera periksa kedua wanita itu, aku sendiri tidak tahu penyakit apa yang mereka derita," kata Zhou Zhiruo.
Ketika Frater Andre memeriksa kedua selir yang sedang sakit itu, dan melihat bintik-bintik merah kecil di kulit mereka, raut wajahnya mengeras karena mengenali gejala yang mematikan ini. Ia segera berkata dengan sangat meyakinkan, "Furen, mereka terkena demam tipes"[^tipes]
[^tipes]: Demam tipes dalam bahasa mandarin adalah Shanghan (伤寒).
"Kau bisa mengobatinya?" tanya Zhou Zhiruo.
"Kami cukup sering menangani penyakit ini di tempat penampungan pengungsi itu," kata Frater Andre. "Tapi bukan semuanya sembuh."
Ia menulis resep yang segera diberikannya kepada Zhou Zhiruo. Setelah membacanya, Zhou Zhiruo bertanya, "An Shifu, ini semua adalah obat-obatan herbal kami. Kupikir kau akan menggunakan obat-obatan dari barat."
"Di barat kami memang punya resep lain, tapi prinsipnya sama saja, dan bahan-bahan dari barat itu sulit dicari di sini" kata Frater Andre. "Saat ini memang belum ditemukan cara yang tepat untuk mengobati penyakit ini[^obat-1]. Jadi kita hanya bisa meringankan penderitaan kedua Furen."
[^obat-1]: Penyakit itu disebabkan oleh bakteri Salmonela. Sebelum era [Louis Pasteur](https://en.wikipedia.org/wiki/Louis_Pasteur), orang hanya bisa mengatasinya dengan obat-obatan herbal.
"Aku mengerti," kata Zhou Zhiruo. Ia memberikan resep itu kepada Selir Tou dan Selir Du, yang segera menyuruh orang untuk membelinya di penjual obat-obatan.
Mereka keluar untuk bicara di ruang tamu. Zhou Zhiruo melihat bahwa di antara bahan-bahan yang ditulis oleh Frater Andre itu ada dua jenis herbal yang menurut Miejue Shitai mengandung racun. Ia bertanya, "An Shifu, guruku pernah bilang bahwa dua jenis obat yang An Shifu tulis itu mengandung racun, benarkah?"
Frater Andre mengangguk dan berkata, "Zhou Furen tentu pernah mendengar prinsip 'melawan racun dengan racun'. Yang masuk ke dalam tubuh kedua Furen itu bukan racun, tapi makhluk hidup yang sangat kecil, yang tak dapat kita lihat dengan mata. Makhluk ini masuk ke dalam tubuh mereka, kemungkinan melalui makanan, lalu tinggal di usus, dan akhirnya menjadi sangat banyak. Kita perlu membunuh makhluk ini, tapi sayangnya sampai saat ini di barat juga belum ditemukan cara yang tepat. Beberapa herbal ini, dalam dosis yang tepat, tampaknya tidak disukai oleh 'makhluk kecil' itu. Kami telah mengujinya pada hewan dan sejauh ini tidak ada efek mematikan. Jadi, dengan hati-hati, kami memberikannya kepada para pengungsi, dan sekarang kepada kedua Furen."
"Oh, rupanya begitu," kata Zhao Min. "Hm, apakah Shifu memang dipanggil 'An'?"
Frater Andre berdehem, lalu berkata, "Hamba Yang Hina Dina ini biasa dipanggil Frater Andre — tepatnya Andreas."
"Ah, ternyata Frater Andre adalah utusan dari Bapa Suci di Roma!" kata Zhao Min sambil tersenyum lebar.
Frater Andre tertawa ringan dan berkata, "Sayangnya Hamba Yang Hina Dina ini belum sempat bertemu dengan Bapa Suci. Aku diutus oleh Ordo Fransiskan. Dan sayangnya lagi, Bapa Suci saat ini berkedudukan di Avignon, Prancis, bukan di Roma seperti yang mungkin kalian ketahui."
"Hm, jadi karena itulah Frater tinggal bersama dengan para pengungsi dari utara," kata Zhao Min lagi.
Frater Andre memandang Zhao Min dengan penuh perhatian. Selain Zhao Min menyebutkan namanya dengan sangat fasih, ternyata ia mengenal ajaran yang dianutnya. "Kelihatannya Xiao Furen juga seorang pengikut Yesus," katanya.
Zhao Min tertawa. "Frater, leluhurku memang penganut agama Kristen sebelum mereka pindah ke Zhongyuan ini. Tapi karena Kubilai Khan dan istrinya, Chabi, akhirnya menganut agama Buddha Tibet, maka banyak orang mengikuti mereka, termasuk leluhurku. Tapi tentu saja kami semua masih mengenal ajaran Kristen dan tradisinya. Ibuku dibaptis di Gereja Latin sejak lahir, jadi ibuku masih tetap penganut Kristen yang taat sampai sekarang."
Zhou Zhiruo mendengar betapa fasihnya cara Zhao Min memanggil nama Frater Andre. Ia tertawa sambil berkata, "Meizi, rasanya kau jauh lebih cocok untuk berbicara dengan An Shifu. Aku tidak berani menyebutkan namanya, takut lidahku keseleo, karena itulah aku memanggilnya An Shifu."
Mereka semua tertawa mendengar leluconnya.
"Lalu bagaimana dengan Xiao Furen sendiri?" tanya Frater Andre.
Saat ini selain Zhou Zhiruo, Zhao Min juga adalah istri dari Zhang Wuji — seorang Ketua Ming Jiao. Zhao Min sedang menduga-duga bagaimana sebenarnya sikap Frater itu mengenai ajaran Ming Jiao, dan ia tidak bisa menebaknya. Setelah berpikir sejenak, ia lalu memutuskan untuk menjawab apa adanya, "Frater tentu tahu, aku sekarang adalah istri dari ketua Ming Jiao. Tetapi Zhang Jiaozhu adalah cucu murid dari Zhang Zhenren, dan kami berdua akhirnya juga dianggap cucu muridnya. Aku sendiri sejak kecil juga diajari ajaran yang dianut oleh leluhur kami, tapi aku tidak berani mengatakan bahwa aku adalah seorang penganut agama Kristen, dan tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan Frater itu. Jadi menurut Frater sendiri, aku ini siapa?"
Frater Andre tercengang mendengar jawaban itu. Ia diam sejenak, lalu bergumam sendiri, "Ajaran Zhang Zhenren dari Wudang tentu saja harus didengarkan, aku sendiri menghormatinya..." Akhirnya ia memberikan tanda salib di dahi Zhao Min sambil berkata, "Yesus memberkati Xiao Furen."
"Amin," kata Zhao Min. "Tuhan memberkati Frater juga."
Melihat hal itu, Zhou Zhiruo berkata, "An Shifu, masa kau hanya memberkati adikku, dan aku tidak?"
Frater Andre tersenyum, lalu memberkati Zhou Zhiruo dengan tanda yang sama di dahinya sambil berkata, "Yesus juga memberkati Zhou Furen." Ia menambahkan, "Allah tentu saja memberkati Zhou Furen, kami semua melihatnya sendiri di tempat penampungan pengungsi."
Zhou Zhiruo mengucapkan terima kasih, lalu berusaha menirukan ucapan Zhao Min sebelumnya dengan sebaik-baiknya.
Saat itu Selir Tou dan Selir Du, yang sejak tadi menunggu pelayan yang mereka suruh membeli obat di pintu gerbang, kembali ke ruangan itu, menyerahkan beberapa bungkus obat-obatan herbal kepada Frater Andre.
Selir Du berkata, "Kata mereka beberapa jenis obat yang ditulis agak sulit dicari, tapi akhirnya mereka berhasil membeli semuanya ini. Shifu bisa memberi petunjuk bagaimana cara memasaknya?"
Frater Andre segera memeriksa semua bahan itu dengan teliti, lalu berkata, "Baik, semuanya ada di sini. Biar aku sendiri yang menyiapkannya."
Zhao Min berkata, "Frater, biarkan kami membantumu, nanti kami akan mengajarkan kepada para pelayan untuk membuatnya. Jadi setelah Frater pergi, mereka pasti akan bisa membuatnya sendiri."
Mereka semua segera pergi ke dapur, dan mengumpulkan beberapa pelayan yang bertugas merawat kedua selir yang sakit. Semua orang ikut menyaksikan bagaimana cara Frater Andre meracik dan membuat obat yang dimaksud.
---
Ketika Delir Du meninggalkan tempat kediamannya bersama beberapa pengawal untuk menjemput Frater Andre, Xu Da yang bertugas mengawasi rumah itu menjadi bimbang. *Ia harus bertindak hati-hati agar tidak membahayakan Zhou Furen, namun ia juga tidak bisa mengabaikan potensi ancaman*, pikirnya. Ia lalu memerintahkan anak buahnya untuk mengawasi kereta yang ditumpangi oleh Selir Du dari jarak jauh, dan menyampaikan berita itu secara berantai kepada rekan-rekan mereka yang lain.
Dalam waktu singkat, para prajurit yang sedang menyamar itu sudah ada di titik-titik yang dilalui oleh kereta Selir Du, dan mewaspadai setiap orang yang mencoba mendekati kereta itu. Di sebuah tikungan, salah satu prajurit yang sedang menyamar, dan mengintip dari atas atap sebuah rumah, melihat ada setidaknya tiga kelompok, yang masing-masing terdiri dari lima atau enam orang, sedang bergerak dengan cara mencurigakan untuk mendekati kereta yang sedang berjalan. Mereka semua berpakaian seperti pengemis. Prajurit itu kemudian memberi isyarat kepada teman-temannya yang sedang mengintip di atap rumah-rumah lain yang berjarak sekitar tiga rumah. Isyarat itu segera dipahami, dan diteruskan secara berantai.
Kereta yang sedang bergerak keluar dari pintu gerbang itu dibiarkan lewat, tetapi para prajurit Xu Da yang sedang menyamar sudah membagi diri menjadi dua kelompok besar, masing-masing beroperasi di sebelah dalam dan luar pintu gerbang kota. Ketika orang-orang yang menyamar sebagai pengemis itu sedang mendekati pintu gerbang, mereka langsung dicegat oleh beberapa orang anak buah Xu Da, masing-masing pengemis dikepung oleh tiga sampai empat perwira.
Prajurit Xu Da yang ada di situ berjumlah dua ribu orang, kurang sedikit karena ia meninggalkan sebagian kecil untuk mengawal Zhang Wuji di Wudang. Sementara itu Chen Youliang hanya berhasil meloloskan sekitar seratus orang ke Hanyang untuk menjemput selir-selirnya bersama anak-anak mereka. Dalam waktu singkat upaya mereka berhasil dilumpuhkan Xu Da tanpa menimbulkan keributan sama sekali, baik di dalam maupun di luar pintu gerbang kota.
Mereka berhasil meringkus tujuh puluh tiga orang yang menyamar sebagai pengemis, ditambah dengan lima orang yang menyamar sebagai penjual makanan. Orang-orang yang menyamar sebagai penjual makanan itu berfungsi sebagai penghubung.
Semua orang yang ditangkap di dalam pintu gerbang dikumpulkan di sebuah rumah kosong, sedangkan yang tertangkap di luar digiring ke sebuah kandang kuda di pinggiran kota.
Selir Du sama sekali tidak menyadari peristiwa itu.
Sudah lewat jam makan malam ketika Frater Andre selesai memasak obat. Para pelayan yang bertugas merawat kedua selir yang sakit keras itu dengan susah payah membantu mereka minum obat. Dan setelah itu keduanya dibiarkan beristirahat.
Di ruang tamu Selir Tou berkata kepada Frater Andre, "An Shifu, kami sungguh berterima kasih atas segala bantuanmu. Ini hanya sedikit tanda terima kasih dari keluarga kami, semoga bisa digunakan untuk membantu para korban banjir itu. Setelah ini kami pasti akan mengusahakan yang lebih baik." Ia menyodorkan sebuah kotak yang agak besar.
Frater Andre menerima pemberian itu tanpa membuka tutupnya. Ia berkata, "Semoga Allah Yang Mahakuasa membalas budi baik Furen, dan menyembuhkan penyakit yang diderita Yang dan Lou Furen. Hamba Yang Hina Dina ini mewakili semua penduduk di tempat penampungan pengungsi mengucapkan terima kasih atas segala jerih payah kalian semua bagi mereka."
Selir Du mengantarkan Frater Andre ke pintu depan dan menyuruh seorang pengawal mengiringinya naik kereta kembali ke tempat penampungan pengungsi.
Setelah Selir Du kembali ke ruang tamu, Zhao Min berkata, "Furen, kami menyarankan agar kalian berdua bersama dengan kedua Furen yang sedang sakit itu untuk pindah ke istana, karena ternyata di sini tidak aman. Kami pasti akan mengiringi kalian semua ke situ dan memastikan semuanya dalam keadaan aman. Kalau perlu kami berdua juga akan tinggal di situ untuk sementara, karena saat ini kulihat istana itu dibiarkan kosong."
Kedua selir itu sangat terkejut. Selir Du berkata dengan ragu-ragu, "Ini... ini... bagaimana caranya... istana adalah tempat kaisar, kita tentu tidak bisa sembarangan saja pergi ke situ... ini..."
Zhou Zhiruo berkata dengan penuh keyakinan dan percaya diri, tekadnya untuk melindungi para wanita ini dan menggagalkan rencana Chen Youliang terpancar dari matanya, "Kalian jangan kuatir. Aku bisa menjamin bahwa tindakan ini *pasti* benar, dan Furen tidak akan disalahkan. Jika ada yang bertanya, *aku* sendiri yang akan menjawabnya. Kami akan terus di situ sampai Kaisar datang."
Dalam hati ia sangat meragukan apakah Xu Shouhui sungguh akan kembali ke kota ini.
Selir Tou merasa sangat lega setelah mendengar ucapan Zhou Zhiruo, beban ketidakpastian yang mencengkeram hatinya perlahan mengendur. Ia tahu bahwa orang-orang yang mendatanginya itu pasti mengenal Chen Youliang, tetapi ia juga meragukan niat baik mereka, karena ia merasa bahwa mereka pasti akan menelantarkan kedua selir yang sedang sakit itu. Jika Chen Youliang menanyakan mengapa mereka tega meninggalkan keduanya di sini, padahal Selir Yang dan Selir Lou sedang sakit keras, bagaimana mereka berdua akan bisa menjawabnya? Akhirnya ia menoleh kepada Selir Du, lalu menganggukkan kepalanya dan menjawab Zhao Min, "Baiklah, kalau begitu kami akan mengikuti semua nasihat kalian berdua."
Zhou Zhiruo segera berkata, "Meizi, kau tetap di sini untuk membantu Tou Furen, aku dan Du Furen akan mengatur para pengawal di depan, supaya mereka semua bersiap untuk memindahkan barang-barang yang paling diperlukan, dan juga menyiapkan tandu bagi kedua Furen yang sedang sakit."
Zhao Min mengiyakan. Setelah tiba di pintu gerbang, sementara Selir Du mengatur pekerjaan bagi semua pengawalnya, Zhou Zhiruo mengambil kesempatan untuk menghubungi Xu Da dan Jiang He yang bersembunyi tidak jauh dari situ.
"Apa yang kalian temukan?" tanya Zhou Zhiruo.
Xu Da menyeringai lebar sambil berkata, "Kami berhasil menangkap lebih dari tujuh puluh orang. Sebagian kami tahan di sebuah rumah kosong, lainnya ada di kandang kuda di dekat tempat kami berkumpul."
"Bagus," kata Zhou Zhiruo dengan gembira. "Berarti masih ada beberapa orang yang saat ini belum tertangkap. Kita tunda dulu urusan mereka. Sekarang dengarkan baik-baik, kau suruh dua atau tiga orang datang ke penginapan, beritahu pengawalku supaya Jing'er dan dan Lu Xian memimpin semua orang untuk pergi dari situ menuju ke istana. Semua biaya untuk membayar ongkos penginapan itu akan akan diurus oleh Jing'er, aku menitipkan uang kepadanya."
"Ke istana?" ulang Xu Da.
"Betul," kata Zhou Zhiruo lagi. "Kita akan membawa semua penghuni rumah ini pindah ke situ. Ada dua orang yang saat ini sedang sakit, jadi anak buahmu harus tetap waspada, karena masih ada lawan yang berkeliaran di luar. Jumlah mereka tinggal beberapa orang, jadi kau hanya perlu menempatkan sekitar lima puluh orang untuk meringkus mereka, seandainya mereka nekad bergerak untuk mengganggu rombongan ini." Ia menoleh kepada Jiang He, lalu melanjutkan, "Kau dan orang-orangmu harus memimpin rombongan ini memasuki istana, karena saat ini hanya kau dan seratus pasukanmu yang berseragam lengkap. Xu Da dan pasukannya akan mendukung dari belakang. Aku akan ikut bersama kalian ke situ. Dan selanjutnya aku akan tinggal di situ."
"Hebat!" kata Xu Da dengan penuh semangat, matanya berbinar membayangkan potensi keuntungan strategis. Ia menggulung lengan bajunya. "Apakah ini berarti sebentar lagi Jiaozhu akan pindah ke situ?"
"Aku tidak tahu," jawab Zhou Zhiruo sambil tersenyum. "Jangan menduga-duga, aku belum menghubunginya. Tapi saat ini, inilah yang terbaik bagi kita. Semuanya bisa kau pahami?"
"Siap!"
Tak sampai dua jam kemudian, rombongan mereka sudah mulai bergerak menuju ke istana. Selir Yang dan Selir Tou yang sedang sakit dibawa dengan menggunakan tandu, dan dikawal ketat di samping kiri-kanan kereta yang ditumpangi oleh kedua selir lainnya. Zhou Zhiruo dan Zhao Min memimpin rombongan itu bersama Jiang He yang mengenakan seragam militer lengkap.
Di sebuah tikungan, sekitar lima ratus meter dari pintu gerbang istana Xu Shouhui, mereka sudah ditunggu oleh Jing'er dan para pengawal yang mengiringi Zhou Zhiruo berangkat dari Xiangyang. Rombongan itu kemudian menggabungkan diri dengan rombongan Zhou Zhiruo dan Zhao Min. Zhao Min segera turun dari punggung kuda, kemudian menaiki kuda merahnya yang sudah dibawa ke situ.
Sekitar dua puluh meter dari pintu gerbang, para pengawal yang menjaga di situ menghentikan mereka dengan gerakan tangannya, sambil berseru, "Sebutkan nama pemimpin kalian, dan untuk apa kalian datang ke sini!"
Jiang He maju beberapa langkah bersama kudanya, lalu menunjukkan tanda pengenal Ming Jiao, lalu berkata dengan lantang, "Kalian berani menghalangi Jiaozhu Furen?"
"Huh!" dengus komandan pasukan pengawal itu. "Jiaozhu Furen apa? Panglima memerintahkan untuk mengusir semua orang yang mendekat ke istana! Silakan kalian pergi dari sini, kami tidak akan menyalahkan kalian karena tidak tahu aturan."
Jiang He mulai marah, tetapi Zhao Min buru-buru memberi isyarat untuk mencegahnya bertindak. Ia berkata sambil melangkah maju bersama kuda merahnya, "Tahukah kalian bahwa keluarga Panglima kalian itu barusan diganggu oleh orang yang bermaksud menipu, dan membawanya ke tempat lain? Kami justru sedang mengantarkan mereka semua ke sini supaya kalian bisa menjaganya dengan baik." Ia menyuruh orang membuka pintu kereta, lalu membiarkan Selir Tou dan Selir Du melongok keluar.
Selir Tou yang lebih galak keluar dari kereta dan berkata kepada komandan itu, "Jika terjadi apa-apa dengan Yang Furen atau Lou Furen, bagaimana cara kalian menjawab Panglima?"
Melihat apa yang terjadi, diam-diam Zhou Zhiruo melepaskan gulungan cambuk perak tipis dari ikat pinggangnya, dan menyiapkan beberapa butir kacang di tangan kirinya.
Delapan orang perwira yang sedang membawa kedua selir Chen Youliang yang sedang sakit maju beberapa langkah mengikuti isyarat dari Selir Tou, sehingga komandan itu bisa melihat siapa yang sedang mereka bawa.
Tetapi komandan itu ternyata tidak pernah bertemu ataupun mengenal selir Chen Youliang yang manapun. Ia juga tidak mengenal nama-nama mereka. Selain itu ia sama sekali tidak tahu mengenai hubungan Ming Jiao dengan mereka semua, meskipun sebenarnya Peng Yingyu adalah penasihat Xu Shouhui. Jadi ia sama sekali tidak peduli apa yang dikatakan Zhao Min, Selir Tou, maupun siapa yang sedang tergeletak di atas tandu itu. Yang dipegangnya hanyalah perintah Chen Youliang bahwa siapapun juga dilarang mendekati istana.
Ia berseru dengan lantang, "Perintah bagi kami hanyalah..." Tepat pada saat itu, sebutir kacang yang dijentikkan Zhou Zhiruo melaju ke arah titik akupuntur Daying di mukanya. Ia merasa mukanya kaku dan suaranya menjadi tak keruan. Setengah detik berikutnya, sebutir kacang lain meluncur secepat angin dan mengenai titik akupuntur Jiache, yang membuat rahangnya seketika kaku. Ia ingin berteriak, tetapi yang keluar dari mulutnya adalah bunyi yang sama sekali tidak diharapkannya. Mendadak ia menjadi panik, dan tidak mengerti mengapa ia jadi seperti ini.
Zhao Min yang melihat jentikan Zhou Zhiruo segera turun dari kuda merahnya, gerakannya anggun tetapi menyimpan ancaman, mendatangi komandan itu sambil bertanya dengan suara nyaring, "Apa katamu? Kalau bicara yang jelas." Ia mendekatkan telinganya ke mulut komandan itu, tetapi diam-diam tangan kirinya bergerak tanpa terlihat oleh orang lain, dan ujung jari kelingkingnya menotok dua titik akupuntur di leher komandan itu untuk membuatnya tidak bisa bersuara sama sekali.
Zhao Min berbisik ke telinganya, suaranya melodius, tetapi ucapannya membuat tengkuk orang itu menjadi dingin, "Biarkan kami masuk, atau aku akan membuatmu menjadi kasim."
Seketika komandan itu menyadari bahwa mereka sedang berhadapan dengan para pendekar Jianghu yang sama sekali tidak dapat mereka cegah, Keringat dingin mulai membasahi punggungnya, jantungnya berdebar kencang. Ia menggerakkan lengannya untuk memberi isyarat kepada semua anak buahnya untuk membiarkan rombongan itu lewat. Tetapi tiba-tiba ia merasa lutut kanannya kesemutan, dan ia kehilangan keseimbangan. Untungnya Zhao Min buru-buru menyanggah tubuhnya sambil berseru, "Wah, rupanya kau masuk angin! Jiang He, cepat bantu komandan ini! Sebelah kakinya lumpuh."
"Siap!" kata Jiang He sambil turun dari kudanya untuk mengamankan si komandan.
Sementara rombongan itu bergerak memasuki istana, Zhao Min mendekati Xu Da yang berbaris di belakang beberapa pengawal bersama sepuluh orang anak buahnya yang lain. Ia berkata dengan nada rendah, "Xu Dage, orang-orang itu terlalu konyol. Ganti semuanya dengan lima ratus anggotamu! Mulai sekarang, tempatkan orang pilihanmu untuk menjadi komandan di sini."
Xu Da menyeringai lebar. "Siap!" bisiknya. Ia lalu menyelinap pergi, dan menyiapkan anak buahnya untuk menggantikan semua pengawal istana.
---
*Their next step? Naturally, they stay there, and enjoy it, along with all Chen Youliang's concubines! While Xu Shouhui is on the run, and hesitated whether to take Chen Youliang as his general to replace Ni Wenjun or see him as enemy, Zhou Zhiruo and Zhao Min is leisurely enter his palace, planting their feet to becoming a dynamic duo, powerful leaders in the south:*
Sementara mereka semua sibuk memindahkan barang-barang dan manusia, Zhou Zhiruo dan Zhao Min memasuki istana Xu Shouhui dan mulai meneliti setiap sudut dengan cermat, memastikan mereka tidak akan menemui sesuatu yang akan menjadi malapetaka di kemudian hari.
Meskipun tidak kecil, tetapi istana itu tentu saja tidak bisa dibandingkan dengan istana Kekaisaran Dinasti Yuan di Dadu, atau istana Dinasti Song di Kaifeng yang sudah terguling. Menurut perkiraan Zhao Min, tempat itu kira-kira sepuluh kali lipat dari luas markas yang mereka tempati di Xiangyang sekarang. Beberapa ruangan tampak seperti ditinggalkan secara terburu-buru, buku-buku berserakan di lantai, cangkir teh yang belum dicuci di atas meja, tetapi di bagian lain tampak sangat rapi seolah tak tersentuh, seperti bagian yang disiapkan untuk upacara resmi. Secara keseluruhan hampir semua isi tempat ini masih lengkap seperti sediakala.
Perhatian Zhao Min langsung tertuju pada sebuah ruangan yang berisi buku-buku. Tampaknya ini adalah perpustakaan. Dengan mata seorang strategis yang selalu mencari informasi, ia memeriksa beberapa buku, lalu melihat alat-alat tulis yang masih tersusun rapi di sebuah meja menurut tempatnya masing-masing. Tinta dan kuas seperti baru dibersihkan dan diisi. Kertas-kertas kosong tertumpuk rapi dan siap dipakai.
Zhou Zhiruo mengajak kelima orang anak perempuan yang menjadi tangan kanannya untuk mengikuti mereka berkeliling. Ketika melihat alat-alat tulis itu, ia berkata, "Meizi, kurasa kita harus menulis surat kepada Wuji Gege dan semua orang di Xiangyang untuk melaporkan perkembangan baru ini. Bagaimana kalau kau yang menulisnya, tulisanmu jauh lebih indah? Kau membawa merpati dari Xiangyang, kan?"
"Hanya dua ekor," kata Zhao Min. "Aku mengejar waktu ke sini. Tapi kita bisa menyuruh orang ke Xiangyang untuk membawa lebih banyak. Dan tentu saja kita juga bisa membawa orang yang bisa melatih merpati dari Xiangyang, supaya kita bisa membiakkan sendiri di sini. Tapi mengenai surat, sebaiknya kau yang menulisnya, karena kau tahu lebih banyak tentang apa yang kau lakukan sendiri sejak awal. Aku justru ingin mendengar ceritamu tentang para pengungsi itu."
"Baiklah," kata Zhou Zhiruo. "Di mana burung-burung itu sekarang?"
Zhao Min menoleh kepada Jing'er, yang segera berkata, "Semuanya masih di dalam kereta yang kita bawa dari Xiangyang. Furen ingin meletakkan mereka di mana?"
"Kulihat di depan perpustakaan ini ada halaman yang cukup luas. Kau bisa membawa sangkarnya ke situ. Nanti kau harus melepaskannya dari halaman itu juga, biarkan mereka membubung tinggi dan menandai tempat ini sebagai rumah baru mereka, sehingga ketika dikirim kembali dari Xiangyang, naluri akan membawa mereka pulang ke sini," kata Zhao Min.
Jing'er segera keluar dari situ untuk mengambil kedua burung merpati yang dibawa Zhao Min dari Xiangyang.
Sementara Zhou Zhiruo menulis surat, Zhao Min mengajak Sikong Jiumei dan Lu Xian berkeliling lebih jauh. Mereka akhirnya tiba di sebuah pintu yang sepertinya adalah pintu samping dari ruangan yang sangat besar. Di bagian dalam ruangan itu, tepat di tengahnya, ada sebuah kursi besar yang tampak agung dan berukir indah. Zhao Min berjalan mendekati pintu yang diduganya sebagai pintu masuk ke ruangan itu. Saat ini pintu itu dalam keadaan tertutup rapat, dan dipalang dari dalam.
Ketika membuka palang itu, ternyata ia langsung berhadapan dengan halaman utama yang sangat luas, yang akan mengantar mereka keluar dari areal istana itu. Ia langsung menyadari bahwa ini adalah tempat Xu Shouhui mmengadakan rapat harian dengan jajaran menterinya, dan kursi besar itu, dengan ukurannya yang mendominasi ruangan, pastilah singgasananya.
Dari tempat mereka berdiri, Zhao Min melihat Xu Da yang sudah berpakaian militer lengkap sedang mengatur tugas bagi para prajurit yang akan ditempatkan di situ. Jarak dari situ ke lapangan tempat prajurit itu berbaris kira-kira seratus lima puluh meter. Ia tidak ingin berteriak untuk bebicara kepada Xu Da, jadi ia menoleh kepada Sikong Jiumei dan berkata, "Jiumei, cepat panggil Komandan Xu yang sedang mengatur pasukan itu, jangan lupa berikan senyumanmu yang tercantik. Suruh dia membawa enam orang ke sini."
Sebelum Sikong Jiumei sempat bicara, Lu Xian mendahuluinya, "Furen, aku bisa berlari jauh lebih cepat dari anak manja ini. Biar aku yang ke situ!" Ia melirik Jiumei dengan tatapan penuh kemenangan, menyeringai lebar. Setelah melihat Zhao Min mengangguk, ia segera berlari untuk memamerkan kebolehannya.
Zhao Min memandang punggung anak itu sambil tersenyum. Ia tahu sebelumnya Lu Xian sempat bertengkar dengan Sikong Jiumei. Tetapi melihat cengirannya tadi, ia juga tahu bahwa masalah di antara mereka sekarang sudah beres. Ia bertanya, "Jiumei, kau masih marah?"
"Jiumei tidak marah," jawab Sikong Jiumei. "Cara Xian'er bicara memang selalu seperti itu. Setelah kami bertemu dengan anak-anak pengungsi dari utara itu akhirnya dia minta maaf karena mendorong-dorong Jiumei."
Zhao Min jadi teringat ketika pertama kalinya ia bertemu dengan Zhou Zhiruo. Saat itu ia kira-kira seusia Jing'er atau Jiumei sekarang. Ia sudah mendengar tentang Zhou Zhiruo yang menusuk dada Zhang Wuji dengan pedang di Guangming Ding. Setelah melihat kecantikan Zhou Zhiruo, ia lalu menggunakan kesempatan untuk mempermainkannya. Saat ini setelah melihat kecantikan alamiah Sikong Jiumei, ia langsung memahami apa yang mendorong Lu Xian memusuhinya saat itu. Dalam hati ia tertawa. Sekarang rasanya peristiwa itu sudah lama sekali berlalu, dan ia sangat menyesali tindakannya.
Lamunannya buyar ketika Xu Da datang bersama enam orang prajurit muda. Ia berkata, "Xu Dage, tempat ini perlu dijaga. Jangan biarkan orang sembarangan masuk dan duduk di tahta itu."
Xu Da menoleh kepada enam prajurit muda itu dan berkata, "Kalian lihat, tempat ini perlu dibersihkan setiap hari. Biarkan para petugas masuk dan bekerja sampai selesai. Tapi jangan biarkan orang lain masuk, apalagi sampai duduk di situ! Ini bukan tempat main-main. Mengerti?"
Keenam orang itu serempak mengiyakan. Lalu Xu Da menempatkan mereka di tiga pintu yang ada di ruangan itu. Dan menyuruh mereka mengatur sendiri giliran jaga.
Mereka menutup pintu ruangan itu, lalu berjalan mengitarinya dari luar. Xu Da bertanya, "Jadi kalian akan tinggal di sini?"
"Untuk sementara ya," kata Zhao Min. "Ini memang sangat memudahkan kita. Di sini kita tidak punya tempat yang bisa dijadikan markas tetap, jadi anggap saja istana ini adalah markas kita. Kukira Xu Shouhui tidak akan kembali ke sini. Dan lagi, tempat ini memang paling aman untuk menyembunyikan keluarga Chen Youliang itu. siapa yang akan menyangka kita berani menduduki istana musuh? Mereka tidak akan mengira bahwa kita akan ke sini. Kau sudah menemukan sisa anak buahnya?"
"Belum," kata Xu Da. "Tapi sisa lima ratus orang anak buahku di luar sana selalu berpatroli. Jadi cepat atau lambat mereka pasti akan tertangkap."
"Hm," kata Zhao Min. "Berarti kau menempatkan lebih dari seribu orang di sini?"
"Ya," kata Xu Da. "Tapi lima ratus orangku yang di luar semuanya adalah pilihan, aku yang melatih mereka sendiri. Karena itu kita bisa menangkap tujuh puluh orang itu semudah menangkap tikus."
Zhao Min berkata dengan muka serius, "Kalau begitu aku akan... Ya?" Seorang prajurit mendatangi mereka untuk melapor kepada Xu Da.
"Lapor, Komandan! Seorang pria sedang menunggu di pintu gerbang sambil membawa kereta. Dia menyerahkan surat ini untuk salah satu dari Furen." katanya sambil menyerahkan sebuah gulungan kertas.
Zhao Min mengambil gulungan kertas itu, lalu membacanya. Ternyata itu adalah sebuah laporan tahunan, yang dilengkapi dengan daftar nama-nama berikut perincian panjang, dan diakhiri dengan sejumlah kesimpulan. Ia melihat stempel yang tertera di atas nama orang yang menandatangani surat itu adalah resmi.
Ia kemudian menggulung kembali surat itu, dan berkata kepada Sikong Jiumei, "Jiumei, antarkan ini kepada Furen! Katakan bahwa aku sedang memeriksa uang yang dibawa. Sebentar lagi petugas akan mengantarnya ke situ."
Setelah Sikong Jiumei pergi, Xu Da yang masih terpesona bertanya, "Uang?"
"Betul," kata Zhao Min sambil tersenyum. "Aku baru memikirkan cara untuk menghasilkan uang bagi tempat ini. Sekarang uangnya mendatangi kita! Rupanya ini dari pejabat setempat. Dia pasti melihat kita bergerak memasuki istana, lalu menarik kesimpulan bahwa Jiaozhu sudah mendudukinya. Betapa cepatnya mereka berganti haluan! Sekarang dia secara sukarela mengirimkan segala laporannya ke sini, berikut uangnya!"
Xu Da tertawa terbahak-bahak, dan Lu Xian ikut cekikikan mendengar kesimpulannya.
"Aku heran," kata Xu Da. "Kenapa mereka tidak mengikuti Xu Shouhui pergi ke Jiangxi?"
Zhao Min berpikir sejenak, lalu berkata, "Pasti sebagian dari mereka mengikutinya ke Jiangxi. Tapi orang yang baru mengirim laporan ini tidak yakin bahwa Xu Shouhui masih akan bertahan sebagai kaisar, karena itulah ketika melihat kita masuk ke istana, dia segera berpaling ke pihak kita!"
Ia berpaling kepada Lu Xian. "Xian'er, kau ikut dengan Komandan Xu! Xu Dage, kau pastikan bahwa kita memang menerima sejumlah ini." Ia menulis sebuah angka di tanah menggunakan ranting pohon. "Setelah itu suruh anak buahmu membantu Xian'er membawa semuanya ke perpustakaan. Xian'er sudah tahu tempatnya. Katakan kepada kurir itu bahwa kita sudah menerima laporannya, dan akan meneruskannya kepada Kaisar yang akan segera tiba."
"Siap!"
Setelah keduanya pergi, Zhao Min bergegas menuju ke perpustakaan untuk menemui Zhou Zhiruo. Ketika tiba di situ, ia melihat Zhou Zhiruo hanya didampingi oleh Jing'er. Ia bertanya, "Kemana yang lain?"
"Aku menyuruh Jiumei dan Shuang'er memeriksa semua tempat yang belum kita datangi," kata Zhou Zhiruo. "Lingshan sedang mengatur teman-temannya yang akan bertugas di dapur. Kita bisa segera memakai dapur istana ini. Persediaan beras ternyata masih banyak, begitu juga biji-bijian dan tepung terigu. Tadi aku juga menyuruhnya membeli semua bahan makanan yang tidak ada di sini. Setelah ini kita bisa makan malam, meskipun sudah terlambat."
Zhao Min baru menyadari bahwa perutnya lapar. Ia tertawa, lalu berkata, "Aku memang sudah sangat lapar. Jing'er, bukankah tadi kau membawa makanan dari penginapan?"
Jing'er berkata sambil menunjuk ke arah meja di belakangnya, "Hanya tersisa sedikit buah-buahan ini. Kalau Furen mau, aku akan menyuruh orang membeli bakpao di luar. Kelihatannya makan malam kita masih agak lama."
"Tidak perlu," kata Zhao Min sambil mendatangi meja itu dan mengambil sebuah pisang.
Lu Xian masuk bersama beberapa pengawal yang mengangkat tiga buah peti besi yang berat. Ia berkata, "Furen, semuanya ada di sini." Ia menyuruh pengawal membuka tutup peti.
Di dalamnya penuh dengan uang perak dan emas sampai ke atas. Di setiap peti ada beberapa lembar kertas berisi catatan.
"Kalian menemukan gudang atau tempat lain yang bisa dipakai untuk meletakkan semua ini?" tanya Zhao Min.
"Di sebelah kanan ruangan ini penuh dengan peti yang berisi peralatan dapur," kata Jing'er. "Mungkin bisa kita pakai untuk sementara."
Zhou Zhiruo berkata, "Baik, bawa semuanya ke situ! Pastikan ruangan itu selalu dalam keadaan terkunci, dan kau yang menyimpan kuncinya."
Jing'er menyuruh para pengawal pergi bersamanya sambil membawa semua peti itu ke ruangan yang dimaksud.
Tiba-tiba Shuang'er dan Sikong Jiumei berlari memasuki ruangan sambil tersenyum lebar. Mereka berusaha mengatur nafas dan saling mendahului melapor, "Furen, Furen!"
"Ada apa?" tanya Zhou Zhiruo sambil tertawa. "Kalian menemukan harta karun?"
Shuang'er berkata, "Kami baru menemukan pakaian wanita yang sangat mewah. Kelihatannya itu disiapkan untuk seorang permaisuri atau selir kaisar. Semuanya masih baru, belum pernah dipakai. Dan banyak juga seragam untuk para pelayan perempuan dan laki-laki, semuanya juga belum pernah dipakai. Pakaian yang mewah itu tampaknya sangat pas untuk Furen. Sayangnya tidak ada yang cocok untuk Xiao Furen."
Zhao Min tertawa terbahak-bahak. Ia berkata, "Mungkin aku akan meminjam baju perang dari pasukan Xu Da."
"Sebetulnya itu juga ada," kata Shuang'er lagi. "Dan ukurannya sangat pas untuk Xiao Furen, tapi mungkin itu untuk laki-laki."
Zhou Zhiruo bertanya, "Apa lagi yang kalian temukan?"
"Ada dua buah kursi yang mirip singgasana, tapi agak lebih kecil dari yang tadi kita lihat di ruangan besar itu. Ukurannya seperti untuk pendamping," jawab Sikong Jiumei. "Kursi itu masih baru. Kelihatannya kedua kursi itu sangat pas jika diletakkan di sebelah kiri-kanan singgasana yang tadi kita lihat."
Zhou Zhiruo melirik Zhao Min dengan pandangan bertanya.
"Ini agak aneh," kata Zhao Min. "Kita tidak pernah mendengar bahwa Xu Shouhui punya seorang permaisuri, atau bermaksud mengangkat seorang permaisuri. Kalau selir, mungkin ada."
Sebuah ide melintas di benak Zhou Zhiruo. Ia bertanya, "Hanya dua?"
"Yang kami lihat memang hanya ada dua di situ," jawab Sikong Jiumei. "Tapi masih ada beberapa tempat yang belum kami periksa."
"Kalian pastikan dulu. Periksa baik-baik ruangan lain. Rasanya ini penting," kata Zhou Zhiruo. "Kalau lewat di ruangan sebelah, suruh Jing'er segera kemari!"
"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Zhao Min setelah kedua gadis itu pergi.
Kening Zhou Zhiruo berkerut. "Apa mungkin ini ulah Chen Youliang?" katanya, seolah sedang bicara sendiri, keningnya berkerut.
"Rasanya bukan," kata Zhao Min. "Dia tidak punya peluang untuk membawa semua itu ke sini."
Jing'er masuk bersama dengan Lingshan, yang segera berkata, "Furen, makan malam sudah siap."
Zhou Zhiruo menggulung surat yang tadi ditulisnya, lalu berkata, "Jing'er, segera kirimkan surat ini ke Xiangyang. Mungkin kau harus melihat bagaimana Xiao Furen melepaskan burung itu, setelah itu kau melakukannya sendiri."
Ketika memasuki ruang makan, aroma daging sapi memenuhi ruangan itu. Zhao Min yang sudah sejak tadi lapar menghirup udara banyak-banyak sambil berkata, "Hmm... aku bisa menghabiskan beberapa mangkuk nasi untuk ini..."
Kalimatnya terhenti ketika Zhou Zhiruo tiba-tiba merasa mual, dan beberapa kali bersuara, seperti ingin muntah.
Jing'er dan Shuang'er sangat terkejut, tergopoh-gopoh menghampirinya sambil berseru, "Furen! Apa yang terjadi? Mengapa..."
Zhao Min tiba-tiba tersadar, menepuk dahinya sendiri, berkata, "Astaga! Aku sungguh-sungguh lupa..." Ia bergegas meletakkan mangkuk yang sedang dipegangnya dan menghampiri Zhou Zhiruo, mengelus-elus punggungnya, bertanya, "Jiejie, kau tidak apa-apa?"
Setelah menarik nafas panjang beberapa kali, Zhou Zhiruo akhirnya tersenyum tipis, berkata, "Aku baik-baik saja, hanya terganggu oleh bau sup itu..."
Jing'er, Shuang'er, Lingshan, Sikong Jiumei dan Lu Xian saling berpandangan, tidak dapat memahami apa yang terjadi. Sebelumnya mereka sering memasak sup seperti ini, dan Zhou Zhiruo sangat menyukainya.
Zhao Min tersenyum. "Furen sedang menantikan kelahiran anak pertamanya."
Di benaknya kemudian terbayang Tajkis yang sedang menguji Chen Youliang dengan beberapa pertanyaan mengenai arah angin, ketika mereka sedang berada di Pulau Ular, dan saat itu Tajkis segera tahu bahwa Chen Youliang sangat menguasai hal-hal ini.
Berikutnya ia sendiri menemukan fakta bahwa Chen Youlang memang berasal dari keluarga nelayan. Sekarang ia bergumam sendiri, "Entah apa yang akan dilakukan Si Nelayan itu, setelah tahu kita datang ke sini..."